Krink... Krink... Krink... (Bell Pulang)
Suara bell sekolah sudah berbunyi di jam-jam terakhir, tandanya saatnya pulang dan melanjutkan besok hari.
"Oke anak-anak sebelum kita pulang kita berdoa dahulu. doa yang di pimpin oleh ketua kelas" Pak Sutoyo menunjuk ke aku.
Aku hanya terdiam saja, ngelamun dia yang di kantin tadi, tentang paras cantiknya, kebaikan hatinya, ke humbelan orangnya lain-lain lah pokoknya.
"Ketua kelas!" Pak Sutoyo sambil berteriak keras
"Ehhh, iya Pak?" Aku pun langsung tersadar.
"Ngelamun doang kamu bisa nya! Pimpin doa di muka!".
"Siap Pak! Teman-teman sebelum kita pulang mari kita berdoa, berdoa mulai" Aku pun memimpin doa pulang.
"Berdoa selesai!" Berdoa pun selesai,
"Dirga, lain kali kamu jangan ngelamun!" Tegur Pak Sutoyo.
"Iya Pak, maaf" Aku pun meminta maaf kepada Pak Sutoyo.
"Iya Pak, maaf" Aku pun meminta maaf kepada Pak Sutoyo.
"Oke Pak!".
Aku pun menuju ke parkiran untuk mengambil motor bersama Wira, oiya Pak Sutoyo itu adalah salah satu guru yang paling jahat, tetapi jahatnya itu yang benar untuk memperbaiki karakter siswa. Sesampainya di parkiran, Wira mangil dari belakang.
"Dirr! Dirga!" Wira manggil aku.
"Ya? mengapa?" Sahut aku langsung menoleh ke Wira.
"Coba liat sana!" Wira sambil menunjuk ke arah yang dia bilang.
"Liat apa? Mana?" Tanya aku.
"Sana!" Tunjuk Wira yang mengarah ke Nesa.
"Owh dia, mengapa emang nya?" Tanya aku ke Wira.
"Lo ngak berniat nyamperin atau apa kek begitu?" Tanya Wira.
"Hmm? Ngak deh udah ngantuk. Aku mau tidur aja di rumah" Aku pun lanjut jalan.
"Astaga. Lu ngak gentel, ngak asyik orangnya!"
"Ya sudah, aku samperin deh" Aku pun ikut kemauannya Wira.
"Nah begitu dong, sana ajak pulang dia" Wira menepuk pundak.
"Terus lo pulang pakai apa?" Tanya aku ke Wira.
"Tenang aja, aku bawa kendaraan kok!" Wira sambil menunjuk ke kendaraannya yang terparkir di samping motor gue.
"Serius nih?".
"Serius! Dah sana sudah nunggu orangnya".
"Owhok siap!" Aku pun langsung menghampiri dia dengan motor gue, dengan perasaan deg-degan malu.
"Hai!" Safa aku ke dia.
"Ehhh, hai Dirga. mengapa?" Tanya Nesa ke aku.
Senyap, sepih, awkward di sini gue udah ngak tahu mau ngomong apa, udah ketimbun dengan rasa deg-degan gua di tambah perasaaan malu, jadi gue asal ngomong aja supaya lancer jaya.
"Kamu pulang sendirian?" Tanya aku ke dia.
"Iya, emang nya kenapa?".
"Ngak sih, cuma mau nawarin untuk pulang sama-sama, mau gak?".
"Hmm? ngak usah deh, rumah aku dekat kok, cuma ikutin arah jalan ini doang" Dia sambil menunjuk ke jalan arah rumahnya."Ya kan nganterin aja, kalau kamu mengapa-mengapa di jalan bagaimana? Emang ada yang nolongin?".
"Ngak ada sih!".
"Ya sudah, pulang sama-sama aja".
"Hmmm, ya sudah deh".
Dia pun naik ke motor aku serasa kayak dilan berdua bersama di motor, romantis kan? yaiyalah bukan Dirga kalau ngak romantis. di jalan aku dengan dia hanya diam saja, ngak ngobrol sama sekali karena malu, nama nya juga anak laki-laki pasti ada malunya, palingan cuma nanyain kabar keluarganya doang, kan ngak logis kalau keluarganya marah-marah ke aku cuma hal nganterin anak orang langsung dibunuh oleh orang tuanya kan ngak banget, sampai-sampai sudah mau dekat di rumah dia.
"Dirga, sini aja!" Nesa menunjuk pagar rumahnya.
"Okok, aku pinggirin dahulu motor nya" aku pun memingirkan motor ke depan rumah dia.
"Makasih ya Dirga" Dia sambil tersenyum manis.
Aww jadi meleleh lihat senyuman dia yang manis seperti gula putih, ibarat aku cuma bisa jadi semut yang hanya merasakan senyuman manis dia.
"Sama-sama" Balas aku dengan senyuman manis juga.
"Kamu ngak mau mampir dulu?" Tanya Nesa.
"Hmmm? Ngak deh, soalnya ada urusan juga di rumah".
"Owh, ya sudah hati-hati di jalan ya Dir" Dia sambil tersenyum lagi.
"Okey, titip salam ya ke orang tua kamu, see you tomorrow Nesa" Aku pun langsung tancap gas balik ke rumah.
Disitulah saat pertama kali mendapat senyuman manis dari seorang cewe, baru pertama kali dalam seumur hidup seorang Dirgantara Pangestu. Kecuali ibu aku, karena sudah setiap hari di kapan pun lihat senyuman itu.
Sesampainya dirumah, aku melihat ibu ayah lagi ngobrol di depan teras, serasa seru sekali obrolan mereka.
"Selamat sore!" Safa aku ke mereka.
"Sore Dirga, kelihatannya ada yang senang ya pah!" Kata ibu ke ayah aku.
"Iya nih kelihatannya" Sambung ayah aku.
"Ngak kok bu, yah!" Aku sambil salim ke dua orang tua.
"terus apa dong?" Tanya ibu.
"Cuma senang aja hari pertama sekolah".
"Hmmm, bukan itu kali!" Sambung ayah aku sambil bercanda.
"Dirga masuk kedalam dahulu ya bu".
"Jangan lupa makan, ibu sudah bikin makanan kesukaan kamu" Teriak ibu gue.
"Wuihhh, makasih bu".
Selesai makan, aku pun langsung ke kamar untuk belajar. di sela-sela belajar gue menulis kata-kata yang ngak jelas di notebook sambil mendengarkan lagu Tulus-Jatuh suka.
Mengapa sejak bertemu dia selalu aku nulis kata-kata? entah apa yang merasuki tangan ini hampir setiap saat nulis di diary, sampai-sampai hampir buat 1 novel kayaknya. ini yah dinamakan jatuh dari pohon? Ehhh jatuh cinta maksud gue, hehehe.
"Jujur, aku memiliki perasaan terhadap dia tetapi aku juga takut untuk mengatakan cinta ke dia" - Diary Bentang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bentang Tulus (Unfinished)
Teen FictionAkhir-akhir ini aku baru sadar bahwa ternyata yang aku cari adalah tenang, sudah tidak mau lagi masuk ke perkara-perkara yang rumit, sudah tidak tertarik lagi sama drama-drama hidup yang gak jelas, cukup nyaman jadi sederhana tanpa banyak pura-pura...