Tokk...Tokk...Tokk...
Suara pintu di pagi hari yang cerah hari berikutnya. Matahari menyinari kamar aku seperti kecantikan dia yang kala kemarin bertemu dan mengantar dirinya sampai tujuan. Tidak ada yang lebih indah dari pelangi, tetapi dibutuhkan hujan dan sinar matahari untuk membuat pelangi, jangan biarkan siapa pun mencuri sinar matahari itu.
"Dirga!" Ibu gue pangil sambil mengetuk pintu.
"Hmmm?" Masih stengah sadar di kasur.
"Dirga! Kamu sudah telat, sudah jam 7:05" Teriak ibu gue dari balik pintu.
"Astagaa!" Aku pun langsung beranjak dari tempat tidur gue.
"Dirga!" Teriak ibu gue lagi.
"Iya bu, sudah mau mandi"
"Cepat, sudah jam berapa ini?!"
Aku pun buru-buru mandi makan sarapan yang sudah disiapkan oleh ibu aku. yang terpenting menyiapkan mental waktu bertemu penjaga sekolah nanti.
"Bu! pergi dahulu ya" Aku pun berpamitan ke ibu gue.
"Hati-hati Dir!" Teriak ibu dari muka pintu rumah.
Aku pun langsung tancap gas dengan kecepatan cepat menuju sekolahan, di perjalanan menunju ke sekolahan hampir saja ketabrak sama mobil untung saja reflex masih kuat. Sesampainya di sekolah aku menyelinap melewati pintu belakang supaya penjaga sekolahan ngak liat, tapi tetap aja selalu ketahuan.
"Woi! Sini kamu" Teriak penjaga sekolah dari belakang.
"Waduh Ketahuan Lagi Deh" Kata dalam hati aku.
"Iya Pak?" Aku pun berbalik badan.
"Kamu lagi, kamu tahu ngak ini jam berapa?" Tanya penjaga sekolah.
"maaf Pak" sambil merundukan kepala sedikit.
"Kamu taukan apa konsekuensinya?!"
"Yah pak, jangan dong" Aku pun berusaha sekuat nya supaya ngak di hukum.
"Tidak ada ampun sekarang! Sekarang hukumannya lebih berat"
"Jangan dong"
"Kamu harus hormat bendera sampai istirahat pertama"
"Waduh Pak, jangan dong"
"Ngak ada kata lain selain lakukan sekarang!"
"terus ini gitar bagaimana Pak?"
"Nanti saya simpan di pos, cepat sana!"
Gue pun langsung melaksanakan apa yang di bilang penjaga sekolah itu, dengan segenap hati, kesal juga si setiap hari kenak hukuman seperti ini.
Krink... Krink... Krink... (Bell Istirahat)
Bell istirahat pun berbunyi, gue pun langsung ke pos untuk mengambil gitar gue dengan muka kepanasan kelelahan.
"Pak, saya mau ambil gitar saya"
"Nih, awas kamu terlambat lagi!" Penjaga sembari memberi gitar.
"Ngak akan lagi Pak"
"Janji kamu?"
"Yasudah sana masuk ke kelas kamu, kalau kamu bikin lagi hukumannya lebih berat"
"Makasih Pak"
Aku pun menuju ke kantin sebentar untuk membeli minuman, berjalan aku serasa lagi di tarik sama orang, berat, capek di campur aduk di badan ini
"Bu minuman satu dong"
"Siap! Nih minumannya" Penjaga kantin pun memberi minuman.
"Makasih bu. Nih uangnya, kembaliannya ambil saja bu"
"Makasih"
"Sama-sama bu" Aku pun langsung duduk sambil minum.
Setelah beberapa menit gue di kantin, Wira pun datang menghampiri gue dari belakang yang lagi minum.
"Dir!" Safa Wira dari belakang.
"Mengapa?" Dengan muka datar.
"Datar amat muka lu. Btw mengapa tadi? Lo di hukum?" Tanya Wira
"Iya, aku terlambat"
"Wakakak, ngakak aku tadi di kelas lihat lo" Sambil tepuk pundak aku.
"Hmmm" Masih dengan muka datar gue.
"Tenang saja lah, itu penjaga memang begitu"
"itu siapa sih? Penjaga sekolah baru pagi sudah marah-marah"
"itu Pak Reyno, dia kepala sekolah di sini"
"Owalah, pantesan kena hukuman berat"
"Kau sih, datang ke sekolah kesiangan mulu" Gue pun hanya diam, menenagkan emosi
"Ehh, btw kemarin bagaimana?" Tanya Wira soal kemarin.
"bagaimana apanya?"
"Ngak cerita apa begitu?"
"Ngak, Kita berdua hanya diam saja"
"Owh, yasudah ayo masuk"
Gue bersama Wira pun masuk ke kelas untuk belajar. Setelah berapa menit kita tunggu akhirnya ibu Joice pun datang.
"Siang anak-anak" Ibu Joice pun masuk.
"Siang bu!"
"di pelajaran hari ini, kita akan peraktek alat musik
Semua sekejab diam karena takut pertama kali dipanggil pertama kali.
"yang duluan maju adalah ketua kelas."
"Astaga gue lagi yang pertama" kata dalam hati gue.
"Dirga maju kemuka"
"Siap bu" Gue pun maju kemuka dengan membawa gitar, dengan rasa gugup deg-degan.
"Kamu mau main alat musk apa? Dengan lagu apa?" Tanya ibu Joice.
"Gitar bu, lagu First Love - Ardhito Pramono"
"oke silakan dirga"
Gue pun memulai dengan satu tarikan napas, di sinilah teman-teman gue terheran-heran karena kagum sama gue ada juga yang bengong saat gue nyanyi dimuka. Serasa kelas hening ngak ada orang sama sekali, cuma gue sosok masadepan di samping gue yang lagi nyanyi. Setelah selesai nyanyi semua pun terdiam sejenak tercengang.
Prok...Prok...Prok... (Wira duluan yang tepuk tangan baru yang lain)
"Bagus juga suara kamu" Kata ibu Joice.
"Makasih semua!
"Kamu cocok buat band" Ibu Joice menawarkan gue masuk band.
"Ngak minat bu" tetapi gue ngak minat masuk ke band musik.
"Ehh btw kamu punya cewe? kalau ada, tadi cocok lagunya untuk cewe kamu" Candaan dari ibu Joice.
"Ngak ada bu heheh"
"harus cari secepatnya itu, yasudah kita lanjut berikutnya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bentang Tulus (Unfinished)
Teen FictionAkhir-akhir ini aku baru sadar bahwa ternyata yang aku cari adalah tenang, sudah tidak mau lagi masuk ke perkara-perkara yang rumit, sudah tidak tertarik lagi sama drama-drama hidup yang gak jelas, cukup nyaman jadi sederhana tanpa banyak pura-pura...