02. Sama Rasa, Beda Raga.

112 31 12
                                        


Sama Rasa, Beda Raga.


Sayaka bisa bilang jika terpikat pesona Nianna adalah skenario paling tidak jelas yang berada di lembar hidupnya. Dapat Sayaka katakan tidak jelas sebab yang pertama, Nianna itu berisik. Dari Senin hingga Minggu, Januari hingga Desember, bahkan pagi hingga malam, paling sedikit satu kritik dari Nianna pasti mendarat mulus ke indra pendengar Sayaka dan membuat pemuda itu tergelitik.

Kedua, Nianna itu terlalu banyak tanya. Memang bukan sebuah kekurangan, bahkan cenderung kelebihan. Namun, yang jadi masalah bagi Sayaka adalah gadis itu bisa sewaktu-waktu melempar kalimat yang membuat kepala Sayaka nyut-nyutan.

Pernah suatu ketika, dengan nada pedas yang entah sudah jadi ciri khas, Nianna panggil Sayaka dari kamar. Lalu, Sayaka yang tengah dalam mode bisa diganggu nurut saja untuk keluar.

Tiba-tiba saja Nianna lempar satu tanya pada Sayaka, "Kak, temen lo yang namanya Hisyam ganteng banget ya?"

Sejujurnya itu lebih terdengar seperti pernyataan, tapi karena Sayaka tidak ingin hilang kesempatan untuk berbincang, maka pemuda itu jawab saja dengan anggukan. Toh memang benar, Hisyam itu tampan.

"Kak Hisyam Kak Hisyam, kadar gantengnya diakui seluruh makhluk di muka bumi."

Cih, sok puitis, batin Sayaka mencerca setiap kata Nianna.

"Jadi ceritanya lo manggil gue cuma buat tanya hal kayak gitu? Sumpah Na? Ini lo mau survei doang apa gimana?"

Biar saja Sayaka dianggap dramatis, lagipula image pemuda itu juga sudah cukup lecek bagi Nianna.

"Santai aja kali Kak." Nianna mendengus. Memang sih topiknya tidak penting, tapi kan Nianna hanya butuh penilaian, memangnya salah?

"Naksir Hisyam ya lo?"

Selorohan itu. Harusnya Sayaka tidak pernah membuka mulutnya untuk bertanya tentang hal tersebut, andai saja dia tahu bahwa Nianna akan tersenyum simpul dan menganggukkan kepala kecilnya.

 Harusnya Sayaka tidak pernah membuka mulutnya untuk bertanya tentang hal tersebut, andai saja dia tahu bahwa Nianna akan tersenyum simpul dan menganggukkan kepala kecilnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue heran kenapa mereka masih pada punya tekad buat lari-lari di siang hari."

Nianna dan kedua temannya sekarang sedang menikmati jam jaga karena surat dispensasi yang tiba-tiba dikirimkan Pak Eka - pembina ekstrakulikuler mereka. Beliau bilang jika Nianna, Sheren, dan Yasha harus absen di beberapa mata pelajaran sebab tim futsal sekolah minta diawasi oleh regu kesehatan.

Iya, galak-galak begitu, Nianna ikut PMR, alasannya mau latih jiwa kemanusiaan yang dipunya.

"Kenapa ya anak futsal terus yang latihan? Perasaan, gue baca di akun media sosial sekolah, mereka baru aja menang."

Sheren bicara sembari mengibas-ngibaskan satu tangannya di depan muka. Kali ini cuaca sedang panas terik, bahkan berlindung di pinggir lapangan, di bawah pohon sekalipun dirasa tidak ada guna.

Yasha menjawab, "Mungkin karena menang mereka jadi diajuin ke banyak turnamen? Mereka tuh secara nggak langsung keliatan jadi harapan sekolah, pasti bakalan lebih banyak latihan."

Nianna setuju. Memang sudah hukum alam kalau seseorang berhasil maka ekspetasi tinggi bakal ditaruh pada orang tersebut, tapi kalau yang diberi harap sampai gagal, habislah dimaki-maki.

Setelah sesi pembahasan tentang tim futsal berakhir di antara ketiganya, Nianna memilih memangku dagu, memusatkan pandang pada salah satu pemuda di tengah tanah lapang, namanya Hisyam.

Lengkapnya Taqi Al Hisyam, terdengar seperti nama dari timur tengah, kontras sekali dengan pahatan wajahnya yang seolah tiba dari negara barat. Masa bodoh mau barat atau timur, intinya Nianna suka dia.

"Apa gue harus nyanyi kurasa ku 'tlah jatuh cinta pada pandangan yang pertama, Na?"

Celetukan jahil dari Yasha dihadiahi Nianna satu tepukan di bahunya.

"Nggak usah."

Nianna tersenyum di antara baris kalimatnya, iris hitam pekatnya masih terkunci pada satu titik. Ah, teman-temannya memang pembaca situasi terbaik seantero negeri.

"Jangan ganggu si kasmaran deh Sha."

Sheren memandang Nianna remeh, bola matanya menajam seolah berbicara lagak lo keliatan banget.

"Permisi, ini kaki saya sama temen saya lagi luka. Boleh minta tolong diobatin nggak?"

Ampun! Imajinasi tidak jelas yang melanglang buana milik Nianna bahkan membuat dirinya sampai tidak sadar akan kehadiran dua laki-laki di hadapan.

Tapi sebentar, Nianna kenal suara ini. Dengan kepala menengok ke atas, Nianna dapat jumpai Sayaka bersama Jagat - teman sepantaran milik Sayaka - tampak tidak biasa saja. Baju abu mereka berdua basah dialiri keringat dan kompak menenteng sepatu di tangan kanan.

Kondisi berdua terlihat sama, sama-sama meringis menahan sakit akibat luka.

"Gue sama Sheren ya!"

Itu suara Jagat. Pantas sih memilih Sheren, soalnya siapa yang tidak mau diobati oleh pacar sendiri? Bahkan Nianna sempat menebak alasan Sheren bergabung dengan PMR adalah untuk menjaga Jagat jika sedang sakit. 

"Jatuh aja masih sempet bucin lo." Cibir Sayaka dengan bibir berkomat-kamit, malahan Jagat hanya balas dengan satu gerlingan mata.

"Lo sama Yasha aja ya Kak, gue mau lanjut jaga."

Anggap saja itu bentuk perlindungan diri dari Nianna sebelum makhluk bernama Sayaka memerintah dirinya. Bukannya tidak mau membantu, tapi batinnya seakan sudah memberi peringatan kalau Sayaka akan banyak bertingkah.

"NGGAK NGGAK, SAMA LO AJA!" tegas Sayaka tidak terima.

Tuh kan, sudah mulai ribetnya.

"Ya elah Kak, sama aja!" seru Nianna nyalang.

Baik Sayaka dan Nianna masing-masing menampilkan rupa tak mau kalah. Yasha yang berada di antara perdebatan itu sontak menepuk dahinya pelan.

Pertandingan adu mulut Sayaka dan Nianna adalah hal yang biasa disaksikan Yasha. Jika dilain hari, Yasha akan membiarkan mereka melontar kata hingga lelah, tapi sekarang kan sedang beda kondisi? Kasihan juga Sayaka kalau tidak kunjung diberi tolong.

"Udah Na, lo aja yang bantu Kak Sayaka. Tugas jaga-jaga biar gue, nggak sampai lima belas menit kok."

Putusan terakhir Yasha menerbitkan lengkungan di pigura Sayaka dan mau tak mau melukis tampang tidak percaya di wajah Nianna.

"Makasih ya Sha, gue doain rezeki lo lancar."

Nada kemenangan berkumandang dari Sayaka, "Makasih juga buat Nianna anak baik atas ketersediaannya menolong orang yang sedang butuh. Ayo sekarang bantu gue." Lanjutnya telak.

Nianna menghela napas, dua kakinya mengekor tubuh Sayaka yang sudah menepi di tempat yang lebih teduh. Sebenarnya, terus terang saja Nianna tidak sekeberatan itu untuk mengulurkan tangan pada Sayaka. Hanya ada ganjil yang tidak bisa dijelaskan, sesuatu yang tiba-tiba muncul ketika Nianna berada di dekat Sayaka. Sesuatu yang bahkan tidak bisa Nianna rasa walau dia habiskan waktu dalam sehari untuk memandangi Hisyam.

---
Terima kasih banyak karena udah nyempetin waktu buat baca cerita ini. Semoga kalian sehat dan bahagia selalu!

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang