Desember, 09 : 08 WIB.
Desember.
Bulan kedua belas yang sering dinanti-nanti sebab akan banyak waktu kosong untuk menikmati akhir tahun, tak terkecuali Nianna. Selepas ujian akhir semester yang cukup menguras otak, Nianna berdedikasi untuk merehatkan diri sejenak. Jauh dari hingar bingar sekolah dan seluruh pekerjaan yang menghampirinya selaku seorang siswa. Intinya Nianna hanya ingin istirahat, itu saja.
"Kak, dicari Bang Sayaka."
Selimut tebalnya baru saja ingin Nianna tarik, bahkan bantal dan guling sudah dia tata rapi demi mempernyaman aksi. Namun, tiba-tiba Juna datang dengan tampang lusuh ke kamar Nianna dan parahnya anak laki-laki kesayangan Bunda itu tidak mengetuk pintu sama sekali. Dengan setengah mata masih terpejam, Nianna berusaha untuk membangkitkan diri. Gadis itu terlampau malas untuk sekadar tegap bahkan memarahi Juna saja sudah tidak punya tenaga.
"Ngapain?" tanya Nianna sembari memperhatikan penampilan Juna yang jelas terlihat selesai berolahraga. Celana pendek selutut, kaos klub sepak bola dari Inggris, hingga tas hitam kecil yang masih menggelayuti pundak. Bisa-bisanya pemuda itu masih sempat menggenggam satu botol cola di tangan kanannya. Cih, hidup sehat setengah-setengah.
Juna - selaku yang ditanya malah menggeleng, dirinya sempat menengguk cairan pekat berwarna coklat sebelum berjalan menjauhi pintu kamar Nianna tanpa berniat untuk menutupnya dan membiarkan pintu kayu itu terbuka begitu saja.
"JUNA, TUTUP PINTUNYA!"
Hancur sudah rencana istirahat Nianna kali ini.
Tindakan nekat milik Sayaka memang patut diacungi jempol. Bagaimana tidak? Setelah insiden pengakuan jatuh hati tanpa sengaja miliknya, Sayaka dan Nianna menjadi sulit untuk bertegur sapa dengan leluasa. Nianna bertingkah biasa saja, tetapi Sayaka terus berupaya membatasi diri dengan alih-alih belajar mempersiapkan ujian. Padahal kenyataannya bukanlah demikian, Sayaka hanya tidak mampu menahan malu akibat detak jantungnya yang dapat dikata melebihi ambang normal. Semua akibat Nianna dan Sayaka harus menjauhi Nianna barang sesaat.
Dan, hasilnya gagal.
Sayaka jauh lebih menikmati kerasnya dentuman di dalam dadanya karena Nianna daripada harus merasa kosong setiap waktu. Sayaka jauh lebih menyukai tawa Nianna daripada mendengarkan ratusan lagu rindu yang bahkan dia jadikan dalam satu daftar putar. Sayaka jauh lebih memahami alasan dirinya harus mendekat pada Nianna, bukan malah menjauh seperti yang dia lakukan saat ini. Oleh karena itu, pemuda Abirama ini telah memutuskan untuk melakukan sebuah langkah perbaikan. Berkunjung ke rumah Nianna dan sekadar bertukar sapa, mungkin?
"Kak, jujur gue ngantuk banget. Kalau nggak penting, lo boleh pulang sekarang."
Bukannya sapaan selamat datang yang didapatkan Sayaka, tetapi kalimat usiran lengkap dengan alasan yang didengarnya kali ini. Sayaka ingin tertawa, entah kenapa suara Nianna begitu menyenangkan untuk dia dengar.
"Penting, duduk dulu." Titah Sayaka bulat. Meskipun tahu ini bukan rumahnya, bukan ranah Sayaka untuk memerintah, tetapi pemuda itu ingin sedikit lebih lama untuk bersama Nianna.
"Ok?" takut-takut Nianna mendudukkan diri di samping Sayaka. Gadis itu sudah biasa melihat Sayaka yang pecicilan, tetapi jarang sekali nampak raut serius di wajah pemuda itu.
Jika saja Sayaka tahu bahwa Nianna juga canggung bukan main sekarang, pastilah Sayaka akan menumpahkan sedikit rasa iba terhadap gadis dengan rambut panjang itu. Hanya saja fakta mengatakan hal lain, saat ini ketidaktahuan sepakat untuk menyelimuti keduanya. Baik Sayaka dan Nianna memilih untuk diam dan menenggelamkan perasaan masing-masing.
"Gue minta maaf buat beberapa minggu yang lalu. Gue tau pasti lo ngerasa risih karena terus-terusan diejekin temen-temen dan lo juga risih karena gue."
Permintaan maaf singkat khas Sayaka membuat Nianna menjadi sedikit trenyuh. Nianna tidak merasa terganggu dengan ejekan dari teman - teman Sayaka karena kenyataannya tidak ada yang mengejek dirinya. Nianna tidak pernah mendengar candaan dari teman Sayaka, entah itu anak-anak kelas atau si kembar Loka dan Jagad. Mungkin pernah, tetapi sekali saja dan Nianna tidak ambil pusing dengan hal itu. Dan perihal risih dengan Sayaka? Cukuplah, Nianna hanya akan menguburnya dalam-dalam.
Nianna tersenyum melihat tingkah Sayaka yang bergerak gelisah di sebelahnya. Rupanya pemuda itu sedang menanti jawaban dari Nianna. Sayaka terlampau khawatir pada Nianna hingga dia tidak sadar bahwa seharusnya dirinya juga patut untuk dikhawatirkan.
"Iya dimaafin."
Masih dengan senyum yang terukir di wajahnya, Nianna mencoba melihat Sayaka dengan lebih jelas. Sayaka yang tidak siap dengan jawaban Nianna lantas bingung dibuatnya. Pemuda itu kira Nianna akan marah-marah terlebih dahulu kemudia mengeluh panjang lebar mengenai semua kesusahan yang dia hadapi karena Sayaka, tetapi tidak. Nianna memaafkan Sayaka dengan begitu cepat, menumbuhkan bunga bahagia yang mendadak mekar tanpa aba-aba.
"Kita baikan?"
Kalau boleh mengaku, saat ini Sayaka tidak tahu harus bertindak seperti apa. Nianna di hadapannya begitu cantik, padahal jelas sekali kalau gadis itu baru saja bangkit dari kasur dan acara tidur panjangnya. Otak Sayaka yang lamban untuk merespon malah meraih tangan Nianna, kemudian Sayaka tautkan kedua kelingking mereka. Pinky promise - harapan Sayaka agar dia dan Nianna dapat terus berdamai.
"Iyaaaa, kayak anak kecil deh pakai pinky promise." Lagi-lagi Nianna tertawa. Alih-alih melepas kelingking Sayaka yang melingkari jarinya, Nianna memilih untuk memandanginya lekat.
Sayaka yang manis.
Merasa diperhatikan dengan sebegitu intens, Sayaka mencoba memecah keadaan, "Yaudah deh. Mumpung gue baik hari ini, lo mau keluar nggak? Muter-muter mungkin? Makan?"
"IH BAIK BANGET?!" Seru Nianna yang sedikit tidak percaya dengan kebaikan yang disampaikan Sayaka kepadanya.
"Salah?" sinis Sayaka.
"Nggak kok, tapi bisa nggak baiknya sampai besok? Gue hari ini udah janji mau keluar sama temen kak."
Nianna menggeleng - gelengkan kepalanya ketika melihat wajah menyeramkan Sayaka. Bukannya gadis itu ingin meragukan Sayaka, sebab di samping tingkah menyebalkannya, pemuda itu mampu menjadi sosok yang begitu dermawan. Namun, tetap saja Sayaka adalah sosok kedua yang mampu mendidihkan darah Nianna setelah Juna. Jadi ya begitu, Nianna tidak dapat langsung percaya begitu saja.
"Boleh tau nggak namanya siapa?" Sayaka tidak dapat menahan rasa ingin tahunya.
Nianna mengangguk, "Kak Hisyam."
Sekarang masih pukul sembilan lebih delapan menit, masih terlalu pagi bagi Sayaka untuk patah hati. Namun apa boleh dikata, semua sudah terjadi. Lagi-lagi Nianna akan pergi dan Sayaka hanya bisa memandangi. Pemuda itu menyadari, jari - jemarinya mungkin dapat bertaut, tetapi tidak dengan perasaannya.
---
Buat semuanya yang masih setia nunggu aku update, terima kasih banyakkk. Aku bakal berusaha untuk lebih rajin dan lebih baik lagi. Seee youu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
Fanficft. Sunghoon, Yuna Karena pada akhirnya, Nianna akan selalu tahu tentang Sayaka.