Semerbak aroma manis samar tercium, pun dengan wangi lembut bunga melati yang dijadikan sebagai dekorasi dari ruangan serba putih ini. Dua pria muda berdiri disana, dihadapan seorang pastur, menyematkan cincin pada jari satu sama lain. Ikrar pengikat janji cinta mereka baru saja selesai diucapkan. Sang pastur berkata dengan halus, mengizinkan sang mempelai untuk mencium mempelainya. Salah satu pemuda melangkahkan kakinya perlahan, mengikis jarak dengan seseorang yang sudah disahkan berstatus sebagai pasangan hidupnya. Wajahnya maju sedikit, bibirnya bertemu bibir yang lain. Mengecup lembut bibir berisi berbentuk hati tersebut.
Cantik, gumamnya. Sepasang mata yang biasanya tampak menyebalkan itu hari ini memandang teduh sang suami. Kedua netra mereka saling bertemu, menghasilkan sengatan berbeda yang menggelitik. Semburat merah sempurna di wajah yang lebih muda. Entah karena perlakuan sang suami, atau sorak sorai undangan yang datang.
Ia tidak dapat berbohong, pria yang menikahinya memang tampan. Sangat tampan, bahkan. Kulit putih, pipi tirus dengan tulang pipi yang kuat, bibir tipis yang tadi membagi kehangatan, seperti sengatan listrik yang mengejutkan, serta sepasang mata dingin yang menyebalkan....
T—tunggu...
**
Haechan pov
T—Tunggu! I—ini tidak benar, kan?!
Mataku seketika terbuka kala seberkas sinar perlahan merambat melalui sela-sela jendela. Agak silau sejujurnya, karena begitu aku membuka mata, seberkas sinar dari lampu kamar mengejutkanku. Aku terduduk, mengusak mataku dan memandang sekeliling. Memastikan dimana aku berada.
Meja, kasur, lemari, lampu belajar, tumpukan buku, laptop, serta proposal skripsiku...
Aku menghela nafas lega. Aku melirik ke sebelahku dan tidam mendapati siapapun di kamar ini. Rasanya benar-benar lega. Rupanya tadi hanya mimpi. Semalam aku pasti terlalu lelah mengerjakan revisi proposalku sampai dosen muda menyebalkan yang terus menerus menolak skripsiku itu mampir ke dalam mimpiku.
Bagus kalau ia mampir dan memberiku penjelasan mengenai apa saja yang perlu kubenahi dalam draft, atau meloloskan proposalku. Setidaknya aku akan terbangun dengan perasaan luar biasa bahagia dan bersemangat. Tapi mimpi tadi? Oh! Cukup layak untuk kusebut sebagai nightmare.
Aku? Menikah? Dengan dosen menyebalkan itu?
Oh, tidak! Terima kasih! Bisa-bisa aku menua lebih cepat karena menahan emosi terus menerus.
Dering ponselku kemudian memecah konsentrasi. Aku hendak meraih ponselku yang berada di nakas saat suara pintu kamar mandi terbuka, menampilkan sosok yang tadi hadir dalam mimpiku, bertelanjang dada dengan bagian bawah pusar sampai lutut tertutup handuk putih.
S—sebentar....
What the fuck is goin' on?!
"APA YANG Mr. JUNG LAKUKAN DI KAMAR MANDIKU???"
**
Jadi biar Haechan simpulkan apa yang tengah terjadi saat ini. Mimpi malam tadi—ralat—yang tadi malam terlalu nyata untuk sebuah mimpi, ia benar-benar sudah menikah. Pria yang tengah berganti pakaian di walk in closet kamarnya adalah orang yang kini berstatus sebagai suaminya. Biar aku tekankan, SUAMI HAECHAN.
Seo Haechan hanya diam, masih memproses apa yang tengah terjadi. Namun, sedetik kemudian pemuda berparas manis itu tertawa garing. Ia pasti masih bermimpi. Benar, kan? Kadangkala seseorang bisa bermimpi dalam mimpi? Beberapa kali ia menepuk halus pipi tembam miliknya, berusaha meyakinkan diri bahwa ia benar-benar bermimpi. Tapi, melihat sebuah benda berwarna emas melingkari jemari manisnya membuatnya kembali berpikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skripsweet
Fanfiction"Kalau tidak lulus tahun ini aku mau menikah saja!" "Memang ada yang mau?"