01.

102 14 2
                                    

Udara pagi ini terasa berbeda dari pagi sebelumnya. Pagi yang biasanya cerah ditemani kicauan burung kini hanya ada pagi dengan langit dipenuhi awan-awan hitam dan hawa dingin yang terasa begitu menusuk sampai ke tulang-tulang.

"ADEK JAKET JANGAN LUPA DIPAKE!!" teriakkan dari arah dapur ditujukan kepada seorang gadis perawakan mungil yang tengah memakai sepatu diambang pintu rumah.

"TENANG KAK, AKU UDAH PAKE JAKET KOK!"

Tidak ada teriakan lagi setelah itu. Akan tetapi seseorang keluar dari dapur, berjalan menghampiri si gadis yang belum menyelesaikan kegiatannya.

"Dek, sepeda kamu Abang pinjam ya hari ini, boleh?"

Fokus yang lebih muda awalnya untuk mengikat tali sepatu, kini fokus itu teralihkan dan menatap yang lebih tua.

"Eh? Motor kakak kemana emangnya?"

"Masuk bengkel lagi."

Sang adik mengangguk tidak masalah. Namun ada pertanyaan lain yang ia pikirkan sekarang.

"Terus aku ke sekolah naik apa?"

Sang kakak mendekat dan berjongkok disebelah adiknya. Tangan yang lebih tua terangkat mengusap lembut surai panjang itu.

"Bareng Sam sama Bang Jeje dulu, ya?"

Balasan yang didapat malah raut wajah adiknya yang berubah terlihat jengkel, dan perubahan itu tentu membuat kerutan halus pada kening sang kakak.

"Tumben Samudra ikut Bang Jeje? Motor dia kemana?"

Nakala menggidikkan kedua bahu tanda ia tidak tahu.

"Harus banget bareng Sam? Bang Jeje doang bisa gak??" Wajah sang adik cemberut kala menatap laki-laki disampingnya, tatapannya penuh harap.

Pertanyaan itu justru semakin membuat kerutan pada kening sang kakak makin terlihat jelas. Dia merasa heran dengan adiknya yang tumben-tumbenan tidak mau berangkat bareng dengan sepupunya itu. Lagi marahan mungkin?

"Tumben gak mau bareng Sam? Kalian lagi ada problem??" tanya Nakala.

Adiknya, Sewindu, menghela nafas panjang. "Aku lagi kesel sama dia. Pokoknya kalau Sam belum minta maaf juga aku gak mau deket-deket sama dia."

Mendengarnya membuat Nakala terkekeh. Jarang sekali dua sepupu ini ada masalah, biasanya nempel terus kayak perangko.

"Apapun masalahnya harus cepat diselesaikan, ya? Jangan marah lama-lama, gak baik. Kamu hari ini berangkat sama mereka dulu ya. Kalau masih kesal suruh Bang Jeje buat Sam suruh duduk dibelakang dan kamu didepan bareng Bang Jeje."

Hmm, usulan diterima. Pokoknya nanti Sewindu mau minta Bang Jeje atau Jendral, kakak sepupunya itu untuk menyuruh adik laki-lakinya duduk dibelakang. Gak mau tau!

Tin tin tin!

Itu suara klakson mobil Jendral. Sewindu segera menyelesaikan mengikat tali kedua sepatunya. Setelah semuanya beres barulah ia beranjak menghampiri mobil sport didepan pagar pekarangan rumahnya, Nakala mengekor di belakang.

"Gak ada yang ketinggalan kan, Dek?" tanya Nakala memastikan.

"Enggak ada tenang aja."

Sekali lagi Nakala mengusap surai adiknya dengan tambahan Nakala memberi cubitan pada pipi gembul adiknya yang menambah kesan gemas disaat menatap wajah gadis itu.

"Belajar yang rajin, oke? Jangan nakal."

Sewindu mengangguk patuh. "Kakak juga semangat kerja nya. Jangan kecapean, jangan lupa pake jaket, aku gak mau kakak sakit."

Sewindu NakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang