Rasanya yang di dalam diri masih tinggal seorang anak kecil. Tapi hidup cepat sekali membawa ragaku berlari pada angka yang lebih banyak. Rasanya takut.
Usiaku berkurang pada bulan kedua di tahun ini dan kali pertama ulang tahun tanpa kehadiran bapak. Meski ia tak pernah sekali pun mengucapkan kalimat 'selamat ulang tahun' di tahun-tahun sebelumnya, meski ia terkadang lupa dengan tanggal kelahiranku, akan tetapi aku tahu akan satu hal, yaitu— Bapak begitu menyayangiku. Setiap orang tua punya cara sendiri untuk menunjukkan kasih sayang mereka kepada anaknya, bukan?
Teringat semasa Bapak masih hidup. Bapak adalah orang yang paling takut jika membuatku ngambek. Biasanya, kalau Bapak sedang memarahiku karena hal sepele yang bahkan masih bisa dinasehati dengan nada yang sedikit lebih lembut, maka aku akan langsung diam tanpa menjawab ocehan Bapak dan langsung menuju kamar untuk mengurungkan diri.
Sebenarnya aku bukan tipikal orang yang mudah marah hingga terbakar emosi dan mengeluarkan kalimat yang dapat menyakiti hati orang lain. Akan tetapi, aku adalah tipe manusia yang marahnya dengan cara diam, tanpa mengajak orang itu bicara hingga pada waktu tertentu.
Dan jelas, Bapak akan kebingungan jika aku diam seperti itu.
Maka dari itu, setelah aku mau untuk keluar kamar. Bapak akan mendatangimu sambil merayuku dengan iming-iming berjalan-jalan mengelilingi kota lalu membeli kentucky kesukaanku.
Dan hal itu cukup ampuh, untuk membuatku tersenyum kembali dan tak marah lagi.
Pagi itu seperti pagi biasanya, Ibu selalu membangunkanku untuk salat subuh. Sulit bagiku untuk bangun pagi meskipun sudah memasang alarm banyak kali.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu terdengar sayup. Aku membuka mata perlahan lalu bangun dan membuka pintu.
"Selamat ulang tahun anakku," ucap Ibu langsung memelukku, sesekali mencium pipi dan keningku.
Aku tersenyum lebar sembari mengucek mata, "kirain lupa."
"Ibu mana pernah lupa. Subuhan dulu gih!" tukas ibu menuntunku menuju kamar mandi.
Mungkin ini kebiasaan yang tidak patut ditiru. Sebab banyak orang yang bilang 'kalo habis subuhan, jangan tidur lagi, nanti rezekinya dipatok ayam' pernah dengar wejangan tersebut? Nah, aku salah satu dari orang bandel yang tiap hari melakukan hal itu. Entahlah, mungkin karena aku tidak terlalu suka berangkat pagi ke sekolah. Jadi aku memutuskan untuk tidur beberapa saat.
"Kan... Tidur lagi." Ibu memprotes.
"5 menit lagi."
"Ikut Ibu ke pasar gak?"
Aku menggeleng cepat, "enggak, nitip jajan aja." Kemudian, aku tidur kembali.
Alarm yang ku pasang tiap setengah jam sekali dari jam 4 subuh hingga jam 6 pagi, tidak aku hiraukan sama sekali. Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki berjalan menuju kamarku lagi. Tampaknya ibu sudah pulang dari pasar.
"Udah jam 6, cepet mandi." Kini ibu duduk di sisi kasur, sesekali mengelus pelan rambutku.
"Iya," ucapku malas.
Demi apapun, tidur adalah hal yang paling menyenangkan untuk mengatasi apapun. Terutama saat kau bersedih. Hampir 2 bulan setelah kepergiaan Bapak, kini aku sudah mulai merasa hampa. Seperti lagu yang dinyanyikan Roma Irama. Kalau sudah tiada, baru terasa. Kalau kehadirannya sungguh berharga.
Kurang lebih seperti itu liriknya.
Antara Bapak atau Ibu, aku lebih memiliki banyak waktu bersama ibu. Karena saat aku masih sekolah menengah pertama, ibu divonis menderita penyakit diabetes. Maka dari itu, dalam kurun waktu 6 tahun, aku lebih sering menghabiskan waktu bersama ibu daripada bapak. Aku juga kerap memotretnya dengan sengaja, bertujuan supaya aku punya kenangan yang dapat didokumentasikan. Akan tetapi takdir berkata lain, Tuhan justru memanggil bapak terlebih dulu. Bahkan di saat aku belum memiliki persiapan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unlimited Hugs
Romans"Aku lebih suka bertaruh untuk luka yang baru atau dapat bahagia sekalian, dibanding harus membenamkan diri dalam luka dengan kisah yang pernah ada di masa lalu. Hari ini adalah perjalanan dengan isi kemungkinan apapun. Kemarin hanya cerita yang jik...