02. Mie dan Cahaya Senja

1 0 0
                                    

Hari senin, pukul 15.00 saat matahari masih betah bersinar dengan terik pada langit biru tanpa awan membuat siapa saja menjadi tak ingin keluar rumah. Membayangkan suhu panas, debu dan polusi yang berteberan saja sudah sangat mengerikan. Sekarang sudah jam pulang sekolah, seluruh badan Risa terasa begitu berat namun naas ia masih harus duduk menunggu jemputan agar ia bisa pulang.

Setelah lumayan lama menunggu hingga hampir setengah jam lamanya akhirnya Risa memutuskan untuk kembali menuju ruang TU untuk menelpon kembali Pak Joko, orang yang ia gunakan jasanya. "Halo pak. Kok belum sampai sih? Risa capek banget ini. ." Helaan nafas terdengar dari Risa saat mendengar jawaban dari seberang sana.

"Aduh neng, kendaraannya lagi dipake semua ini. Nanti kalau sudah ada kendaraan saya langsung jemput ya."

Risa segera keluar dari ruang staff TU dengan kesal. Kalau tau begini, ia akan berjalan kaki saja daritadi dan pasti sekarang ia telah duduk nyaman di sofa sambil minum es teh buatan mama.

Baru saja Risa melangkahkan kaki menuju gerbang, sebuah suara yang sangat ia kenali memanggil namanya dengan lantang. "WOYY RISAA," disana Reska sedang berjalan menuju Risa dengan tangannya yang membawa buku-buku tebal. Sudah pasti itu adalah buku pelajaran khusus anak-anak yang suka olimpiade.

"Apa si? Mau pulang nih gue" jawab Risa.

"Pasti pak Joko ga jemput kan gara-gara gak ada kendaraan?" tanya Reska. Risa adalah manusia yang tidak akan melewatkan jam pulang, hanya ada satu alasan ketika gadis itu pulang terlambat yaitu ketika tak ada kendaraan yang bisa digunakan oleh pak Joko untuk menjemput dan Reska tentunya sudah hafal akan itu. Enam tahun adalah waktu yang panjang untuk saling mengenal dengan baik antara Risa dan Reska. Iya, mereka mengenal satu sama lain sejak lama. 

Risa menjawab, "Ya begitu. Seperti biasa." Risa menjentikkan jari di depan Reska dan mengacungkan jempol tanda ia benar.

"Mending lo tungguin gue deh. Gue anter pulang nanti kalau ini udah selesai," Reska menunjukkan buku-buku yang ia bawa lalu merangkul Risa bersamanya menuju aula terbuka tempat anak-anak yang selalu mengikuti berbagai olimpiade berkumpul. Aula tempat manusia-manusia yang sangat suka kompetisi dan belajar.

Duduk melihat Reska yang sedang menjelaskan sebuah soal kepada anak-anak lainnya membuat Risa kagum padanya. Bagaimana bisa ada orang yang ahli di bidang akademik sekaligus non-akademik seperti Reska, sebuah talenta yang luar biasa menurut Risa. Sahabatnya sejak kecil itu selalu membuatnya kagum, meski terkadang Risa merasa kesal dengan Reska karena ia terus dibandingkan dengan sahabatnya itu.

Di saat-saat musim ulangan mama Risa akan berkata, "Coba belajar yang bener, liat tuh Reska udah ganteng, pinter, atlit lagi. Gak kayak kamu yang bisanya pukul orang doang."

Biasanya sih Risa akan menjawab begini, "Aku tanding mah. Bukan pukul-pukul orang kayak preman pasar." Meski menyebalkan namun Risa mengerti bahwa mama nya hanya ingin yang terbaik untuk dirinya.

Tak terasa sudah 1 jam Risa menunggu, sekarang pukul 16.40 yang berarti 20 menit lagi sekolah akan dikunci. Reska sudah selesai dan sedang merapikan tasnya. Reska mengkode Risa dengan tangannya, "Ayo."

Mereka berkendara dalam tenang sebelum suara perut Reska mengambil alih perhatian keduanya. Reska memberitau Risa, "Mampir di warung dulu ya. Laper nih gue."\

"Kipar? Lo jadi kipar apaan?" tanya Risa.

"GUE LAPER SA"

"MAU CAPER SAMA SIAPA LO"

"LAPER SA"

"BAPER?"

Reska menghela nafas pelan, pasrah dan sedikit jengah akan Risa yang selalu salah dengar ketika sedang di bonceng. Reska pernah berfikir untuk membawa speaker kecil supaya teman yang ia bonceng ini bisa jelas mendengar dan pasti rencana itu hanya menjadi rencana saja. Reska fokus mengarahkan motor nya menuju sebuah warung kaki lima yang berada di tepian jembatan, tempat langganan hampir semua anak sekolahan karena rasa makanan yang enak, banyak, juga murah dan ramah bagi anak sekolah.

"Lo mau pesen apa sa? Biar gue pesanin," tanya Reska.

Reska melihat menu-menu yang ada, "Gue mi pedes tambah telor setengah mateng sama minumnya sprite aja."

"Oke." 

Tak lama setelah Reska pergi memesan makanan, sekarang ia telah membawa dua mangkok mi pedas beserta dua botol sprite. "Kok lo sok-sok an makan pedes sih? Biasanya juga pesen gado-gado."

Yang Risa tau selama ini adalah Reska tak bisa makan pedas karena setiap kali ia makan makanan pedas maka sahabatnya itu akan langsung jadi penjaga wc.

"Sesekali gue juga pengen makan makanan pedes sa. Gue pengen ngerasaiin makan makanan yang lo suka, meski ga sehat sih."

"Idihh . . ." Risa terbiasa menghadapi Reska yang selalu mengejeknya. 

"Risa. . "

"Perut gue krucuk krucuk,"

Risa yang mendengar perkataan itu langsung mendongak dan menatap kearah lawan bicaranya, "MAMPUS! Sok banget sih," Risa langsung memberi Reska minumannya kare gelas minuman Reska hanya tinggal es batunya saja. Reska itu sok kuat memang.

Reska mengalihkan pandangannya pada cahaya matahari jingga yang terpantul besi jembatan. "Kalau gue menuntaskan kewajiban sambil liat matahari tenggelam kayaknya asik deh."

Risa tak habis pikir dengan Reska, "Idih. . . Jorok banget sih lo! Untung lo lagi sama gue, gak kebayang kalau lo ngedate dan ngomong gini ke gebetan."

"Entar kalau gue pacaran yang jaga lo siapa?" ejek Reska.

"Idih. . . gue dapet emas ya kemaren. Kalau dia udah ada hawa-hawa ga enak ya gue bakal sering jalan-jalan lah." Reska padahal melihat sekilas lebam biru di tangan Risa sejak di sekolah namun ia tetap pura-pura memeriksa tangan dan kepala Risa untuk memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja karena biasanya setelah selesai pertandingan ada saja luka dan lebam pada tubuh Risa akibat keluarganya.

"Lo gaa pengen ngelawan gitu? Setidaknya bilang tentang perasaan lo. Bilang kalau lo lagi sedih, sakit, kecewa biar mereka tau perasaan lo."

"Gak boleh ngelawan orang tua Reska. Nanti jadi anak durhaka terus bakal masuk neraka deh, dibakar di api itu pasti mengerikan banget ga sih?."

Selalu saja jika tentang kehidupan pribadi gadis itu, Reska khawatir dan kesal disaat bersamaan. "Serah lo. Mending kita pulang sekarang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang