26. Supermarket

6 1 0
                                    

Jatuh cinta juga awalnya dari kata temen, kan?

-Line Of Destiny

__________________✧✧__________________

Bab 26

Supermarket

Happy Reading

▽▽▽

Di atas karpet bulu minimalis berwarna abu-abu yang ada di ruang tengah, ketiga cowok itu sama-sama fokus pada play station yang sejak satu jam yang lalu mereka mainkan. Sudah tak terhitung berapa kali mereka mengumpat karena kalah dalam permainan, bahkan Samuel yang jarang bicara pun sudah mengomel sejak tadi.

Ketiganya kini berada di rumah Bian, seperti biasanya. Mereka masih asik bermain hingga salah satu dari mereka melempar stik ps itu karena lagi-lagi dia kalah. Hingga membuat si pemilik langsung memekik dengan kencang.

"PS GUE ANJIR!"

"Halah, rusak ya beli lagi." Balas si pelaku tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Matamu beli lagi, ini aja gue beli pake jerih payah." Omel Bian.

"Alay." Umpat Samuel.

"Dah ah, capek gue." Sahut Eksa yang langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa. Badannya terasa akan remuk sebentar lagi, karena sebelumnya mereka bertiga juga bermain sepak bola di lapangan dekat rumah Bian bersama bocil-bocil komplek di sana. Tentunya itu adalah ide gila dari Abian, tapi mereka cukup terhibur meskipun pada akhirnya tepar juga.

"Akhir-akhir ini lo berdua jadi sering ke rumah gue, gak punya rumah sendiri ya lo?" tanya Bian iseng.

Sebenarnya tidak sepenuhnya iseng, dia hanya menanyakan apakah ada masalah dengan keluarga Samuel atau Eksa secara tidak langsung. Karena dia sendiri juga sudah hafal dengan kelakuan kedua temannya yang akan melarikan diri ke rumahnya jika sedang ada masalah.

"Gak, gue cuma numpang di sana." Jawab Samuel.

"Lo di apain lagi deh?" tanya Eksa penasaran.

"Biasa lah,"

Eksa berdecak karena tak mendapat jawaban yang sesuai dengan harapannya. Dia menatap langit-langit ruang tengah milik Bian. Tanpa sadar helaan napas keluar dari bibirnya, membuat Bian lantas menoleh.

"Lo pada capek gak sih kaya gini terus?" tanya Bian.

Tidak ada yang menjawab. Tapi Bian tau bahwa kedua temannya itu juga memikirkan hal yang sama dengan apa yang dia pikirkan saat ini. Jika ditanya capek atau tidak, jelas mereka akan menjawab capek. Tapi mau bagaimana lagi, takdir mereka sudah seperti ini. Bisa apa mereka selain menerima?

"Gue kangen masa kecil gue dulu." Celetuk Eksa tiba-tiba.

Dalam hati, Bian dan juga Samuel membenarkan ucapan Eksa itu. Bahwa mereka berdua juga sama merindukan masa kecil mereka. Masa dimana mereka belum mengenal masalah, belum paham dengan beratnya jadi orang dewasa. Masa dimana mereka bisa main sepuasnya tanpa harus memikirkan keselamatannya ketika sudah berada di rumah. Atau masa ketika mereka punya banyak mimpi tanpa takut akan gagal karena tuntutan dari orang tua.

Ketiganya sama-sama memiliki beban yang harus mereka tanggung sendirian di atas pundak. Mereka hanya bisa saling menguatkan, karena jika tidak, sudah dapat dipastikan salah satunya akan gugur kapan saja. Mereka, Antariksa, Abian, dan Samuel. Dengan segala permasalahan yang entah kapan akan berakhir.

Line Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang