3. Iri Dengki

7.6K 782 29
                                    

Demi membalaskan dendamnya dengan Elio, Haira memasang topeng paling tebal, dia berusaha terlihat sangat bahagia di resepsi pernikahannya ini. Menggendeng lengan Ezra, berjalan di atas karpet merah menuju sebuah singgasana yang memang dipersiapkan untuknya hari ini. Seharusnya untuknya juga Elio, bukan Ezra, tapi malah Ezra yang dia apit lengannya. Ezra juga tersenyum kaku ke arah orang-orang, dia sendiri tidak tahu harus bersikap bagaimana, karena dia hanya mengikuti apa yang orang tuanya perintahkan, menyelamatkan harkat dan martabat keluarga.

Ezra menoleh dan mendapati senyum palsu Haira, tapi itu lebih baik daripada tangisan wanita itu, seperti saat mereka di kamar tadi. Karena memang Ezra adalah kembaran Elio, jadi orang tua Elio adalah orang tua Ezra, mertua Haira tetap orang yang sama.

Mereka berdua naik kemudian melakukan sesi foto di plaminan, setelah itu mereka berdua harus menyapa para tamu. Mereka yang hadir tidak ada yang berasal dari kalangan sahabat Ezra, karena memang itu adalah pernikahan Elio, Ezra memutuskan tidak mengundang siapa-siapa, takut merepotkan, tapi malah sekarang dia yang repot karena harus menjelaskan pada teman-teman Elio kalau dirinya adalah Ezra.

Elio bersama istrinya, Jharna, menatap kedua mempelai dari salah satu bangku undangan. Pelaminan di pesan hanya untuk satu pasang, jadi benar-benar hanya ada bangku untuk kedua orang tua dan sepasang pengantin.

Lagipula perut Jharna sudah terlihat, terlalu memalukan untuk berada di sana. Alasan kenapa Jharna baru meminta pertanggung jawaban sekarang adalah karena sebenarnya dia siap jika harus membesarkan anaknya sendirian, tapi cukup menyakitkan melihat pria yang seharusnya bertanggung jawab untuk itu malah melangsungkan pernikahan dengan wanita lain. Dia bukan malaikat, dia hanya menusia biasa, dia tidak akan pernah benar-benar ikhlas.

"Kamu menyesal?" tanya Jharna. Dia baru saja menjadi seorang istri, tapi suaminya tidak berhenti menatap kagum ke wanita lain.

"Sangat."

Jharna menghela napas.

"Ezra nggak pantas untuk Haira."

"Memangnya kamu pantas?" tanya Jharna.

"Itu nggak sengaja Jharna!" Elio menatap Jharna dengan pandangan frustasi, dia sendiri tidak ikhlas menjalani semua ini, hanya terpaksa, semuanya sudah terjadi dan memang dia tidak bisa mengulang waktu, sejuta maaf pun rasanya percuma, Haira tidak akan memaafkannya.

Jharna memejamkan matanya, dia bodoh, menyerahkan dirinya pada sosok seperti Elio, sosok yang bahkan ketika dia sudah mengandung anak dari pria itu, dia masih tidak peduli.

Jharna menunduk, tidak ada gunanya juga memaksa, paling tidak kini anaknya akan lahir dengan keberadaan seorang ayah.

Sementara Haira dan Ezra kembali berpose di depan sana, Elio memejamkan matanya saat melihat Ezra memeluk tubuh pacarnya, iya pacarnya karena belum ada kata putus di antara mereka. Mereka masih menjalin hubungan, tapi memang pernikahan mereka dilakukan bersama orang lain.

Bahkan desain kue itu Elio yang memilih, tapi kini Haira memotongnya bersama Ezra, dengan ekspresi bahagia, kemudian saling menyuap potongan ke mulut satu sama lain. Sementara Elio hanya bisa terus-terusan memejamkan mata, menahan segala kekesalan yang menumpuk di hatinya, sungguh saat ini dia ingin menonjok wajah Ezra.

***

Sudah dua jam mereka berdiri, menyambut para tamu dengan senyum lebar, berusaha terlihat sangat bahagia dengan yang mereka jalani saat ini, Ezra merangkulkan tangannya ke pinggang Haira, berusaha menopang tubuh wanita di sebelahnya karena beberapa kali sudah terlihat oleng. Tamu cukup banyak, mereka harus melakukan pelayanan berupa salaman, foto dan video untuk instatory, Ezra sebenarnya tidak paham dengan semua konsep ini, tapi berusaha menjalaninya dengan baik karena ya setidaknya demi orang tuanya. Elio sudah sangat mengecewakan mereka maka Ezra tidak boleh, dia lebih bandal dari Elio, jauh sebelum hari ini dia banyak membuat kedua orang tuanya pusing, untuk permintaan kali ini dia tidak bisa membantah.

"Kita balik ke kamar?" Ezra berbisik.

"Aku udah capek banget sebenarnya." Haira menatap ke arah Ezra, dia juga sudah lelah, andai boleh maka dia setuju untuk kembali ke kamar.

"Ya udah kita balik."

Ezra mengambil keputusan sendiri, dia menggandeng tangan Haira berjalan kembali melewati karpet merah dan melambaikan tangan ke semua orang. Mereka sudah lelah dan memang sudah harus mengistirahatkan diri. Ezra tidak peduli dengan orang lain, Haira memakai heels yang cukup tinggi dan dia kasian melihat wanita itu. Acara memang harus disudahi sekarang.

Ezra tak sungkan membantu memegangkan rok Haira saat wanita itu kesusahan berjalan.

"Cantik sih kayak princess, tapi ribet." Ezra berkata asal, kalau kalian berharap dia adalah pria pendiam nan cool, maka kalian salah, Ezra itu berisik dan memang suka sekali bercanda.

"Namanya juga nikah." Haira menjawab malas, mulanya dia sangat menyukai gaun itu saat mereka fitting waktu itu, tapi kini tidak, moodnya sudah berantakan sejak pagi di hari ini.

Karena mereka meninggalkan lokasi sebelum acara selesai, jadi mau tidak mau semuanya diurus berdua, termasuk soal baju ribet yang dikenakan Haira, hanya Ezra yang bisa diandalkan untuk membantu memegang kain lebar itu.

Keluar dari lift mereka bertemu dengan Elio.

"Capek banget, gendong dong." Haira meminta manja.

Ezra diam sejenak, itu sangat tiba-tiba.

Haira langsung melingkarkan tangannya di leher Ezra, pria itu gerak lambat, maka Haira yang harus bergerak cepat.

Ezra lantas mengangkat tubuh Haira ala bridal style, setelah itu melangkah keluar melewati Elio begitu saja, Elio tahu itu sengaja, tapi sekarang dia tidak punya kuasa untuk menahan itu, kembaran dan pacarnya sudah sah menjadi suami istri, dia hanya harus menahan rasa cemburunya. Dia yakin Haira masih menyimpan perasaan yang sama karena tidak mungkin mudah menyingkirkan perasaan pada hubungan yang sudah dijalani selama dua tahun, mereka hanya sedang berusaha membohongi diri sendiri.

***

Karena seharusnya yang menjadi pengantin bukan Ezra, jadi di kamar pengantin itu tidak ada barang-barang Ezra. Justru barang-barangnya berada di kamar yang kini ditempati Elio dan istrinya. Karena dia butuh baju untuk tidur, maka Ezra mendatangi kamar Elio untuk mengambil kopernya.

Ezra mengetuk pintu kamar tersebut, bukan Elio yang muncul, tapi Jharna.

"Mau ambil koper." Ezra menerangkan maksud dan tujuannya, mereka sama-sama pengantin baru, sama sekali tidak ada niat untuk saling mengganggu.

"Oh, iya sebentar." Jharna masuk ke dalam kemudian kembali ke depan pintu dengan menggeret koper milik Ezra.

"Ini."

Ezra langsung mengambil alih koper tersebut.

"Mau ngapain lo?" Elio muncul dengan beberapa camilan dalam kantung kresek, dia baru kembali selepas tadi bertemu dengan Ezra dan Haira.

"Ngambil koper."

Elio menelan ludahnya, artinya malam ini Ezra akan menghabiskan malam bersama dengan Haira. Elio maju terpat ke hadapan Ezra. "Gue peringatkan, jangan sentuh Haira." Elio mengatakan itu tepat di hadapan Jharna, benar-benar tidak menghargai perasaan wanita itu.

Ezra tersenyum, dia ikut melangkah maju, larangan adalah perintah dan dia adalah satu-satunya manusia yang tidak akan pernah mengindahkan perintah yang diberikan oleh sosok seperti Elio.

"Lo bisa ngehamilin perempuan lain, kenapa gue nggak bisa ngehamilin istri gue sendiri?"

Bungkusan di tangan Elio terjatuh, dia kemudian mendaratkan sebuah pukulan ke pipi Ezra, sudah lama sekali dia menahan diri.

Bukannya marah, Ezra justru tertawa, dia yang salah dia pula yang tidak bisa menerima.

"Gue nggak ada urusan sama lo, gue mau ngehabisin waktu sama istri gue dulu." Ezra menarik kopernya, berjalan melewati Elio.

"Bangsat lo!"

"Anjing teriak anjing lo!" orang-orang yang menempati kamar-kamar di sebelah mereka mungkin terheran-heran. Katakanlah Ezra bangsat, tapi dia tidak pernah menghamili wanita lain sesaat ketika dirinya akan menikah.

***

Elionya emosian, Ezranya songong = berantem tiap hari.

You are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang