Sampai di kamar, Haira terkejut melihat lebam di wajah Ezra, padahal katanya dia keluar sebentar, tapi malah kembali dengan wajah begitu. Haira masih mengenakan gaun pengantinnya, dia butuh bantuan Ezra untuk melepas seluruh pernak-pernik di kepalanya.
"Kenapa?" tanya Haira, karena wajah Ezra sangat mirip dengan Elio, kadang-kadang Haira tidak bisa membohongi dirinya bahwa dia khawatir.
"Ditonjok Elio," aku Ezra. Sekarang baru Haira sadar bahwa sosok di hadapannya bukan Elio, bukan sosok yang selama ini dia dambakan menjadi bagian dari hidupnya.
Haira mendekat dan mengangkat tangannya untuk melihat luka di wajah Ezra. "Sakit?" tanyanya.
Ezra terdiam, bagaimanapun mereka sudah suami istri, agak bahaya jika mereka berpandangan dalam jarak sedekat ini.
"Nggak terlalu."
Haira mengangguk-angguk.
"Dia minta gue buat nggak nidurin lo."
Haira terdiam, ah iya, kalau dipikir-pikir ini adalah malam pertama mereka.
"Egois ya, dia bahkan ngehamilin wanita lain."
Ezra hanya diam, pria memang begitu, kadang mereka tidak bisa menerima kesalahan pasangan mereka, tapi akan sangat marah jika pasangannya yang salah, termasuk Elio dan mungkin juga Ezra.
"Dan begonya aku masih nangisin cowok kayak gitu."
Ezra masih tetap diam, dia sendiri tidak tahu bagaimana harus bersikap di hadapan Haira, mereka suami istri, tapi rasanya sangat awkward karena bukan mereka yang menyiapkan pernikahan ini sebelumnya.
"Gara-gara dia lo jadi nikah sama cowok kayak gue."
Haira menghela napas, gadis itu menjatuhkan diri ke atas kasur.
"Ya paling nggak, nggak malu banget, yang penting jadi nikah."
Ezra ingin tertawa, tapi yang lebih menggelikan dari itu adalah hidupnya sendiri, sekarang dia tidak tahu akan menafkahi Haira dengan cara apa, dia benar-benar pengangguran, sama sekali tidak memiliki penghasilan, kegiatannya hanya rebahan dan bermain game setiap hari, menerima uang jajan lima ratus ribu setiap bulan dari orang tuanya, tidak cukup, tapi Ezra memilih diam, daripada harus melakukan effort lebih. Dia juga sebenarnya tidak memiliki rencana apa pun soal kehidupan, entahlah bagaimana yang akan mereka hadapi kedepannya.
"Bantuin aku buka baju! Aku mau mandi!"
Ezra kontan terkejut mendengar itu. Apa maksudnya? Mereka memang sudah menikah, tapi dia sudah mendapat peringatan dari Elio dan jujur Ezra tidak mau kalau pipi sebelahnya yang masih mulus ikut lebam juga.
Haira menatap wajah Ezra malas, pria itu pasti sedang memikirkan yang tidak-tidak.
"Aku pakai kaus dalam, bantuin buka gaun ini."
Ezra kemudian mengangguk, dia lantas menarik resleting pada gaun pernikahan yang Haira kenakan. Kini wanita itu hanya mengenakan kaus lengan sebahu, dengan celana manset yang cukup ketat, panjangnya hanya sepaha, meski memakai baju dalam tapi tubuh Haira terbentuk dengan sempurna mengenakan pakaian itu.
Melihat itu rasanya Ezra lupa dengan sakit di pipinya, tapi dengan santainya wanita itu malah menyambar handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.
Ezra menunggu dengan sabar, mendudukkan diri di atas kasur, kenapa dia harus menanggung semua ini? Semua kesalahan yang kembarannya lakukan? Menikah saat dirinya belum siap menikah, bahkan harus menikah dengan sosok yang sama sekali tidak pernah Ezra bayangkan sebelumnya.
Sekitar sepuluh menit kemudian Haira keluar dari dalam kamar mandi hanya mengenakan handuk yang membalut tubuhnya, kontan saja itu membuat Ezra terkejut, dia langsung membalik badan, agar tidak melihat Haira.
"Bilang-bilang kek kalau mau keluar dari kamar mandi, gue kan bisa keluar dulu dari sini." Ezra memprotes.
Sementara Haira menatapnya malas. "Aku lupa bawa baju ke kamar mandi!"
Haira langsung sibuk membongkar kopernya, di sana ada baju yang sudah dia persiapkan untuk malam pertama bersama Elio, tapi ternyata gagal, suaminya bukan Elio.
"Menurut kamu, cowok suka nggak yang begini?" Haira mengangkat tinggi-tinggi linggerie yang ada di tangannya.
Ezra menoleh dan semakin terkaget-kaget, dia malu sendiri melihat itu, warnanya merah menyala, seolah menantang Ezra.
"Lo apa-apaan sih!"
"Nanya! Soalnya aku siapin buat malam pertama!"
"Malam pertama kita?" tanya Ezra semakin terheran-heran, rasanya mereka menikah tidak sengaja, tidak perlulah ada malam pertama.
"Ya nggaklah! Aku nggak jadi nikah sama Elio, berarti nggak jadi malam pertama!"
Ezra akhirnya menghela napasnya, sungguh dia belum siap, belum siap dihajar Elio maksudnya kalau sampai melakukan malam pertama dengan Haira.
"Bagus nggak?"
"Gue lebih suka yang konsepnya seragam sekolah sih."
Kini Haira yang membekap mulutnya, wah ternyata imajinasi cowok bisa segila itu.
"Kalau yang bentukannya jaring-jaring semua begitu, kayak nggak bikin penasaran soalnya dalemnya udah keliatan semua. Gue lebih suka yang menantang, apalagi kalau urusan nyobek-nyobek."
Oke! Haira menyesal bertanya pada Ezra, karena cowok yang sebenarnya kelihatan cupu tersebut sepertinya memiliki sejuta pengalaman.
***
Ezra juga akhirnya selesai mandi.
"Sini." Haira melambaikan tangannya meminta Ezra untuk bergabung bersamanya di atas kasur.
Ezra menelan ludahnya dengan susah payah, dia sudah memutuskan tetap di sofa sejak beberapa menit lalu karena memang rencananya dia akan tidur di sofa.
"Aku bantuin obatin lukanya."
Ah, rupanya Ezra salah sangka.
Ezra melangkah kemudian naik ke atas kasur dan duduk di hadapan Haira, Haira mengeluarkan kotak obat dari tasnya dan membawanya ke hadapan Ezra. Wanita itu mengambil kompres instan dari kotak obat miliknya kemudian menempelkannya ke pipi Ezra.
Ezra menatap wanita di hadapannya, kalau sedekat ini ternyata Haira sangat cantik.
"Sakit nggak?"
"Udah nggak terlalu."
Haira menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga, hal itu tidak luput dari pandangan Ezra, kok bisa Elio mengkhianati sosok sebaik wanita di hadapannya ini? Ezra tidak asal menyimpulkan, Haira baik dan cantik.
"Banyak juga tatto kamu."
Ezra memang melepas kausnya beberapa menit lalu karena dia memang terbiasa tidur tanpa mengenakan baju. Ezra mengelus dadanya sendiri, terdapat tatto ular di sana, tidak ada alasannya sebenarnya, karena dia hanya menyukai seni itu saja.
"Gue suka seni."
Haira tahu kalau Elio tidak sama dengan Ezra, Elio tidak suka yang aneh-aneh seperti Ezra, mungkin itu alasan kenapa semula Haira bertemu dengan Elio, bukan Ezra.
"Boleh pegang?" tanya Haira, dia tertarik dengan beberapa corak di atas permukaan kulit Ezra. Wajahnya memang polos, bahkan kalau memakai kemeja batik, Ezra terlihat seperti kepala sekolah, wajahnya polos-polos lugu. Tapi begitu buka baju begini, baru terlihat aura badboynya.
Ezra mengangguk. Haira mengangkat tangannya menyentuh permukaan kulit Ezra, halus sama seperti kulit pada umumnya, Haira juga tidak mengerti kenapa warna-warna itu bisa menempel di sana. Ezra menahan napas saat tangan Haira menyentuh permukaan kulitnya.
Ezra menahan pergelangan tangan Haira. "Gue ngantuk, mau tidur sekarang."
***
Pagi ini update yang ini dulu, semalem lupa soalnya😁😁
Jangan lupa vote & comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
You are My Destiny
Roman d'amourBagaimana jika di hari pernikahanmu datang seorang wanita yang mengaku hamil anak calon suamimu? Itulah yang dialami oleh Haira, tepat di hari yang seharusnya menjadi hari bahagianya datang seorang wanita yang mengaku mengandung anak calon suaminya...