4. Mulai Tertarik

43.5K 4.6K 100
                                    

Awal-awal sih cepet updatenya, nggak tau kalau nanti 😂

***

Getaran pada sebuah ponsel membangunkan tidur Gevan. Dengan mata yang setengah terpejam, dia mulai mematikan alarm-nya. Dia mengerjapkan beberapa kali sebelum bangkit dari tidurnya. Gevan baru sadar jika tengah berada di rumah sakit saat ini.

Perlahan dia bangun untuk melihat kondisi Alif. Anak itu masih tertidur pulas. Beruntung wajahnya tidak lagi pucat seperti semalam. Sepertinya Alif benar-benar kelelahan. Ingatkan Gevan untuk memberikan beberapa vitamin untuk anak itu.

Pandangannya mulai beralih pada wanita yang tertidur di samping ranjang. Gevan tersenyum miring saat melihat Olin yang tengah tidur dengan posisi duduk serta kepala yang bersandar pada ranjang. Jujur saja Gevan sedikit kagum pada Olin yang begitu memperhatikan Alif. Tidak ada hubungan darah di antara mereka tidak membuat Olin bersikap berbeda. Gevan bisa melihat jika wanita itu tulus menyayangi Alif.

"Bangun, Lin." Gevan menepuk pipi Olin. Mereka harus segera pulang sekarang.

Olin membuka matanya dan menatap Gevan terkejut. Namun satu detik kemudian dia tersadar dan mengusap wajahnya kasar.

"Maaf, Om. Harusnya saya yang bangunin."

Gevan menggeleng pelan, "Ayo, kita harus anter Alif pulang."

***

Gevan menatap dua orang di depannya dengan tidak percaya. Sekarang dia tahu kenapa Olin memilih untuk menghindar. Ternyata orang tua Alif benar-benar menyeramkan. Bahkan Olin  memilih untuk bersembunyi di balik punggungnya sedari tadi. Gevan bisa merasakan remasan tangan Olin pada kemejanya.

"Udah deh, Mas. Alif kan udah pulang, ya udah. Apa lagi?"

"Saya cuma mau kalian lebih perhatian sama kesehatan Alif. Jangan terlalu—"

"Iya, makasih sarannya."

"Saya serius, Buk." Gevan mencoba untuk sabar. Kesabarannya benar-benar diuji kali ini.

"Aduh kayak dokter aja deh. Saya perhatiin kesehatan Alif kok."

"Saya memang dokter," jawab Gevan dengan wajah datar.

Olin terkejut mendengar itu. Dari belakang dia mengangguk mengerti. Sekarang dia tahu kenapa Gevan sangat mempedulikan kesehatan Alif.

"Sekali lagi saya tegaskan, Bu. Apa yang Ibu lakukan itu termasuk eksploitasi anak. Kalau saya liat Alif dengan konsidi kayak kemarin lagi, saya bisa laporin Ibu ke polisi."

Gevan berdiri dan menarik lengan Olin untuk ikut berdiri. Saat mendengar ancaman Gevan, Ibu Alif mulai terdiam, tidak lagi membantah.

"Kalau begitu kami permisi."

"Inget, Buk. Ati-ati dilaporin loh," ucap Olin masih berada di belakang Gevan.

"Kamu!" Olin dengan cepat berlari keluar terlebih dahlu. Dia bergidik ngeri melihat Ibu Alif yang selalu menganggapnya sebagai musuh.

"Ayo," ucap Gevan menghampiri Olin.

"Ke mana, Om?" tanya Olin bingung.

"Kamu mau ke mana?"

"Kerja."

"Ke kafe kan? Ayo saya anter."

Olin dengan cepat menggeleng, "Nggak usah, Om. Saya berangkat sendiri aja." Selain tidak enak hati, Olin juga takut jika Tama melihatnya datang bersama sepupunya.

"Kebetulan saya juga mau ke kafe. Sekalian aja."

Olin menggaruk lehernya pelan. Meskipun ragu tapi perlahan dia mengangguk dan mulai masuk ke dalam mobil.

My Sugar Candy (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang