Lula Gelisah

4 4 0
                                    

Instagram: Hendra.putra13

Setelah siap dengan tas di punggung, Lula berderap ke rumah Primus yang bersebelahan dengan rumahnya. Perempuan itu langsung menemukan Primus di teras yang baru saja mengikat tali sepatu lalu sigap menyambut roti berselai kacang yang disodorkannya.

Lula tahu om Bram masih belum datang, perempuan itu juga tahu semenjak ibu Primus meninggal, urusan dapur di kediaman cowok itu sangat terbengkalai. Ayahnya pun tampak seolah tidak peduli juga.

Setelah menyantap sepotong roti itu, mereka berdua berangkat bersama. Primus tak lupa menaruh kunci rumah di tempat biasa. Di bawah keset kaki, bisa saja ayahnya mendadak pulang.

Pagi itu langit yang membungkus kota tampak cerah sekaligus berawan. Lima belas menit kemudian, pengendara motor gede berwarna hitam itu memarkirkan motornya dengan tepat di bawah naungan pohon mangga yang tumbuh di ujung tempat parkiran.

Berjalan berdampingan di koridor, Primus dengan anteng terus merangkul bahu Lula. Ketika ada seorang murid cowok yang mencoba tersenyum pada Lula, Primus bergidik. "Apaan lo liat-liatin Lula?"

Lantas cowok itu pun mengacir ambil langkah seribu. Tidak ingin mencari perkara dengan preman sekolah.

Lula yang ada di sisi cowok itu, berdecak. "Prim, gimana ada yang mau sama gue, kalau dia baru mau nyoba senyumin gue aja udah lo galakin, gitu?"

Primus mengangkat bahu. "Biarin. Biar lo sayangnya sama gue doang. Gue gak mau perhatian lo entar terbagi-bagi."

Lula bergerak lebih cepat ke depan sehingga rangkulan tangan Primus terlepas. "Ah, udah. Gue mau ke kelas duluan,"

Lula menelengkan wajahnya ke samping. "Tuh, anggota geng lo udah mau nyamperin. Dadah, Primus." Lula melambaikan tangan.

Primus sempat-sempatnya menyeletuk. "Lula, kiss bye-nya mana?"

Lula langsung saja mengangkat kepalan tangannya ke udara. "Nih," katanya, sontak membuat Primus tertawa.

Selepas Lula menghilang di hadapannya, Primus beranjak mendekati teman-temannya yang sedang melangkah juga ke arahnya. "Woi, kenapa lo gak tobat-tobat ngelaporin gue berantem ke Lula?" Semprot Primus langsung pada Eros.

Cowok berambut cepak itu menyengir. "Elo mah kalau gak ada Lula, gak akan berhenti berantemnya. Kasian anak orang yang lo hajar, Prim."

Gino tiba-tiba menimpali, "Udah nanti aja bahas fightingnya. Gak bosen? Ini gue lagi bawa berita penting nih!"

Primus dan Eros saling menatap, lalu setelahnya menatap Gino yang tampak serius. Gino mengembuskan napas sebelum menerangkan. "Prim, lo dapat salam nih. Jarang-jarang kan preman sekolah dapat salam? Dari cewek cantik pula!"

Rahang Primus mengeras, "Maksud lo apaan?"

"Iya, lo dapat salam!"

Alis Primus terangkat. "Dari guru BK? Bosen gue."

Gino menggeleng. "Bukan, ini salam cinta cuy!"

Mendadak kening Primus mengernyit. Merasa tak mengerti. Lalu dia kembali mendengar Gino melontar. "Iya, lo dapat salam dari Beby, anak dua belas IPA 5."

"Tuh, anaknya," Gino melirik ke sisi kanan koridor, yang langsung diikuti oleh mata Primus dan Eros. Primus saat ini menyaksikan seorang perempuan berambut panjang yang dikuncir kuda itu tengah tersenyum, lalu cepat-cepat dia mengalihkan pandangan.

"Bilangin, gue udah punya pacar." cetus Primus pada Gino.

Kedua temannya serempak terkejut. "Hah? Siapa Prim?"

Primus tampak berpikir sesaat, lalu melontar asal. "Lula,"

Lagi, kedua temannya menurunkan bahu bersamaan. Gino menyeloroh. "Ya kali. Satu sekolah juga tahu kalau lo sama Lula itu sahabatan."

"Nih gue bilangin ya, Prim." Gino berupaya merangkul bahu Primus. "Sekali-kali bukalah hati lo buat cewek lain. Jangan mikirin berantem mulu."

"Lula juga pasti senang kok kalau lo punya pacar. Emang lo gak tega ngerepotin tuh anak mulu? Kasihan, kan?"

"Mending Lulanya buat gue aja," sambung Gino yang langsung mendapat jepitan leher dari Primus.

"Damai bro! Canda doang! Yuk buru ke kelaslah!"

Primus terdiam di tengah pembicaraan kedua teman baiknya. Dia terpikirkan, apakah benar Lula memang sudah lelah mengurusnya selama ini? Apakah dia mulai harus mengerti dengan keadaan yang ada kalau memang dirinya sering merepotkan sahabatnya itu?

Primus menunduk. Memikirkan.

*****

Di kelas saat jam istirahat, tangan Lula langsung ditarik oleh Siska. Teman sebangkunya. "La, lo tahu kabar gak?"

Kepala Lula termundur. "Kabar?"

"Anak kelas 12 IPA 5 nulis surat cinta buat Primus terus ditempel ke mading." balas Siska.

Lula terkejut. Degup jantungnya mengencang. "Ah, apaan? Serius lo? Kapan?"

Dengan cerewetnya Siska menjelaskan lagi. "Sebenarnya sih gak langsung buat Primus. Tapi di akhir surat itu dia tulis 'untuk yang paling bandel di sekolah ini' siapa lagi kalau bukan buat Primus?"

"Antar gue ke mading!" ucap Lula, yang merasa matanya tiba-tiba pedih.

Sewaktu di mading, Lula mencoba membaca ungkapan cinta dari seseorang yang bernama Beby itu. Lula masih belum mengenal orang itu. Tetapi isi surat itu sangat menjelaskan kalau Beby cinta mati sama cowok yang dimaksudkan.

Terdengar Siska menyeletuk. "Dia mau ngerebut Primus dari lo, La. Tapi caranya sok drama banget."

Lula menyenggol bahu Siksa. "Hush, Primus juga bukan siapa-siapa gue kan?" kata Lula gemetar.

"Iya juga sih, tapi.... gue tetap gak setuju aja kalau Primus sama dia. Gue maunya Primus sama lo!"

Lula berusaha tidak mendengarkan itu. Dia menunduk dan berlalu. Dia terpikirkan Primus. Apakah Primus sudah membaca tulisan tersebut di mading? Apakah Primus akan membalas cinta perempuan itu? Dan sahabatnya itu akan perlahan-lahan pergi meninggalkannya?

****

PS: Mohon vote dan komentarnya ya. Makasih

Surat Dari PrimusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang