7/7

678 140 81
                                    


2. 30 AM

Joanna sedang berada di rumah sakit sekarang. Di ruangan VIP tempat Jeffrey dirawat. Dengan masih memakai pakaian kerja karena dia langsung datang setelah membeli hadiah untuk anak Merida di mall. Kemudian dititipkan pada Millen saja. Sebab Louis tiba-tiba saja menelepon dirinya dan mengatakan jika Jeffrey sedang pingsan dan dirawat di rumah sakit dekat kantor mereka.

"Sebenarnya apa yang kamu makan setiap hari?"

Tanya Joanna ketika menatap Jeffrey. Karena saat ini dia sedang menjaga Jeffrey, sendiri. Sebab Louis juga sedang dirawat di tempat lain. Sedangkan Miranda? Dia sibuk mengurus Juno yang juga dirawat di rumah sakit lain.

Untuk Jessica? Tentu saja dia tidak dikabari, karena takut wanita tua itu semakin sedih dan datang ke Jakarta dari Surabaya sendiri.

Perlahan, Joanna mengusap kepala Jeffrey. Menyentuh rambut lebatnya dengan jari-jari lentiknya sendiri. Sebab dia sudah sedikit melunak saat ini. Apalagi Louis yang mengatakan sendiri jika dia butuh bantuannya untuk menjaga Jeffrey. Sebab Miranda sibuk mengurus si kembar saat ini.

Jika ditanya apa Joanna menyukai Jeffrey? Maka jawabannya iya. Namun tidak sebanyak Jeffrey. Karena Joanna memang masih bisa berpikir logis. Sehingga bisa menahan diri karena tahu posisinya sedang tidak diuntungkan saat ini.

"Joanna---"

Joanna masih belum menarik tangannya. Lalu menatap Jeffrey yang baru saja siuman cukup lama. Lalu membantunya duduk perlahan. Kemudian diberi air mineral yang sejak tadi telah disiapkan.

"Apa yang kamu rasakan sekarang? Kupanggilkan dokter, ya?"

Jeffrey menggeleng pelan. Saat ini dia langsung menggenggam tangan Joanna. Seoalah tidak ingin ditinggal barang sejengkal. Bahkan hanya untuk menekan tombol di atas ranjang.

"Aku sudah biasa seperti ini. Besok pagi juga sudah baikan lagi."

Jeffrey sudah menyunggingkan senyum saat ini. Senang karena Joanna mau datang dan menunggui hingga selarut ini. Bahkan tanpa pulang dan berganti baju sama sekali.

"Sudah sejak kapan kamu mendorkan darah pada Pak Louis? Dia kaya, kenapa juga dia tidak membeli darah yang ada di rumah sakit?"

"Baru-baru ini. Pak Louis sangat selektif. Dia tidak mau menerima darah dari orang yang tidak dikenal baik. Kebetulan sekali golangan darahku dan darahnya sama. Sehingga aku juga harus ikut menyumbangkan darah. Bergantian dengan Harry, Karen dan Kinan."

Sekedar informasi---Harry, Karen dan Kinan adalah asisten pribadi, pengacara pribadi dan sekretaris Louis. Mereka sudah bekerja pada Louis sejak lama sekali. Mereka juga sudah sama-sama menikah dan telah memiliki anak saat ini. Namun masih mau mengabdi karena loyalitas mereka kuat sekali.

"Kamu sudah makan? Pasti belum, ya? Sampai masih pakai baju kerja."

Tanya Jeffrey sembari meraih ponselnya. Sebab dia tahu Joanna memang mudah lapar. Bahkan, dia pernah makan sehari lima kali sangking laparnya.

"Aku sudah makan. Kamu lapar?"

Jeffrey menggeleng pelan. Lalu menatap Joanna yang sedang mengambil alih ponselnya. Kemudian kembali diletakkan di atas nakas.

"Aku tidak lapar. Naik! Ini bisa dipakai dua orang."

Joanna menggeleng pelan. Karena tidak mungkin dia ikut naik ke atas ranjang pasien sekarang. Apa kata orang yang melihat? Apalagi, Jeffrey masih berstatus sebagai suami orang.

"Ya sudah. Kamu naik saja. Aku akan tidur di atas sofa."

"Kalau kamu nekat turun dari ranjang, aku akan pulang!"

Jeffrey akhirnya diam saja. Tidak bergerak dan hanya menggenggam tangan Joanna. Karena tidak ingin ditinggal oleh wanita yang dipuja.

"Jangan. Pulang besok saja. Aku antar."

Joanna diam saja. Saat ini dia hanya menatap Jeffrey cukup lama. Karena dia juga masih bimbang akan perasaannya.

Bimbang akankah ingin lanjut atau tidak. Sebab dia juga memikirkan Miranda dan anaknya. Mengingat mereka juga butuh figur sosok ayah dari Jeffrey juga.

"Jangan bercerai. Kasihan anak-anakmu nanti."

Jeffrey langsung menautkan alisnya. Tidak suka dengan apa yang baru saja Joanna katakan. Sebab dia ingin memperjuangkan Joanna dengan cara memerdekakan diri dari ikatan pernikahan dengan Miranda.

"Kamu tidak berhak mengaturku soal ini. Joanna, aku menginginkanmu. Aku tahu kamu tidak senaif itu sampai-sampai tidak menyedari perasaanku. Aku menyukaimu, mencintaimu dan ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu."

Jeffrey mengecup punggung tangan Joanna. Membuat si pemilik tangan tidak kuasa menolak. Karena dia juga merasakan hal yang sama. Menyukai Jeffrey juga, hingga begitu khawatir ketika mendengarnya terluka.

5. 30 AM

Jeffrey sedang menyetir sekarang. Karena seperti ucapannya, dia memang telah kembali sehat keesokan harinya. Sebab hal seperti ini memang sudah sering terjadi padanya. Sehingga dia hafal siklusnya.

"Kita sarapan nasi uduk saja, ya? Di dekat lampu merah."

Joanna mengangguk singkat. Karena ingin berpisah dengan Jeffrey segera. Sebab dia benar-benar ingin lekas pulang dan mandi secepatnya.

Seperti biasa, Jeffrey selalu menyiapkan berbagai keperluan Joanna tanpa diminta. Seperti ketika makan bubur ayam---karena dia selalu menyiapkan sendok dan garpu agar Joanna bisa mengambil side dish seperti telur puyuh dan tahu dengan mudah. Begitu pula dengan sekarang karena dia sampai berpesan pada si penjual agar nasi uduk Joanna tidak diberi sambal kelapa dan semur kecap, sebab wanitanya tidak suka.

"Ada lagi, Mas?"

"Nasinya jangan terlalu banyak. Sambal setengah sendok saja dan---lauknya dipisah."

"Baik, Mas. Silahkan ditunggu."

Jeffrey mengangguk singkat. Lalu duduk di depan Joanna. Agar dia bisa menatap wanita itu cukup lama.

Joanna tampak lelah. Dia juga masih mengantuk sekarang. Dengan riasan yang sudah hilang dan bibir yang tampak pucat karena tidak memakai pewarna.

Maklum saja, ini karena Joanna asli orang Jawa. Kulitnya juga sawo matang dengan rambut hitam kecoklatan. Sama seperti bola matanya.

Jeffrey dan Joanna tidak memulai pembicaraan hingga makanan tiba. Bahkan sampai makanan mereka tandas dan matahari mulai meninggi sekarang.

"Ayo!"

Seru Jeffrey setelah membayar makanan. Sedangkan Joanna mulai bangun dari duduknya sembari membawa tas dan ponselnya. Karena dia berniat naik taksi sekarang.

"Aku mau baik taksi."

"Jo..."

"Mau sekeras apapun aku mencoba membela diri, ini tetap salah Jeffrey. Kamu masih memiliki anak dan istri. Ayo saling memahami kondisi. Karena aku tidak ingin dicap sebagai perempuan jahat di sini."

Setelah berkata demikian, Joanna langsung pergi. Meninggalkan Jeffrey yang tampak sedih dan diliputi rasa bersalah saat ini. Sebab dia baru menyadari jika nama baik Joanna terancam saat ini.

Kalo jadi Joanna, kalian bakalan kayak gitu juga?

Tbc..

MR. RIGHT [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang