"Lesha, berhenti ya?."
Dalam jarak satu setengah meter Alesha berdiri di depan Albhian.
Gadis itu menatap Albhian dengan tatapan kosong. Badannya bergetar, tangan kanannya menggenggam pisau buah yang mengarah ke lehernya."Lesha? Liat Bhian, ada Bhian disini Lesha gak sendiri."
Bagai angin berlalu, ucapan Albhian bagai terpaan angin yang tak berarti apa apa. Lagi suara itu kembali.
"Kamu membunuhku! Aku mati karena mu! Kau harus mati juga Alesha."
Alesha memejamkan matanya dan makin bergetar hebat, membuat Albhian semakin kalang kabut.
"Lesha? Heii kamu gak pa-pa?."
Albhian maju selangkah dan Alesha mundur dua langkah.
"Su-suaranya berisik." lirihnya dengan suara tertahan menatap Albhian memohon untuk menghilangkan suara itu.
"Suara apa sayang? Kamu dengar apa?" tanya Albhian lembut dan maju selangkah. Gadis itu menggeleng kuat saat suara wanita itu kembali.
"Pembunuh!! Dasar pembunuh!"
Alesha membuka matanya. Wajahnya basah dengan air mata membuat Albhian mengepalkan tanganya kuat. Sama, selalu sama saat keadaan seperti ini dirinya selalu bingung untuk melakukan apa.
"Bhian.. Suaranya.. Berisik." cicitnya pelan. Albhian mencoba tersenyum menenangkan dalam kepanikannya.
"Berisik, ya? Jangan dengerin. Sini Bhian tutup telinganya, biar Lesha gak denger suaranya lagi."
"Bhian sayang Lesha?" tanyanya tiba tiba. Albhian lantas mengangguk cepat.
"Bhian sayang sama Lesha, apapun yang terjadi Bhian akan selalu ada buat Lesha. Lesha percaya kan?." kalimat menenangkan itu selalu sama. lantas Lesha tersenyum dengan wajah datarnya. Albhian maju selangkah perlahan mendekati Lesha yang diam dengan tangan gemetaran yang masih berada di dekat lehernya."Lesha pembunuh Bhian." celetuknya tiba tiba. Bhian menggeleng kecil.
"Lesha bukan pembunuh, Lesha orang baik."
"Tapi Lesha bunuh kak Bianca, kak Bianca marah sama Lesha. Lesha mau minta maaf sama kak Bianca. Lesha mau ketemu kak Bianca." celetuknya panjang lebar.
Albhian mengepalkan tanganya kuat. Tidak boleh. Lesha tidak boleh meningggalkannya barang sedetik pun.
"Gak boleh. Kak Bianca udah tenang disana. Jangan minta maaf, Lesha gak salah."
Alesha berkedip sekali, air matanya meluncur ke lantai, wajahnya berubah semakin menyedihkan. Dan lagi suara itu kembali mengelilingi pikirkan kalutnya.
"Lesha pembunuh! Ikut aku! Kamu harus ikut aku!."
"Kata kak Bianca Lesha harus ikut kak Bianca. Bhian ijinin?" tanyanya meminta pendapat. Albhian menggeleng cepat.
"Jangan. Bhian gak mau sendiri. Bhian butuh Lesha. Jangan tinggalin Bhian."
Keduanya saling memandang dengan sendu. Bhian melangkah perlahan dan kini jaraknya sudah berada di depan Alesha. Albhian menatap dalam mata yang kini menampilkan tatapan bersalah yang amat dalam. Dengan hati hati Albhian mengambil pisau itu di tangan Alesha, memberikan senyum menenangkan dan Alesha melepaskan pisau itu.
Dengan cepat Albhian membuang jauh pisau dapur itu dan merengkuh tubuh Alesha yang kini menangis kuat.
"Jangan pernah berfikir untuk jauhin Bhian barang sedetikpun. Jangan sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBHIAN & ALESHA
Teen FictionBagi Lesha Bhian itu sosok sempurna yang dikirim Tuhan untuknya. Bagi Bhian Lesha itu seperti permata yang harus dijaga, disayangi dan Dicintainya. ** Alesha Chialendreya. Masih terjebak dalam bayangan masa lalu dan kini memiliki penyakit PTSD (P...