Bunyi jam yang berdetak perlahan selaras dengan kecepatan pikiran seorang laki-laki berambut panjang yang kian melambat semakin lama ia mendengarkan penjelasan dari guru lesnya. Terdapat sebuah pulpen berwarna hijau di dalam genggaman laki-laki manis tersebut yang dimainkan terus olehnya untuk meredakan stress. Kepalanya ia tumpu di atas tangan kirinya, berpura-pura mendengarkan eksplanasi gurunya yang suaranya saja bahkan sudah tidak ia hiraukan sedari tadi. Jelas, lelaki itu sudah lelah; otaknya seperti terlalu malas memproses informasi yang diterima.
"Ri? Gantari?" namanya yang dipanggil menyuraikan dirinya dari pikirannya yang sudah menuju ke mana-mana. Sayangnya, tak sedikit pun ke hal yang ia pelajari.
Yang namanya baru saja disebut mengangkat kepalanya untuk meminta gurunya mengulangi pertanyaannya lagi. Guru tersebut, Miss Selvia, tertawa sedikit. "Gantari capek, ya? Kita istirahat 5 menit dulu deh."
Gantari yang mendengar itu menghela nafas lega dan segera meletakan kepalanya di atas meja Miss Selvia guna menghemat energi di dalam tubuhnya yang sudah hampir terkuras habis oleh soal matematika. Tepat ketika ia merasa dapat tenggelam menuju alam tidur, Miss Selvia bertanya kepadanya lagi, "Yan mana, ya, Ri? Jadi dateng gak dia?"
Secarik kekecewaan melintas di dalam dadanya kala ia berpikir Yan ternyata tidak datang ke tempat kursus mereka. Ia menggigit jarinya — kebiasaan yang ia lakukan ketika berhadapan dengan situasi yang di luar harapannya — sambil mengingat pesan yang Yan kirim pada hari saat keduanya berjanji akan belajar bersama. Untungnya, Gantari teringat kembali pernyataan Miss Selvia tentang temannya itu yang sering telat ikut les.
Gatari menjawab, "Aku gatau Yan di mana, tapi dulu Miss pernah bilang dia sering telat."
Wajah gurunya berubah, menandakan bahwa dia ingat. Tak lama setelah itu, pintu ruangan terbuka yang berarti seseorang telah masuk. Benar saja, Yan dengan tote bag hitam di bahunya berjalan tergopoh ke arah meja di pojok ruangan. Tas tersebut diletakkan begitu saja di lantai sebelah mejanya sedangkan pemiliknya memperbaiki topi baretnya yang sedikit miring ke kanan. Dengan kaki panjang yang dibalut jeans high waisted berwarna krem, Yan melangkah ke meja guru yang diposisikan di depan meja-meja murid. Suara klik klak sepatu bot milik Yan mengeras semakin dia dekat dengan meja, dan hal yang sama berlaku bagi jantung Gantari yang terdengar amat kencang. Ia khawatir orang lain di ruangan bisa mendengar betapa keras organ vitalnya tersebut berdegup.
(kalo kalian kesusahan bayangin penampilannya, kalian bisa lihat foto di bawah. outfit yan sama persis kayak gini ↓)
(oke, lanjut)
Disela-sela kekagumannya, Gantari sempat heran mengapa pakaian yang Yan kenakan hanya untuk belajar di kursus sangat modis. Lelaki manis itu pun mengingat kembali fakta bahwa Yan adalah seorang fashionista yang wajib keluar menggunakan pakaian memukau, membuat postur tubuhnya yang sempurna lebih berkilau. Gantari melemaskan ekspresi tegangnya, mencoba menenangkan diri serta jantungnya yang enggan kembali ke denyut normal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zooming Through Your Heart
Fiksi Penggemar─ A Yeonjun x Beomgyu Local Alternate Universe Seorang murid terlambat hadir ke les privatnya lewat aplikasi yang mulai sering digunakan sejak pandemi melanda, ZOOM. Sejak hari itu dan seterusnya, ia harus mempersiapkan hati, juga mentalnya untuk m...