Zelda - two

135 6 0
                                    

Astaga istana ini sangat mengagumkan. Batin Zelda terus berbicara selama ia dan Rebecca memasuki istana. Selama dia berjalan, banyak orang yang dia temui, dan tatapan mereka bervariasi, ada yang terheran, ada yang seperti mencemooh, ada yang senang dan masih banyak lagi.

"Kau ingin berkenalan dengan kakakku? Dia sangat tampan tapi berhati-hati lah karena dia sangat sensitiv." Kata Rebecca yang tiba-tiba menghentikan laju gerakan kakinya.

Zelda berpikir itu ide buruk, karena dia tidak ingin bertemu dengan orang yang melihat penampilannya saat ini. Cukup Rebecca dan para pelayan yang meihatnya. "Mungkin tidak perlu, Becca. Katanya kau ingin minum teh, sebaiknya kita segera menyelesaikannya karena aku harus segera pulang sebelum matahari terbenam."

"Kau bisa menginap disini jika waktunya tidak mencukupi."

"Maafkan aku, aku tidak bisa menginap disini. Kasian ibuku sendirian dirumah." Ujar Zelda sambil menunduk.

Rebecca menghela nafas, kelihatan sekali jika dia kecewa. "Kalau begitu ayo ke kamarku." Dia berjalan mendahului Zelda dan menuju ke tangga yang meliuk-liuk ke atas. "Felin, bawakan 2 cangkir teh dan beberapa kudapan ke kamarku." Katanya saat kami berpapasan di belokan koridor dengan pelayan muda yang cantik.

Saat kami sudah berada di depan pintu besar, Becca mendorong hingga pintu itu terbuka dan apa yang ada didalam membuat Zelda percaya bahwa dia sekarang berada dialam mimpi. Ruangan ini 5× lebih besar dari kamarnya, dan kasurnya yang bertirai dapat menampung hingga 4 orang.

Zelda masih terpana di depan pintu ketika Becca menepuk pundaknya. "Hei kenapa kau malah melamun, ayo masuk lah." Becca lalu menggiring Zelda hingga ke depan pintu balkonnya dan membuka pintu itu, disana sudah tersedia sebuah meja dan 4 buah kursi. "Duduklah, Felin mungkin akan datang sebentar lagi."

"Apa aku boleh berdiri disana? Aku ingin melihat aktivitas dibawah dari atas sini." Tanya Zelda dengan takut sambil menunjuk pembatas balkon.

"Tentu saja boleh, lakukan sesukamu, Zelda. Aku sudah menganggapmu sebagai sahabatku, dan begitupun sebaliknya."

Zelda sangat senang mendengar ucapan Becca, dia segera beranjak menuju pembatas, dan melihat aktivitas yang ada dibawah sana dari atas sini. Lalu tanpa sengaja matanya menangkap sesosok pria tambun yang sangat dikenalnya. "Ayahh!!! " seru Zelda seolah melupakan keberadaan putri Rebecca.

Scheith segera mendongak ke sumber suara, dan menemukan putrinya di balkon Putri Rebecca seorang diri, saat itu juga pikiran Scheith tidak tenang. "Apa yang kau lakukan diatas sana nak? Ayo cepat turun, ayah tidak akan berbicara dengan mu lagi jika kau tidak mau turun." Ancam Scheith yang membuat Zelda terkejut.

Rebecca yang mendengar ucapan pria tua itu, segera ikut menjulurkan kepalanya, menatap kebawah. "Scheith, biarkan dia disini, aku yang menyuruhnya kesini. Kau tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa dengan putrimu." Seru Rebecca dengan nada yang menenangkan.

Seperti terhipnotis, Scheith segera melanjutkan jalannya setelah mengangguk pada Rebecca.

Toktoktok. Pintu kamar Becca diketuk, membuat si empu berjalan menuju pintu besar.

Zelda telah duduk dikursinya, tapi pandangannya terpaku pada balkon yang berada disebelah kiri agak jauh dari balkon kamar Becca. Dia berasumsi bahwa kamar itu milik kakak laki-laki Becca yang sensitiv.

"Bagaimana caranya agar aku dapat menghilangkan sifat mu yang terus-terusan melamun itu?" Ujar Becca lalu menyesap tehnya.

"Maafkan aku putri Rebe-"

"Astaga panggil aku Becca. Aku sudah bilangkan, anggap aku sahabatmu oke? "

"Tapi, kenapa kau ingin bersahabat denganku? Bahkan teman-teman di desaku tidak ingin berteman denganku karena aku jorok dan bau." Kata Zelda, akhirnya dia berhasil mengutarakan hal yang sangat sulit ia ucapkan.

the story of ZeldaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang