Memulai Kembali

10 1 0
                                    

"Kaela...," panggil gadis bermuka pasrah itu dari luar pintu kamar. Ia duduk di depan pintu kamar tersebut, lelah, menunggu sahabatnya yang tak kunjung menjawab.

"Ayo keluar Kae, lo nggak bisa di kamar mulu. Ayo main bareng lagi..."

Meera, namanya. Ia menghela nafasnya berat. Sudah berpuluh-puluh kali ia mengetuk pintu kamar sahabatnya, namun belum juga ada jawaban. Saat ia hendak beranjak pergi, ia mendengar suara pintu perlahan terbuka.

"Iya, iya gue keluar," jawab seorang gadis yang perlahan membuka pintu kamarnya. Mukanya benar-benar hancur, lesuh seperti tidak diberi makan selama setidaknya tiga bulan. Matanya bengkak, entah sudah berapa kali ia pakai untuk menangis. Penampilannya benar-benar seperti orang sedang sakit, sangatlah berantakan. Semua kejelekan itu ia sembunyikan di bawah riasannya. Gadis itu bernama Mikaela Naiaraputri atau lebih dikenal dengan sebutan Kaela. Sudah lama ia tak membuka pintu kamarnya sejak kepergian Kala. Mantan pacarnya. Mata Meera terbuka lebar, kaget dan refleks memeluk Kaela kegirangan, melihat sahabatnya mulai memberanikan diri untuk memulai hidupnya kembali.

"Kaela?! AAAA akhirnya, gue kangen banget sama lo. Semua orang pada kangen sama lo, Kae. Terutama gue, gue kesepian banget sumpah. Tanpa lo, nggak ada lagi yang bisa ague ajak night drive, curhat, dan bercanda."

"Udah berapa kali ya gue ketok pintu lo? Segala alasan udah gue pake buat lo keluar dari penjara kegelapan, alias kamar lo itu. Gue nggak tau lo kenapa hari ini, mungkin semacam dorongan? Tapi pokoknya gue bangga dan seneng banget lo mau keluar."

Kaela tertawa kecil melihat sahabatnya kegirangan seperti bocah SD yang baru dapat tas baru, "Lo kenapa sih? Hahaha. Makasih ya Meer udah tungguin gue."

Kaela menyaku air mata di pipi Meera, "Lo terharu ya? Hahahaha. Ya ampun sampe segitunya. Lebay tau nggak lo? Udah jangan nangis, katanya mau ajak main bareng?"

"Gue? Lebay? Lo udah ngurung diri lo selama 5 bulan, gimana gue ga khawatir? 5 BULAN LOH KAE, bukan 5 hari," tegas Meera.

"Iya, maaf ya Meera sayang. Yuk ah gue laper, udah lama nggak keluar," jawab Kaela enteng.

"Yuk, lu mau makan di mana hari ini? Gue traktir, hari ini khusus gue yang bayar semua," kata Meera sambil merangkul Kaela pergi keluar.

"Bener ya? Oke, hari ini gue akan makan sepuasnya sampe perut gue mau meletus."

Senang akhirnya dapat kembali bersatu, mereka berdua pun pergi keluar untuk mengisi perut mereka.

Hari ini adalah Hari Minggu, hari di mana banyak orang berpergian untuk menghabiskan waktu mereka bersama keluarga, teman, maupun kekasih. Setiap tempat hiburan dipenuhi banyak pengunjung khusus di Hari Minggu. Sama halnya di Jalan Sudirman, yang sedang ramai pengunjung pada Hari Minggu itu.

Setelah memutari Jalan Sudirman selama kurang lebih 10 menit, Kaela dan Meera memutuskan untuk menepi di trotoar terlebih dahulu. Di bawah teriknya matahari saat itu, mereka berdiam.

"Lo mau makan di mana?" tanya Meera sambil mengipas-ngipaskan kertas brosur yang ia dapat.

"Hmm, gue tau satu tempat, bagus. Tapi nggak tau kalo lo bakal suka atau nggak,"

"Ya udah, ke situ aja dulu. Lagian makan di mana aja gue ayok, bebas. Nggak jauh kan?"

"Nggak kok, jalan kaki 7 menit juga sampe. Yuk," jawab Kaela memulai jalan terlebih dahulu.

Tepat 7 menit, seperti yang dikatakan Kaela, mereka pun sampai di tempat tujuan. Skema, namanya. Berada tepat di ujung jalan, bersebelahan dengan toko buku 'Bumi Aksara' dan dekat dengan kosan 'Siregar', lokasinya tidak terlalu ramai menjadikan tempat ini ideal bagi orang-orang yang sedang mencari ketenangan. Tempat makan ini memang mungkin bukan tempat makan terenak yang pernah Kaela kunjungi, juga bukan tempat makan terbagus yang pernah ia kunjungi. Namun di belakang bangunan bernuansa nature modern ini terisi banyak kenangan indah maupun buruk Kaela dan Kala.

"Ini? Skema?" tanya Meera ngos-ngosan.

"Iya, dulu gue sama Kala sering banget ke sini. Kalo ketemuan di sini, nugas di sini, kalo bosen juga ke sini lagi mainnya. Kala juga dulu akrab banget sama pemilik kafe ini, tapi gue nggak tau deh. Makanan di sini enak-enak, tempatnya juga nyaman banget, gue yakin lo bakal suka," jawab Kaela sambil meyakinkan Meera bahwa ini adalah tempat yang cocok untuk mereka.

Meera sudah terlalu lelah untuk pergi memilih tempat makan lain, jadi tanpa pikir panjang ia setuju dengan Kaela untuk makan di situ. Walaupun tujuan awal dari perjalanan ini adalah untuk Kaela melupakan mantannya Kala,

"Ya, ya udah. Udah terlanjur ke sini juga, kalo mau cari tempat lain gue udah nggak kuat, yuk masuk." Mereka berdua pun masuk ke tempat makan tersebut.

"Tringg," bunyi kerincing menandakan ada pelanggan baru. Sesaat Kaela dan Meera masuk ke tempat makan, mereka disambut ramah oleh pemilik tempat makan tersebut yang kebetulan sedang datang berkunjung,

"Halo, selamat datang di Skema! Sebelumnya apa sudah ada reservasi?"

"Belum, langsung makan bisa kan ya? Untuk dua orang," jawab Kaela.
"Bisa, mari ikuti saya," pemilik tempat makan tersebut mengarahkan Kaela dan Meera ke meja mereka.

"Ini menunya. Kalau sudah ingin pesan bisa pencet tombol di sini atau bisa langsung pesan sekarang," jelas pemilik tempat makan sambil memberikan Kaela dan Meera menu.

"Langsung pesen aja kak, satu salmon steak sama matcha latte. Lo apa Meer?" tanya Kaela ke Meera yang bingung karena di matanya semua menu terdengan lezat.

"Uhmm, kayaknya gue club sandwich with grilled chicken aja deh, terus minumnya ice lemon tea satu," jawab Meera sambil mengembalikan menunya.

"Baik, ditunggu sekitar 25 menit ya," jawab pemiliki tempat makan tersebut langsung pergi.

"Kae, sumpah tadi kakaknya ganteng banget ya, mana masih muda. Kayaknya seumuran deh sama kita," ungkap Meera membuka pembicaraan.

"Biasa aja sih menurut gue, kalo nggak salah dia yang punya tempat ini," jawab Kaela sambil memainkan tusuk gigi yang disediakan.

Meera kaget mendengar perkataan sahabatnya tersebut, spontan ia tersedak air putih yang sedang ia minum, "Uhuk! Uhuk! HAH? DEMI APA? Kok lu tau sih? Aduh, udah muda, cakep, kaya juga. Full package banget!"

Kaela menepuk-nepuk belakang Meera pelan, membantunya agar tidak tersedak lagi, "Aduh hati-hati dong kalo lagi minum. Kan tadi gue udah bilang dulu Kala akrab banget sama pemiliknya."

"Kala mulu lo! Udah, lupain Kal-" perkataan Meera terpotong mengingat sahabatnya masih dalam proses pemulihan, takut akan sahabatnya murung lagi.

"Nggak, maksud gue tuh kenapa lo nggak coba hal baru aja...?" tanya Meera hati-hati.

Kaela berhenti sebentar dari permainan tusuk giginya lalu menatap Meera dengan serius, "Gue suka diri gue yang sekarang kok, kenapa hal baru? Kalo lo mau deketin, deketin sendiri. Jangan bawa-bawa gue."

"Lagi pula, gue sekarang cuman mau fokus skripsian biar bisa lulus cepet," tambah Kaela. Wajahnya serius, ia benar-benar sedang tidak mau berurusan dengan lelaki lagi. Ia pernah bersumpah bahwa Kala adalah yang terakhir, yang tidak pernah bisa digantikan.

"Lo loyal banget ya orangnya," kata Meera malas.

"Makasih," wajah seriusnya memudar dan kembali memainkan tusuk gigi. 

How Can I Love the Heartbreak When You're the One I LoveWhere stories live. Discover now