Pertama dan Terakhir

3 1 0
                                    

"Diriring diriring"

Deringan handphone Kaela membuatnya terbangun dari mimpi indahnya.

"Astaga, apa lagi sih ini?" pikir Kaela kesal. Siapa yang berani-beraninya meneleponnya pagi-pagi sekali untuk merusak tidur cantiknya?! Tentu saja tidak ada yang punya nyali sebesar Meera. Hanya dia yang berani menelepon Kaela pagi-pagi sekali meski tahu betapa tidak sukanya Kaela jika ditelepon pagi-pagi. Ingin sekali Kaela mematikan telefon tersebut lalu kembali tidur, namun dengan kelakuan sahabatnya yang tidak sabaran ia tahu ia akan terus menerus diterror jika tidak mengangkat telefon tersebut.

"Hah? Apa?" tanya Kaela masih setengah bangun.

"PAGI! JADI GIMANA KEMAREN? Cerita dong!"

"Jadi...Lu...Telefon gue pagi-pagi banget cuman buat tanya soal kemaren?"

"Pagi-pagi banget dari mana sih? Orang udah jam 7"

"Masih jam tidur gue itu tuh," geram Kaela. Ia sedang berusaha keras untuk tetap sabar dengan Meera.

"Cerita dulu deh. Eh atau gue ke rumah lu ya? Mumpung gue lagi di toko roti nih, lu mau nitip apa?"

"Nggak, nggak usah. Gue mau pergi hari ini."

"WIDIH kemana tuh? Bareng yang kemaren kah?"

"Nggak, gue mau ke Kala."

Nada bicara Meera tiba-tiba berubah, "Mau gue temenin?"

"Nggak perlu Meer. Udah ya, gue mau balik tidur," Kaela langsung menutup teleponnya, tidak membiarkan Meera mengucapkan sepatah kata pun lagi. Ia kembali menutup mata malasnya dan kembali terbang ke alam mimpinya.

Di sisi lain, ada Kenan yang sedang sibuk merapihkan dirinya. Dengan kemeja hitamnya, kira-kira ke mana Kenan akan pergi hari ini? Handphone-nya tiba-tiba berdering, ada panggilan masuk. Ia mengangkat telefon tersebut.

"Jalan yuk hari ini, bareng yang lain juga," ucap Baim di telefon.

"Nggak bisa, gue mau pergi hari ini."

"Kenapa? Kerjaan?"

"Semacam? Mau ketemu temen lama."

"Oh, bagus menjaga sillahturahmi. Oke deh, lu kalo mau ikut kita, ke tempat biasa aja ya," tutur Baim mengakhiri telefon mereka.

Kenan menaruh handphone-nya ke dalam saku. Beberapa jam berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Ia kembali dari toko bunga kemudian langsung pergi ke tempat tujuan aslinya. Tempat di mana ia akan bertemu dengan teman yang sudah lama tak ia hubungi. Pemakaman milik Askala Sakha Taulany. Kala. Ia taruh mawar putih tepat di depan ukiran nama Kala. Air mata perlahan-perlahan mulai membasahi pipinya. Lututnya lemas, ia berlutut lalu mulai dengan bacaan doanya.

"Elu nggak ada angin, nggak ada hujan, nggak ada kabar sama sekali. Gue kira pergi jalan ke tempat yang tenang sebentar, taunya selamanya. Semoga lo bahagia ya di atas sana."

Ia tak kuat melihat pemakaman temannya terlalu lama dan memilih untuk pulang saja. Sela beberapa langkah, datanglah seorang lain. Di hari dan waktu yang sama, ternyata Kaela juga pergi untuk mengunjungi Kala.

"Lho Kenan?"

"Eh Kae, kebetulan ya."

"Hehehe iya, tadi sempet bingung kok ada mawar putih? Siapa yang taro?"

"Hahaha, iya itu tadi aku yang taro."

Suasana tiba-tiba menjadi hening dan canggung. Tidak ada yang tahu harus berbicara apa lagi, hanya suara angin yang terdengar.

"Eum... Kenan," panggil Kaela mencoba untuk memulai pembicaraan.

"Iya?"

"Soal kemaren... Maaf ya kemaren belom sempet jawab pertanyaan lo. Maaf juga ya chatmu belum ada yang aku bales. Kalo boleh jujur, aku belom siap. Kala, he means a lot to me. Susah buat lupain dia begitu aja. Maaf ya..." Matanya tak kuat lagi untuk menahan, ia pun mulai menangis. Setiap mengingat kenangannya bersama Kala, ia akan selalu seperti ini. Melihat Kaela yang mulai menangis, Kenan refleks memeluk Kaela untuk menenangkannya.

"Gapapa Kae, aku tau pasti nggak mudah buat kehilangan orang yang kamu sayang banget secara tiba-tiba."

"Aku kangen Kala, Ken..."

"Aku juga Kae. Aku juga," ucap Kenan sambil mengelus-elus kepala Kaela. Di saat itu juga dia sadar bahwa ia peduli akan Kaela. Namun takdir berkata lain, Kenan hanya bisa menerima nasibnya sebagai orang yang terkena kutukan jomblo. 

How Can I Love the Heartbreak When You're the One I LoveWhere stories live. Discover now