ch. 7

24 9 4
                                    

Dari semua kemungkinan yang ada. Kini armin yakin bahwa dirinya yang sekarang adalah reinkarnasi. Sejak 2 tahun lalu mimpi-mimpi aneh terus mengisi alam bawah sadarnya. Juga ingatan asing yang berdesak-desakan mengisi kepalanya.

Ia tak begitu paham. Melihat potongan-potongan adegan asing itu bagai melihat rekaan trailer sebuah film. Yang anehnya, ada sesuatu baru yang terus muncul tiap kali mimpi juga ingatan asing itu menyapanya.

Ya, armin mendapat petunjuk.

Lelaki berambut kuning cerah itu berdiri di depan sebuah bagan yang tertempel di sisi dinding kamarnya.

Bagan yang sudah ia susun sejak tahun lalu saat ia masih di bangku sekolah menengah atas. Ia membawa bagan tersebut bersama barang-barang lainnya saat ia pindah ke sebuah apartemen untuk mempersingkat jarak kampus.

Armin mengambil spidol di atas mejanya. Tangannya bergerak menuliskan nama Erwin Smith dan anni leonhart di sana.

Anni, Erwin. Kedua sosok itu beberapa kali ia lihat dalam mimpinya juga dalam ingatannya. Dan melihat kedua sosok itu ada di kelasnya membuat hipotesis nya meningkat selangkah lebih maju. Oh ya.. Pastinya Armin kaget bukan kepalang saat melihat dua orang itu. Sangat.

"Apa mereka juga hasil dari reinkarnasi?" Gumamnya bertopang dagu.

"Apa dulu... Kita saling kenal?"

Armin tak yakin.

Ringtone handphone nya berdering, memecah suasana. Armin mengambil benda tipis itu dari sakunya.

Telepon dari teman sefakultas(yang di kantin tadi). Tanpa pikir panjang, Armin mengklik tombol hijau.

"Armin.. Aku membawakan buku sejarah yang kau minta. Maaf tak bisa kuantarkan ke apartemen mu, aku sedang buru-buru. jadi kuserahkan saja ke resepsionis. Jangan lupa untuk mengambilnya. Bye ku tutup ya.."

Telepon terputus.

Armin memasukkan kembali handphone nya ke dalam saku. Dan tanpa pikir panjang berjalan keluar apartemen nya. Tentu saja ia ingin mengambil buku itu.

Armin berlari begitu lift hendak tertutup.

"Tunggu! "

Masih ada harapan untuk ia masuk. Dalam waktu sekejap itu ia berharap orang yang ada di dalam lift mendengarnya dan menahan pintu lift untuknya.

Dan harapannya terkabul.

"Terimakasih" Ucap tulus Armin saat pintu lift di hadapannya kembali terbuka.

Sedetik setelahnya ia di hadapkan oleh sosok baik yang baru saja menahan pintu lift untuknya. Dan sosok itu berhasil membuatnya terpaku.

"Kau... "

.

.

.

Eren dihadapkan dengan lelaki berambut kuning itu. Sosok (yang katanya pintar) yang berpidato saat hari penerimaan mahasiswa baru kemarin.

Saat itu eren hanya melihatnya dari kejauhan. Namun fakta bahwa dengan suaranya saja eren bisa merasakan emosi-emosi aneh dalam dirinya, lantas apa yang akan terjadi saat mereka berhadapan secara langsung?

Eren tentu saja kaget namun bingung. Tidak... Ada perasaan lain yang ia rasakan. Rasanya, tubuhnya ingin bergerak untuk memeluk sosok yang lebih kecil darinya itu.

Seseorang berlari kecil datang memasuki lift dan menanyakan "kau tidak masuk? " Kepada Armin yang masih terpaku di dapan lift.

Sekejap Armin tersadar. "Ah iya.. " Ia berjalan masuk.

Sosok yang baru saja datang itu berdiri di tengah. Diantara Armin dan eren.

Lift terbuka di lantai 2 dan sosok yang berada di tengah itu keluar dari lift. Meninggalkan kedua pemuda itu dalam keheningan.

Tak ada yang membuka suara hingga lift terbuka di lantai 1. Lantai tujuan mereka berdua.

Eren keluar lebih dulu. Pelan-pelan Armin berjalan di belakangnya. Kebetulan tujuan mereka berada di arah yang sama.

Ketika Armin sampai di meja resepsionis, ia merasa harus membuka suara. Ia merasa harus melakukan sesuatu sebelum sosok yang lebih tinggi darinya itu keluar dari gedung apartemen. Sebelum jarak mereka semakin jauh.

Sesuatu dalam pikirannya mendesak untuk diutarakan.

Eren terus berjalan. Ia tahu lelaki itu ada di belakangnya. Kaki jenjangnya seperti memaksanya untuk berhenti berjalan. Tubuhnya memohon untuk berbalik ke belakang. Eren menggertakkan giginya.

"Ada apa denganku? " Pertanyaan itu ia ulang berkali-kali di dalam kepalanya.

Saat ia sadar bahwa lelaki itu berhenti di resepsionis dan tak lagi berada di belakangnya, entah mengapa ada rasa menyesal yang ia rasakan.

'Wajahnya memang tak asing. Tapi faktanya kita memang tidak saling kenal. Bahkan kita baru saja bertemu beberapa menit lalu' Dialog eren sambil terus berjalan. Tujuannya adalah pintu utama gedung itu.

"EREN!!! "

Tiba-tiba jantungnya berdegup. Orang itu memanggilnya. Sosok pintar bernama Armin itu memanggilnya.

Tidak. Bukan karna sosok itu memanggilnya. Namun tentu saja, hal yang membuat eren kaget adalah orang itu_orang yang bernama Armin arlert_itu, tahu namanya.

Eren berbalik, akhirnya.

Lelaki berambut kuning cerah_dengan buku tebal yang diapit di lengannya_itu berjalan mendekat.

Ia tersenyum. Dan senyuman itu berhasil membuat secercah emosi yang tak bisa diutarakan muncul dalam diri eren.

Kesampingakan soal senyuman itu, yang entah apa maksud di baliknya; senyum sopan santun kah? Senyum pamungkas kah?
Fakta bahwa buku tebal yang ia bawa dengan cover logo yang pernah eren lihat di buku sejarah attack on titan yang pernah ia baca (logo prajurit pengintai) _ menjadi hal lain(selain senyuman armin) yang menarik perhatian nya.

"Bukankah itu... "

Armin tahu apa yang eren lihat

"Ah.. Ini" Ia menunjukkan buku itu.

"Ini buku sejarah attack on titan yang katanya paling detail. Kau mau baca juga?"

"Tidak.. Maksudku.. "

"Haha.. Tak apa. Sejarah memang bukan hal yang menarik. Btw kau mau kemana?"

Eren terdiam.

'Dia....aneh....

Tidak. Lebih dari itu.. Sepertinya dia menyembunyikan sesuatu... " Ucap eren dalam hati.

"Aku hanya ingin mencari makan"

"Kau belum makan malam? Padahal sebentar lagi jam sembilan malam loh"

Eren benar-benar harus berpikir dua kali soal mengajak orang ini berbicara. Pasalnya ia harus mencari seluk beluk cowok pintar ini terlebih dahulu. Ya, tentu saja. Ia harus curiga. Mengapa cowok itu tahu namanya? Mengapa ia muncul dalam mimpi dan ingatannya di hari pertama eren melihatnya? Dan mengapa ia terasa sangat..

Sangat apa?

"Bagaimana kalau kita pergi bersama? Kebetulan aku juga belum makan"

'Pergi bersama? '

"Boleh saja... "

Eren memandang buku tebal yang diapit Armin.

"Buku itu terlihat berat. Kau tak berniat menaruhnya terlebih dahulu? "

Armin menggeleng. "Tak apa. Lagipula ada bagusnya kita membacanya bersama kan, eren?"




.
.
.

NB: orang pintar akan selalu menjadi pintar.

Tbc

Syal Merah | Aot | SnkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang