.
.
.
."Serry, ayo turun kita makan malam," Ujar Anya, sang Ibu.
"Iya mah, bentar lagi aku turun," Balas Serry.
Sore itu Serry, Anya, dan Jayanti -Ibu Anya- makan malam seperti biasanya. Hanya saja malam ini ayah Serry tidak berada di rumah karena sedang melakukan perjalanan bisnis untuk satu bulan ke depan.
Nenek Serry sebenarnya tidak tinggal bersama serry dan orang tuanya. Namun dalam dua minggu ke depan, Anya cukup sibuk dengan kegiatan sosialnya bersama organisasi relawan yang diikutinya, sehingga ia meminta tolong pada ibunya untuk menjaga Serry.
"Nak, besok mamah mungkin pulang malam soalnya tempat yang mamah dan tim datengin lumayan jauh dari sini. Jadi habis makan malam sama nenek kamu langsung sikat gigi dan tidur ya, ngga usah nunggu mamah," Ujar Anya.
"Iya mah, tenang aja. Oh iya mah, majalah-majalah anak punyaku dulu ada dimana mah? Aku mau ambil gambar-gambarnya buat dijadiin stiker di jurnal," Tanya gadis yang kini sudah beranjak remaja itu.
"Coba kamu cari di loteng, kayanya mama simpan di sana," ujar Anya.
"oke mah," Serry pun langsung bergegas menuju loteng dan melihat begitu banyak tumpukan kardus di sana. Ia pun mulai mencari hingga tak sadar jam tangannya kini menunjukkan pukul sembilan malam.
"Nah, ini dia," ujar Serry.
Namun pandangannya seketika mengarah pada tumpukan buku di kardus yang berada di sampingnya. Beberapa buku yang ada disana bertuliskan nama ibunya. Buku itu tampak seperti buku dairy.
Serry mengambil salah satunya karena penasaran. Ia membuka buku itu dan membaca sepintas halaman depannya. 'Milik Zefanya' begitu tulisan yang tertera di muka buku itu.
"Serry kamu belum selesai nyari? Ayo cepet turun sudah malam," ujar Anya dari bawah.
Serry mengiyakan perkataan ibunya lalu turun dengan kardus berisi majalah-majalah dan salah satu buku harian ibunya yang ia selipkan diantara tumpukan buku lainnya.
Serry menutup pintu kamarnya, menguncinya dan membaringkan tubuhnya di ranjang empuknya.
Ia mulai membaca buku harian milik ibunya itu.
***
Senin, 5 September 1994
Aku berlarian menuru halte bis pagi ini. Betapa bodohnya aku yang lupa mengatur alarm hingga bangun kesiangan hari ini. Ayah sudah berangkat lebih dulu untuk bekerja, jadi terpaksa aku dan Aji, adikku, harus berangkat dengan bus. Namun Aji menaiki bus dengan jurusan yang berbeda denganku.
"Pak... Pak... Tunggu dulu buka pintunya pak, saya mau naik," aku berlarian mengejar bus yang baru saja bergerak ketika aku tiba di halte. Sial padahal hari ini ada ulangan matematika.
Aku menggedor-gedor badan bus hingga menimbulkan suara yang cukup kencang. Sudahlah, tidak apa telat sesekali, guru pasti akan memaklumi.
Namun tiba-tiba saja bus itu berhenti. Tanpa pikir panjang aku langsung berlari dan masuk ke dalam bus.
"Makasih, Pak," ujarku.
"Makasih sama temanmu yang dibelakang itu yang udah nyuruh bapak berhenti," ujar pak supir.
Aku melihat satu persatu penumpang di sana. Siapa teman yang sudah membantuku? Apakah laki-laki yang berseragam sama denganku itu?
Aku mencari tempat duduk sambil memperhatikan tanda nama yang digunakan laki-laki yang sedang fokus memandang ke luar jendela itu.
'Sean River A.'. Jadi dia Sean yang selama ini banyak dibicarakan tanpa aku benar-benar tahu wajahnya itu.
Menarik sekali, kenapa ia mau menolongku? Apa dia memang sebaik ini pada semua orang?
☁️
☁️
Hai semuanya. Selamat datang di cerita pertamaku.
Maaf banget kalau ceritanya mungkun nggak sebagus yabg diharapkan.Mohon dukungannya semua!
KhamsahamnidaaSalam dari kdrama lover yang mencoba jadi penulis💛
Disclaimer! Terinspirasi dari kdrama 2521
KAMU SEDANG MEMBACA
OCEANS
Teen Fiction"Laut dan semua kenanganmu, bagaimana aku bisa lupa? Bagaimana bisa aku relakan? Laut, bisakah kau kembali? Aku dan airku kehilangan muaranya" Serry tidak sengaja menemukan buku harian sang ibu. Di dalamnya penuh dengan tulisan tangan ibunya yang m...