Kala itu, Akashi Seijuurou baru saja memasuki usia remaja. Empat belas tahun merupakan masa-masa penat permulaan masuk SMA.
Seijuurou, sudah didoktrin menjadi pewaris mutlak usai keluar dari taman kanak-kanak. Dan satu bulan usai ia berulang tahun ke delapan, Tetsuya lahir. Bocah lamban yang sangat berbanding terbalik dengannya, sehingga mau tak mau masa depan semakin ditumpukan kepadanya karena ia satu-satunya harapan.
Dahulu Seijuurou pernah punya pikiran kecil menganai pemberontakan remaja, tetapi terbiasa hidup terstruktur menjadikan ia sulit melanggar hal-hal tabu dan begitu kedua orangtuanya tak mungkin lagi menuntut ini, itu. Seijuurou mau tak mau berubah, entah menjadi lebih hidup atau belenggu itu masih tersisa.
Sedewasa apapun si Sulung Akashi saat itu, ia masihlah remaja empat belas tahun. Bocah yang masih perlu berkembang dan mencari jati diri. Dia tentu bisa marah, emosi pertama yang ditunjukkannya ialah saat pertama memasuki jenjang SMA. Meski baru setengah tahun menjadi bocah kelas sepuluh, Seijuurou sudah ditunjuk menjadi Presiden Dewan Mahasiswa.
Suatu petang muncul desas-desus mengenai Akashi Seijuurou, sebenarnya ini hanya berkisar drama murahan anak sekolahan, di mana senior yang merasa lebih superior menjatuhkannya dengan gosip-gosip buruk, bahkan mengungkit-ungkit kecelakaan orang tuanya. Mungkin, itu kali pertama Akashi melayangkan tinju hingga hidung lawannya patah. Ia pulang dengan keringat dingin dan tubuh tak berhenti bergetar.
Memasuki ruang tengah, mainan plastik berikut beberapa isi snack, susu tumpah, dan beberapa benda milik anak-anak berhamburan di lantai. Seijuurou bahkan tak pernah menemukan rumah sekacau ini sebelumnya, meski adiknya gemar menggeledah barang.
Kekesalan memuncak. Tangan terkepal erat saat pelaku tengah menyudutkan diri di sisi dinding dengan punggung menghadap Seijuurou, sehingga ia tak bisa melihat dengan jelas mimik seperti apa yang dibuat adiknya.
"Tetsuya, apa yang kau lakukan?!" Bocah yang ditanya bergeming, sedangkan sang kakak memungut salah satu mainan dan meremasnya.
"Tetsuya, kau tahu Nii-san lelah, 'kan?"
Tetsuya berbalik tampak mengeratkan pelukan pada mobil-mobilan.
"Sei-nii tidak sayang Tetsuya."
Seijuurou mengurut kening. "Aku mengirim semua maid dan butler ke luar rumah. Tak ada yang bisa membereskan kekacauan ini selain aku. Kau pikir berapa banyak yang kukorbankan untuk memilih hidup berdua saja denganmu, huh? Dari mana letak tidak pedulinya?"
Tetsuya mengangkat kepala, menatap sang kakak dengan mata berair. "Sei-nii tidak sayang Tetsuya," ulangnya diringi suara tangis memenuhi ruangan.
Bak di lempar minyak, kemarahannya menjadi-jadi, bahkan tangan Seijuurou secara liar terangkat. Namun, tiba-tiba di antara riak tangis itu sang adik kembali membuka suara.
"Tetsuya tidak mau sendiri," ucapnya diiringi dengan sesegukan.
"Kaa-san pergi."
"Otou-san pergi."
"Sei-nii pergi juga."
Seketika segudang rasa bersalah memenuhi dada Seijuurou. Ia terlalu terlena dengan kata 'kebebasan'. Melihat tangis sang adik semakin menjadi-jadi, ditariknya Tetsuya ke dalam pelukan.
"Maafkan, Nii-san."
Tangis bocah lima tahun itu semakin keras, tetapi ketakutan yang dialaminya berangsur-angsur mereda.
"Nii-san sayang Tetsuya, mengerti? Tidak perlu membuat rumah bak kapal pecah untuk mendapat perhatianku. Aku akan mengurangi kegiatan non akademik, lalu menyisikan banyak waktu untuk Tetsuya. Lagipula Tetsuya 'kan sudah sekolah, Tetsuya harus mencari banyak-banyak teman agar tidak merasa sendirian."
Tetsuya mengangguk-angguk. "Tapi Tetsuya pulang cepat-ia mengangkat jari-jarinya untuk mulai menghitung-satu, dua, Uh ... Di sekolah delapan, pulang sepuluh. Jadi, dua, lalu ..." Ia mendongk ke arah Seijuurou dengan wajah yang masih berair, kemudian mengangkat telapak tangan. "Sei-nii di sekolah banyak." Terselip nada rengekan di sana.
Meski penjelasan sang adik kelewat abstrak ia memahaminya sambil tersenyum tipis. "Karena Nii-san sudah besar, jadi waktu yang dihabiskan di sekolah lebih banyak. Bagaimana kalau mulai besok Tetsuya tinggal di sekolah lebih lama?"
Tetsuya menggeleng tampak cemas. "Semua pulang. Tetsuya tidak mau sendiri."
Seijuurou memutar mata, seingatnya jasa penitipan murid di Taman Kanak-kanak Teikou tidak terlalu sepi sebab ia sudah berkali-kali mendapati tawaran itu, lantaran sang pemilik tahu masalah keluarganya. Hanya saja, Seijuurou terlalu curiga dengan pemuda sebaya bersurai navy yang tampangnya bodoh dan sesekali tampak menjaga bocah-bocah di Taman Kanak-kanak. Padahal wajahnya sama sekali tidak menunjukkan kesan ramah. Namun, ia tak punya pilihan lain. []
Update: April 8, 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Aléatoire
Fanfiction[Cover] Art by: 阿慧纸 || yigetukeng on Neka Edit by: earlsulung on Canva [Blurb] Cerita ini aku dedikasikan untuk para penggemar AkaKuro, yakni kumpulan drabble dengan satu latar belakang tanpa konflik berat. Hanya sekelumit kehidupan Seijuurou sebaga...