Pagi ini sekolah tidak terlihat seperti biasa, entah kenapa lorong-lorong sekolah terlihat lebih panjang dan jauh, hanya ada suara gemercik air hujan dari luar dan langkah kaki yang terdengar menggema.
Han Jisung mengusap-ngusap tangannya yang cukup dingin, hawa terasa tidak begitu baik begitu ia merasakan angin yang membelai.
Kalau dipikir-pikir, kondisi sekolah gelap dan sepi, matahari yang sembunyi di balik awan cukup berimbas pada suasana kelas.
Yang baru ia sadari, ternyata suasana cukup mencekam. Lirik kanan kiri, sepi. Lihat ke depan matanya disambut oleh lorong kosong yang gelap.
Ini seolah mendukung dan mengejek seberapa penakutnya ia.
Satu belaian angin berhembus mengenai tengkuk, Han dibuat bergidik, tangannya refleks mengusap tengkuk belakangnya. Dengan kondisi seperti ini, entah kenapa Han jadi takut dengan suara langkah kakinya sendiri.
“Ah udahlah! Cepet aja pergi ke ke kelas.” Monolog, Han. Mencoba menepis pikiran yang mulai merambah ke arah negatif.
Ia seketika merutuki dirinya yang datang terlalu pagi, yah salahkan ayahnya yang harus berangkat lebih pagi dari biasanya karena harus ke luar kota.
Pria itu terus berjalan, sambil memegangi tasnya sesekali meremat tas gendong yang ia bawa. “Ini beneran cuma gue yang baru dateng, nih?”
Memandangi ke sekitar dengan gugup, Han menelan ludahnya berat, langkahnya melambat dan matanya mulai ragu, ada segenap rasa tidak nyaman ketika pemuda itu melihat sebuah lorong yang terlihat paling gelap.
Sebuah pertanyaa timbul, apakah ia harus lanjut berjalan? Atau mengikuti naluri cemennya untuk kembali ke area luar sekolah, yang setidaknya memiliki kesan tidak terlalu buruk dan dengan pencahayaan lebih baik.
Tapi mungkin ia harus merelakan tubuhnya kedinginan dan basah.
Setelah beberapa saat bergelut dengan pikirannya, akhirnya pria itu lebih memilih melanjutkan langkahnya. ‘Gak papa, cuma segini doang.’ batin pemuda itu, berusaha menguatkan dirinya sendiri.
Terhitung ada dua lorong lagi yang harus ia lewati untuk menuju kelas, termasuk lorong yang menjadi jalur kelas 3-1 dan kelas 3-2 ini.
Sedikit ketakutan ia bawa dalam setiap langkahnya, seiring dengan suara langkah kakinya yang terdengar lebih menyeramkan, Han memfokuskan pandangannya ke depan dengan mata yang gelisah.
Tangannya meremat tas dengan kuat.
Jantungnya mulai berdetak tak karuan, berimbas pada pernapasannya yang mulai tersengal udara terasa pekat, membuat Han sedikit menahan napasnya entah karena alasan apa.
Dan pria itu merasa ada hal yang aneh, semakin cepat ia berjalan semakin jauh pula panjang lorong yang ia rasa, ini terasa berjalan di atas sebuah treadmill, tidak jarak yang ia tempuh dengan berarti.
‘Shit! Ini kenapa dah?’
Oke! Kali ini Han benar-benar ingin berlari, tapi kendali atas tubuhnya menolak, terlalu kaku untuk itu.
Han menolah ke belakang berharap mendapati presensi seseorang, akan tetapi itu hanya menjadi angan, yang ia dapat hanyalah kekosongan.
Setelah beberapa menit, pria itu akhirnya bernapas lega ketika melihat kelasnya sudah terlihat, dengan sedikit usaha lebih, akhirnya pemuda itu sampai di kelasnya dengan selamat.
Namun, ada yang menghentikan langkahnya di depan pintu, Han terlonjak sembari memegangi dadanya. Han kira dirinya lah yang pertama datang, tapi ternyata seorang pria yang duduk dengan wajah tenggelam pada lipatan tangan di meja mematahkan dugaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Friend [Lee Know, Lee Felix]
FanfictionFelix hanya ingin hidup damai, tidak ingin melihat apa yang seharusnya tidak ia ia lihat. Hanya sebatas menjadi bayangan sudah cukup bagi Felix, tapi entah apa rencana Tuhan, hidupnya seolah tidak diijinkan untuk tenang. Kehadiran Lee Minho dalam hi...