Without explaining

2.9K 359 5
                                    

Nyaman nya.

Alodya membaringkan badannya di atas kasur sembari kedua tangan nya, memegang perut nya yang terasa begitu perih.

"Nona, maaf sebelumnya boleh saya masuk." Riana meminta ijin terlebih dahulu pada Alodya yang sekarang sudah ada di dalam kamar.

Alodya berusaha duduk di atas kasur. "Masuk." Setelah mendengar balasan dari Nona nya, Riana membuka pintu sembari mengambil air hangat yang di minta oleh Nona nya.

Alodya menerima pesanan nya itu. Lalu, dia menyuruh Riana untuk keluar dan tidak boleh masuk ke kamar sebelum dia yang menyuruh nya.

"Maaf sebelumnya Nona, bukan saya lancang namun, sepertinya Nona sedang tidak enak badan." Riana bertanya, karena dia melihat tadi sekilas pelipis Nona nya mengeluarkan keringat dan wajah Nona nya terlihat pucat. "Nona, jika ada yang sakit bisa memberitahu saya. Atau saya panggilkan tabib, yah Nona untuk memeriksa keadaan Nona."

Alodya termenung, ia merasa asing dengan keadaan ini. "Tidak, sekarang kamu keluar. Saya, hanya butuh istirahat." Putus Alodya,

"Baik Nona, saya permisi. Tapi, jika Nona sakit dan butuh apapun tinggal teriak nama saya. Saya ada di luar pintu kamar Nona." Beritahu Riana, yang sedikit enggan untuk meninggalkan Nona nya. Namun, dia juga tidak bisa memaksa.

Alodya menatap gelas yang sedang ia pegang, dia meminum air hangat itu. Lalu, ia kemudian berbaring kembali.

"Jangan aneh." Lirih Alodya, sebelum dia menutup kedua matanya sembari meringkuk merasakan sakit di perut nya.

Kedua tirai matanya mengerjap, saat pening yang begitu hebat mendera pada kepalanya. Dia melirik kejendela yang tampaknya dia tertidur lumayan lama.

'Sudah petang ternyata.'

"Riana, masuk." Alodya mencoba memanggil Riana, dia ingat bahwa wanita tadi bilang akan menunggunya di depan pintu.

Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok perempuan dengan pakaian pelayan dari keluarga Duke Kaighar.

"Iya, Nona." Balas Riana yang sudah ada dihadapannya dengan menundukkan kepalanya.

"Makan malam apakah sebentar lagi?" Tanya Alodya sedikit memastikan. Perutnya benar-benar ingin di isi dengan makanan meski sekarang sudah lumayan membaik tapi sakit kepala nya masih mendera.

"Iya, Nona. Makan malam sebentar lagi siap. Dan tadi ada kepala pelayan yang memberitahukan bahwa Nona segera bersiap-siap untuk pergi ke ruang makan." Jelas Riana.

Alodya hanya mengangguk, lalu dia menyuruh Riana untuk mengambil air hangat untuk ia minum kembali.

Setelah kepergian Riana, Alodya pergi ke ruang mandi untuk mencuci mukanya agar lebih segar.

Setelah semua siap. Alodya sekarang berjalan menuju ruang makan dengan mengikuti seorang pelayan istana yang membimbing nya menuju ruang makan, dan di ikuti Riana yang tepat beberapa langkah di belakangnya.

Saat menginjak ruang makan Istana milik Putera Mahkota, ia begitu terkesima dengan segala hidangan yang disiapkan di atas meja makan. Perutnya memberontak, dia merasa sedikit mual melihat banyak sekali makanan yang tersedia.

Dia, bukannya tidak senang. Hanya saja, ini sedikit aneh. Memangnya siapa yang akan menghabiskan seluruh makanan itu.

Alodya berjalan menuju kursi yang akan ia duduki. Dia duduk tepat disamping kursi tengah yang sepertinya sebagai tempat duduk pemilik tuan rumah, ah bukan rumah tapi Istana.

Kret!

Alodya menatap pria yang baru saja menarik kursi dan mendudukinya, ia tersenyum.

"Selamat malam, Yang Mulia." Alodya tersenyum kecil, setelah mengucapkan hal tersebut.

Antagonis Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang