Tiga

23 4 0
                                    

Ini hari selasa. Berjalan seperti biasa, aku menjalani sekolahku tanpa ada rasa lelah berlebihan seperti kemarin. Aku juga tidak pernah memimpikan perempuan itu lagi. Perempuan yang hanya kukenal suaranya dari mimpi tanpa tau mukanya.

"Bin!" Panggil temanku dari pintu kelas. Itu Seungkwan. Aku mengalihkan pandanganku kearah Seungkwan.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Ntar matpel kimia, mau bolos ga?" Ajak Seungkwan, dengan muka tanpa beban. Aku menatap Seungkwan heran, hampir di setiap pelajaran ia mengajakku bolos. Walaupun begitu nilainya tetap bagus.

Aku berpikir sejenak. Aku memang ingin bolos untuk menghindari pelajaran kimia, tapi di sisi lain aku juga takut.

"Oke gue ikut bolos. Tapi gue mau tidur di uks aja. Ngantuk." Ucapku, menyetujui ajakan Seungkwan. Ini hanya sekali kan, jadi tidak apa-apa.

Sesampainya di uks, aku langsung merebahkan diriku ke atas kasur. Tidak begigu empuk, tapi sama nyamannya dengan kasurku di rumah.

"Buset, langsung bunyi tuh tulang." Ucap Seungkwan. Aku hanya tertawa menanggapinya. Memang, seperti itu, setiap selesai pelajaran olahraga punggungku pastk akan selalu berbunyi.

"Eh, ntar kalo ada apa-apa bangunin gue ya, gue mau tidur." Pintaku. Tanpa menunggu jawaban Seungkwan, ternyata diriku sudah lebih dulu masuk ke alam bawah sadarku.

Hitam. Semua hitam, sebelum akhirnya mataku terbuka perlahan. Aku berusaha mendudukan diriku.

"Dimana?" Tanyaku entah pada siapa. Taman bermain? Ini mimpi? Terakhir aku ingat, aku sedang tidur di uks.

"Bin! Kamu ngapain bengong." Panggil seseorang. Suara yabg sama seperti kemarin. Aku menengok ke arah kiriku, seorang gadis dengan surai hitam panjangnya membelakangiku.

Tanpa sadar, kakiku perlahan berjalan ke arahnya. "Siapa?" Tanyaku pelan. Gadis itu mulai membalikan pandangannya ke arahku. Tidak, pandanganlu tidak begitu jelas. Aku hanya melihat senyumannya saja.

"Bin! Kamu kenapa?" Tanyanya lagi. Langkahnya semakin mendekat padaku. Siapa? Kamu siapa? Cepat tunjukan wajahmu. Aku penasaran.
"Bin!" Panggilnya lagi. Aku berusaha mendekatinya lebih, siapa wanita ini, kenapa dia selalu muncul di mimpiku.

"BIN!" Mataku terbuka kaget. Masih dengan keadaan berbaring, aku masih dengan keadaan tidur, dan masih berada di uks.
Aku mendudukan diriku di ranjang uks, "Kenapa? Ini udah jam berapa ya?" Tanyaku pada Seungkwan. Mukanya pucat pasi, ada apa? Apakah masalah? Ah, pasti ketahuan guru.
"Ini udah pulang Bin! Lu tidur kayak orang mati asli! Gue udah bangunin pas mapel kimia selesai tapi lu gabangun-bangun! Lu gapapa kan Bin?!" Ujar Seungkwan, terlihat jelas rasa panik dan khawatir sedang bersarang di benaknya sekarang.

Aku diam, masih bingung dengan ucapan Seungkwan.
"Gue? Tidur sampe jam pulang sekolah?" Tanyaku masih tidak yakin.
"Iya!" Ucap Seungkwan dengan sedikit teriakan. Aku masih berusaha mencerna, "Sama persis seperti kejadian minggu kemarin."

Benar saja, saat aku keluar dari uks, sekolah sudah sepi. Hanya ada beberapa anak yang sedang menunggu jemputan. "Ya udah, makasih ya. Gue pulang dulu." Pamitku pada Seungkwan.

•••

Di jalan pulang, kepalaku terasa sangat pusing. Seakan ingin pecah rasanya, tapi aku tidak sakit. Aku memutuskan untuk menghentikan motorku di sebuah halte bus dekat sekolah.

Aku terus memegangi kepalaku, rasa pusingnya tidak mau hilang.

"Moonbin!" Sapa seseorang. Tunggu! Suaranya sama seperti yang ada di mimpiku. Aku ingin melihatnya, tapi kepalaku seakan tidak mau diajak bekerja sama, aku sudah mencoba mendongakan kepalaku berkali-kali tapi rasanya sakit sekali.

"Bin? Kamu gapapa?" Ucapnya lagi. Tapi, kali ini aku bisa melihat mukanya. Itu Dahyun, dia menundukan dirinya ke depan mukaku yang sedang menunduk.
"Oh, lu. Baru pulang? Lama juga. Bentar, bukannya sekolah lu gabolehin pulang lebih dari jam pulang sekolah?" Tanyaku bingung. Aku berusaha mendongakan kepalaku kali ini, tidak ingin Dahyun terus menunduk seperti itu.

Dahyun menggeleng, "Tapi kalo urusan ekskul itu boleh." Ucapnya dengan senyum.
"Ooh." Ucapku sedikit gugup. Apaan? Aku gugup? Engga banget. Aku tidak mungkin gugup hanya karena senyumnya kan. Aneh. Tapi kalau boleh jujur, senyumannya lumayan manis.
"Oh doang? Ga ada yang lain? Hehe." Aku menatap Dahyun bingung. Apa? Yang lain? Aku tidak mengerti.
"Apa?" Tanyaku bingung.
"Kasih gue tumpangan gratis dong." Aku merubah wajahku menjadi datar setelah mendengar jawaban Dahyun. Wanita ini, memang berbeda. Senyumnya tadi itu ternyata tidak tulus, tapi ada maunya juga.

Aku menghela nafasku. "Ga." Ucapku datar, lalu menaiki motorku, bersiap untuk pergi.
"BIN! Ayolah, masa lu tega banget ninggalin gue sendiri kayak gini." Rengek Dahyun. Aku menatapnya aneh, dia kan bisa pulang dengan temannya yang lain. Kenapa harus memilih pulang sendiri.
"Ga. Tumpangan gue ga gratis." Ucapku, kakiku sudah siap ingin menancapkan gas motorku, lalu pergi dari sini.
"Bin! Please! Yaa!" Rengek Dahyun lagi.

Aku jadi tidak tega melihatnya. Mau berapa kali pun aku tolak, Dahyun tidak akan berhenti merengek kan. "Oke boleh, tapi setiap lu liat papan nama jalan, lu kasih gue sepuluh ribu." Ucapku dengan senyum jahil.
"Ga ikhlas. Dasar cowok, ya udah iya dah ah. Gue naik yaa?" Tanyanya, saat sudah menaiki motorku. Itu memaksa namanya. Aku hanya bisa menatap jengkel Dahyun dari kaca, lalu menancapkan gas dengan cepat, karena ini sudah sore.

•••

"Bin, itu tato lu beneran?" Aku menatap malas Dahyun. Selama perjalanan ini ia sama sekali tidak bisa berhenti bertanya, tentang lukaku lah, kenapa aku baru pulang, dan lainnya.

"Bukan." Jawabku singkat. Aku tidak terbiasa mengobrol saat perjalanan, setiap mengobrol aku selalu kehilangan fokus.
"Bukan apanya?!" Tanyanya lagi. Aku menghela nafasku lagi.
"Dahyun. Lu mau gue anter ke rumah apa mau gue turunin di sini?" Ucapku geram, dia tidak lihat apa aku sedang fokus dengan motorku? Harus sabar.
"Iya maaf." Ucapnya, dan setelah itu tidak ada suara lagi yang keluar dari mulutnya.

Tunggu, Dahyun tidak marah kan? Aku harap tidak. Aku tidak bisa melihat jelas mukanya, karena ia memakai masker. Tapi aku menyuruhnya diam  agar aku bisa cepat mengantarkan Dahyun ke rumahnya kok.

In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang