3. Lah, Kok Curhat?

1 0 0
                                    

Eyyooo,,, ketemu lagi kita

Happy reading bestii<3

🍁🍁🍁

Seorang lelaki berjalan menaiki tangga ke lantai 2. Ia mengenakan kemeja lengan panjang berwarna navy serta celana panjang berwarna mocca. Ditambah sebuah topi hitam yang bertengger manis di kepalanya. Lengan bajunya dilipat sehingga menampakkan arloji berwarna silver yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sepatu sneakersnya sesekali berdecit di lantai. Di punggungnya tersampir ransel. Seperti itulah penampilan lelaki itu di setiap harinya. Tak jarang, banyak pasang mata kaum hawa yang enggan berpaling darinya.

Kini lelaki itu tiba di depan sebuah ruangan lalu mengetuk pintu. Sayup-sayup terdengar suara sahutan dari dalam. Lelaki itu lantas membuka pintu dan segera menyapa si pemilik suara tadi.

"Selamat pagi, Prof." Sapa lelaki itu.

"Oh, iya. Pagi juga Davin. Duduk, duduk." Pinta seorang pria paruh baya yang dipanggil Profesor oleh lelaki yang bernama Davin.

Ya, dialah Profesor Tansu. Sementara lelaki tadi adalah Davinda Reeyanka alias Davin.

Profesor Tansu meletakkan kembali buku yang ia pegang di rak yang berada di samping meja kerjanya. Ia lantas berjalan menuju sofa yang berada di dekat pintu, lalu duduk di sofa kecil di samping Davin.

"Begini, Davin. Beberapa hari lalu rekan saya, Pak Marno meminta saya untuk membimbing mahasiswanya secara langsung. Beliau adalah dosen dari universitas sebelah. Saya pun sudah menyetujuinya karena saya pikir pekan ini schedule saya gak padat. Eh, ternyata saya punya agenda penting hari ini. Saya lupa. Maklumlah, Vin. Saya ini udah tua, usia saya udah mau kepala 6. Tapi kata istri saya, saya seperti orang yang berusia 40an. Saya sebenarnya mau protes, eh malah dipelototin sama istri saya. Jadi saya diam aja. Gak jadi protes. Istri saya tuh galak-galak gemesin loh, Vin." Ujar Profesor Tansu panjang lebar dan udah melebar kemana-mana pembahasannya.

"Lah, kok curhat? Ah, udah biasa." Batin Davin.

"Oh, gitu ya, Prof. Tapi sebenarnya ucapan istri profesor itu benar kok, Prof." Sahut Davin. "Profesor memang terlihat jauh lebih muda dari usia Profesor." Lanjutnya.

"Kamu bisa aja, Vin."

"Bener kok, Prof."

"Kamu jangan ikut-ikutan seperti istri saya. Istri saya ngomong kayak gitu karena ada maunya. Mujinya gak dari hati. Udah tau saya kebiasaannya wanita." Kata Profesor Tansu tanpa menyadari mereka sudah jauh dari pembahasan utamanya.

Profesor Tansu. Pribadinya unik. Uniknya itu ya seperti yang terjadi sekarang. Kalau lagi berbicara dengan mahasiswanya, yang dibicarakan bisa melebar kemana-mana. Terlebih jika berbicara dengan Davin. Semua masalah yang ia alami sepertinya sudah dihapal oleh Davin. Bahkan masalah rumah tangganya seperti kegalauannya karena dicuekin istrinya.

Tapi bukan berarti Profesor Tansu tidak pernah serius. Ia sama seperti dosen-dosen lainnya. Ia adalah orang yang tegas dan disiplin. Usianya tak menutup kewibawaannya. Mahasiswa yang tidak akrab dengannya akan merasa bahwa ia killer. Padahal, ia amat sangat ramah.

Davin terkekeh mendengar perkataan Profesor Tansu. Maniknya memperhatikan pria paruh baya itu sedang menyeruput segelas kopi hitam.

Dari raut wajah Profesor Tansu, Davin bisa menebak bahwa kali ini setelah menyeruput kopi hitamnya, Profesor Tansu akan kembali ke pembahasan utamanya.

Setelah kopi hitamnya habis tak tersisa, Profesor Tansu meletakkan gelas kosong itu di atas meja. Lalu menatap Davin. Mungkin saja sudah mulai serius.

"Kamu tahu, Davin. Dari usia saya belasan tahun, saya sudah sering minum kopi hitam seperti ini. Rasanya enak banget, Vin. Kalo saya habis minum kopi hitam, rasanya sangat rileks. Seketika masalah yang sedang saya hadapi seolah tertelan sekalian dengan kopi hitam ini. Makanya kenapa sampe dengan sekarang saya selalu minum dan nyari kopi hitam."

Davin menggeleng pelan sembari tersenyum tipis. Ternyata tebakannya salah. Davin tidak bisa membiarkan ini terjadi. Dalam 20 menit kedepan, Davin ada mata kuliah. Ia tak bisa berlama-lama mendengarkan obrolan random Profesor Tansu.

"Ohya, Prof. Bagaimana kelanjutan tentang rekan Profesor?"

"Oh iya, Vin. Saya hampir lupa." Profesor Tansu menepuk jidat. "Begini, Vin. Sebenarnya, saya sudah lupa apa yang saya katakan diawal tadi. Rekan saya yang mana, ya?"

"Pak Marno, Prof." Ujar Davin sembari tersenyum pasrah.

"Oh, iya. Saya ingat. Begini, Davin. Beberapa hari lalu rekan saya, Pak Marno meminta saya untuk membimbing mahasiswanya secara langsung. Saya pun sudah menyetujuinya karena saya pikir pekan ini schedule saya gak padat. Eh, ternyata saya punya agenda penting hari ini." Tutur Profesor Tansu.

Mendengar perkataan Profesor Tansu membuat Davin was-was. Pasalnya, perkataan Profesor Tansu barusan adalah kata-katanya diawal tadi.

"Alamak, bakal diulang berapa kali lagi kata-kata ini?"

"Saya minta sama kamu, Vin. Kamu yang gantiin saya untuk membimbing mahasiswa ini. Bagaimana, Vin?"

Davin terlonjak. Meski ia sudah lama menjadi asisten Profesor Tansu, tetapi ia belum pernah menggantikan Profesor Tansu untuk membimbing mahasiswa.

"Tapi, Prof. Saya..."

"Saya percaya sama kamu, Vin. Kamu pasti bisa. Jangan pesimis. Lagi pula, mahasiswa yang akan kamu bimbing itu mahasiswa S1, kamu pasti bisa."

"Tapi, Prof. Saya tidak yakin dengan kemampuan saya, Prof."

"Itu karena kamu belum mencobanya, Vin. Sudahlah. Usai kelas, kamu temui saya di sini. Oke, Vin?"

Melihat Davin yang masih diam mematung membuat Profesor meraih tangan kanannya sembari menyalami Davin.

"Sudah sepakat kita, Vin. Hehehe." Cengir Profesor Tansu layaknya sedang salaman dengan kawan lama.

Sementara Davin, ia tak dapat berbuat banyak. Ia tak ada pilihan selain menyetujui permintaan Profesor unik ini.

🍁🍁🍁

Usai kelas Davin terburu-buru menuju ruangan Profesor Tansu. Saat sedang menerima materi di kelas, ponselnya sesekali bergetar karena panggilan telepon dari profesor Tansu. Bahkan saking terburu-burunya, Davin tidak menyadari Rasya yang sedang memanggilnya. Yang ia pikirkan adalah tiba di ruangan Profesor Tansu secepatnya.

Ia semakin mempercepat langkahnya lagi ketika ruangan profesor Tansu sudah di depan mata. Segera ia mengetuk pintu tiga kali lalu membukanya.

Ia membelalakkan matanya saat mendapati ruangan itu kosong. Ia kebingungan lalu meraih ponselnya berniat hendak menelepon Profesor Tansu namun urung. Ia terlalu letih, napasnya ngos-ngosan. Bagaimana tidak, untuk bisa sampai ke ruangan ini ia harus melewati tangga manual dua kali, plus dengan langkah yang cepat.

Detik berikutnya, Davin menjatuhkan bokongnya di sofa bersamaan dengan datangnya Profesor Tansu bersama seorang mahasiswi.

Davin berdiri secepat kilat. Matanya tertuju pada mahasiswi yang berada di samping Profesor Tansu. Tatapannya seolah berbicara bahwa ia tidak menginginkan keberadaan mahasiswi itu. Aksi Davin tersebut membuat Profesor Tansu keheranan. Perlahan Profesor Tansu mendekat lalu berbisik.

"Vin, saya tahu cewek ini cantik. Tapi kamu jangan malu-maluin dong. Udah biasa aja, kayak gak pernah ngeliat cewek cantik aja." Celetuk Profesor Tansu.

Davin masih tidak menggubris, ia masih berdiri mematung di tempatnya. Sampai akhirnya, mahasiswi itu yang menyapanya lebih dulu.

"Hai."

🍁🍁🍁

Kamu kenapa Davin? Sampe segitunya bnget ngeliatin tuh cewek😅. Tuh kan, diledekin deh sama Profesor Tansu😅

Ngomong² soal Profesor Tansu, kalian suka gk kalo dapet guru/dosen kayak gini? Pasti suka lah ya, seru soalnya😅

Eh btw part ini kepanjangan ya, emm gpp kali ya. Semoga kalian tetap suka.

Jgn lupa vomentnya ya bestii⭐ Thank youu<3

See on the next part

Lea Dan Jalan Kenanga(n)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang