4. Pertemuan

2 0 0
                                    

Ada yg bisa tebak gk siapa cewek itu? Emm langsung baca aja deh biar ga penasaran, hehe.

Happy reading bestii<3

🍁🍁🍁

"Hai." Sapa mahasiswi itu.

Davin masih saja belum merespon. Ingin rasanya ia menyeret gadis itu keluar dari sana. Sementara si gadis terus menampilkan senyum manisnya meskipun tatapan dingin dan menusuk dari Davin masih tercetak jelas di wajahnya.

Untung saja Profesor Tansu tidak sempat melihat ekspresi wajahnya saat ini. Sebab setelah meledek Davin yang diam terpaku di tempatnya, Profesor Tansu berjalan menuju meja kerjanya sambil tertawa kecil. Jika tidak, bisa jadi Profesor Tansu akan menghadiahkan sebelah kepalan tangannya di jidat Davin.

Gadis itu berjalan anggun melewati Davin dan duduk di sofa.

"Duduklah, Vin. Saya mau ngenalin kamu sama cewek ini. Duduk, duduk." Pinta Profesor Tansu lalu duduk di sofa tepat berada di samping gadis anggun tadi.

Davin duduk tanpa protes.

"Kenalin, Vin. Ini Shenni ponakan saya. Kamu kenal gak?"

Alih-alih menjawab pertanyaan Profesor Tansu, justru Davin balik bertanya. "Apakah dia mahasiswa yang akan menjadi bimbingan Anda profesor?"

"Bukan, bukan. Dia ke sini katanya mau... em, mau apa Shen?" Tanya Profesor Tansu.

"Tadinya aku mau ketemu sama kakak senior aku. Tapi kakak seniorku udah pulang, jadi aku mutusin mampir ke tempat paman aja." Ujar Shenni berdalih.

Nyatanya, ia hanya ingin bertemu dengan Davin. Kalau bukan karena usahanya menguping pembicaraan Lea dan Tania di kantin, mana tahu Shenni kalau Davin adalah asisten pamannya.

Profesor Tansu mengangguk pelan. Sementara Davin masih dengan ekspresi datarnya. Ia tahu Shenni berdalih. Tujuan utamanya adalah mencari-cari perhatian Davin. Jangan tanya mengapa asumsi Davin seperti itu. Itu bukan kali pertama Shenni mencari-cari perhatian Davin.

Ini kali pertama Shenni datang ke tempat Profesor Tansu. Biasanya ia acuh tak acuh terhadap pamannya itu. Hanya karena Davin, kebiasaannya menjadi berubah.

Profesor Tansu melirik arlojinya. Lalu memandang Davin. "Kok lama ya, Vin."

"Kalian lagi nunggu siapa?" Tanya Shenni seenak jidat.

"Kamu pulang aja dulu ya, Shen. Paman lagi sibuk, sebentar lagi akan ada tamu." Bujuk Profesor Tansu.

Shenni terlihat cemberut. "Kok gitu sih, aku kan masih pengen di sini." Rengeknya manja membuat Davin semakin mual.

"Kapan-kapan lagi deh kamu ke sini, ya. Ayo, paman antar." Seru Profesor Tansu sembari menarik pelan pergelangan tangan Shenni.

Seperginya Shenni dan Profesor Tansu, Davin mengusap pelan wajahnya. Untung saja Profesor Tansu sudah membawa Shenni keluar. Jika tidak, bisa-bisa Davin muntah di ruangan Profesor Tansu. Davin sangat tidak suka dengan sikap Shenni. Bagaimana tidak, Shenni terus menggodanya. Berbagai cara ia lakukan agar mendapatkan perhatian Davin. Lebih parahnya, Shenni rela dirinya terancam maut dan berujung di atas ranjang rumah sakit demi mendapatkan perhatian Davin.

Disaat Davin sedang berusaha berdamai dengan emosinya, terdengar ketukan di daun pintu yang sedikit terbuka. Dengan malas Davin beranjak.

Sungguh tidak pernah ia duga ia akan melihat wajah itu lagi. Gadis itu, gadis yang mengetuk pintu tadi membuat jantung Davin berdegup kencang dari biasanya. Ia menjadi tidak fokus, pikirannya kembali membawanya bertamasya pada kejadian 1 tahun silam.

Ya, sudah setahun lebih. Ini pertama kalinya ia melihat wajah itu lagi setelah kejadian kala itu. Ia sungguh tidak tahu bagaimana cara menghadapi situasi canggung ini.

Kembali ditatapnya manik cokelat milik gadis itu. Ada perasaan rindu dan juga rasa bersalah yang muncul bersamaan dalam hatinya. Lalu, bagaimana dengan gadis itu? Ia terlihat sangat netral. Seolah-olah tidak ada kisah yang terjadi antara mereka.

"Hai." Sapa gadis itu memecah keheningan yang tercipta.

Lagi dan lagi Davin bungkam. Perasaannya semakin tidak karuan. Suara gadis itu mampu meredam sedikit kerinduannya yang telah menyerobot hatinya selama setahun. Namun, sikap yang ditunjukkan gadis itu membuat hatinya gundah.

Lambaian lembut di depan wajahnya membuyarkan lamunan Davin. Manik cokelat milik gadis itu tertuju padanya. Air muka gadis itu terlihat bingung karena Davin yang masih terus mematung di tempatnya.

Segera Davin menggeleng kecil, lalu tersenyum simpul. Dalam hatinya, ia juga harus bisa bersikap netral seperti gadis itu.

"Hai, mau ketemu Profesor Tansu?" Tanyanya sebisa mungkin.

"Iya, Profesornya ada?"

"Kenapa dia begitu tenang? Sementara aku sangat susah payah untuk menstabilkan perasaanku. Apa dia benar-benar telah melupakanku?"

Alih-alih menjawab pertanyaan itu, Davin mengajak gadis itu masuk dan membiarkan pintu terbuka lebar.

Davin mengekori gadis itu menuju sofa. "Kenapa kamu bersikap seperti ini, Lea?"

Ya, gadis itu adalah Adlea Nadira. Gadis yang sangat dicintainya kini berada tepat di hadapannya setelah setahun lebih mereka memutuskan hubungan. Perasaan bersalah terus menggerogoti jiwa dan pikirannya. Ingin rasanya Davin menjelaskan hal yang sebenarnya dibalik keputusan yang ia ambil. Tetapi, saat ini bukanlah waktu yang tepat.

Namun, akankah Lea masih peduli dengan penjelasannya? Sementara sikap Lea setenang ini.

"Profesor ada di mana?"

"Beliau keluar sebentar. Mungkin be..."

"Davin! Ada tamu ya?" Suara Profesor Tansu menyela ucapan Davin dari kejauhan.

Lea melongok dari dalam ruangan. Netranya mendapati Profesor Tansu yang berjalan mendekat.

"Oh, ini tamu saya ya. Adlea Nadira?" Ujar Profesor Tansu setelah tiba di ruangannya.

Lea mengangguk kecil sembari tersenyum. Senyum yang mampu membuat hati Davin terpincut. Tanpa sadar, seulas senyum samar-samar terpatri di bibirnya.

🍁🍁🍁

Akhirnya ketemu Davin & Lea.
Jangan lupa vomentnya⭐bestii<3
Tengkyuuu.

See u on the next part

Lea Dan Jalan Kenanga(n)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang