1. Kedai Kopi Tania

3 1 0
                                    

Seorang perempuan berpakaian long tunik berwarna lilac serta pashmina putih melangkahkan kakinya memasuki sebuah kedai kopi yang selalu ramai pengunjung. Kedai kopi itu tidak pernah sepi pengunjung, karena selain menikmati kopi, pengunjung juga disuguhkan dengan ruangan kecil yang dipenuhi dengan rak buku, dilengkapi tempat untuk membaca. Di ruang baca yang dilindungi kaca transparan, pengunjung membaca sambil lesehan di atas karpet beludru biru.

Adlea Nadira. Perempuan yang biasa disapa Lea itu akan menemui sahabatnya. Tania namanya, yang notabenenya adalah pemilik cofee book itu. Biasanya, Tania berada di ruangan pribadinya. Oleh karena itu, Lea segera menuju ruangan Tania.

Lea melangkahkan kakinya masuk ke dalam cafe. Di sebelah kirinya, Ia disapa oleh seorang karyawan kafe dari balik meja kasir. Ia pun membalas sapaan itu dengan senyum manisnya.

Lea terus berjalan menuju ruangan Tania yang berada di depan sana. Di sebelah kanannya merupakan tempat para pengunjung. Ia berjalan santai dan mengabaikan tatapan para pengunjung yang sedang menikmati menu makanan pesanan mereka.

Lea pun tiba di depan ruangan Tania yang bersebelahan dengan ruang baca. Iapun segera membuka pintu ruangan Tania dan mendapati Tania bersama seorang lelaki sedang berbincang-bincang. Lea berniat untuk menutup pintu kembali tetapi urung, karena ternyata Tania telah menyadari keberadaannya lalu memanggilnya.

"Sini, Le." Panggil Tania.

Lea masuk dan menghampiri Tania.

"Ada apa, Le? Tumben ke sini gak ngabarin?" Tanya Tania heran. Pasalnya, Lea sering menghubunginya lebih dulu jika akan mampir ke tempatnya.

"Nanti aja aku jelasin." Bisik Lea.

Tania baru sadar mereka sekarang sedang tidak berdua, rupanya itu yang membuat Lea terlihat seperi orang kalem, padahal tingkahnya bobrok.

"Oh, iya. Le, kenalin ini temanku. Adri." Ujar Tania. "Dri, kenalin ini Lea."

"Hai, Lea." Sapa Adri. Lea pun melakukan hal yang sama.

"Kalau gitu aku pamit ya, Tan. Ku kabari nanti hasilnya."

"Oke, makasi ya, Dri." Ucap Tania.

Seperginya Adri, Tania menanyakan maksud Lea datang ke tempatnya. Biasanya Lea akan mengabarinya kalau akan datang ke tempatnya, tetapi tidak dengan hari ini.

"Ada apa, Le? Tumben ke sini gak ngabarin aku." Tania mengulang pertanyaannya.

"Mau curhat."

"Kamu pikir aku mamah dede?"

"Emang iya."

"Untung temanku yang modelannya kayak kamu cuman satu ya, coba kalau banyak. Mampus aku." Celetuk Tania.

"Berarti itu anugrah buat kamu, Tan. Seharusnya kamu bersyukur punya temen sepertiku."

"Iyain aja deh, biar cepet." Ujar Tania. "Kita ke sana yuk."

"Ke mana?"

"Ruang baca."

"Ngapain?"

"Di sana lebih pas buat dengerin curhatanmu. Ayo." Ajak Tania lagi. Lea pun menuruti.

Mereka duduk sambil lesehan di atas karpet beludru biru yang ada di ruang baca. Mereka duduk sambil membelakangi rak buku berukuran mini. Di hadapan mereka ada meja yang juga berukuran mini. Tadi saat keluar ruangannya, Tania memanggil seorang karyawannya dan memesan dua gelas cappucino dingin.

"Kamu mau curhat soal apa, Le? Soal masa depan atau masa lalu, nih?"

"Masa depanlah, ngapain ngobrolin soal masa lalu." Sahut Lea.

Seorang pelayan laki-laki masuk membawa 2 gelas cappucino dingin pesanan Tania. Setelah selesai meletakkan 2 gelas cappucino dingin di meja, pelayan itu segera beranjak meninggalkan Tania dan Lea.

Seperginya si pelayan, Lea langsung menyeruput cappucino dingin itu dengan nikmat.

"Jadi gimana?" Tanya Tania.

"Enak."

"Bukan itu maksudku, Le." Tania membuat Lea melongo, "Lalu apa?" Tanya Lea bingung.

"Maksudku curhatanmu. Katamu tadi kamu mau curhat, jadi aku tanya."

"Ohh, kirain kamu nanya soal cappucino. Mungkin aja kamu butuh review dari aku. Biar sekalian aku bikin review di Igs sambil nge-tag kamu, keren kan?"

"Cih, bisa aja ngelesnya."

Tania dan Lea sudah berteman sangat lama. Mereka berteman dari mereka SMP, bahkan sampai dengan sekarang. Kuliah pun mereka satu universitas, bahkan mengambil jurusan yang sama. Dan kini, mereka telah berada di semester akhir, masa dimana sedang sibuk-sibuknya dengan penyusunan skripsi.

Mereka selalu bersama-sama, hanya saja status mereka yang tidak sama. Tania sudah punya pacar, sementara Lea masih setia menjomblo setelah kejadian 1 tahun silam. Kejadian itu membuat Lea sulit untuk menerima siapapun untuk masuk ke dalam hatinya.

"Kamu belum ada rencana nyari penyemangat, Le?"

Lea menghela napas pelan lalu menggeleng.

"Masih trauma?"

"Entahlah, Tan. Aku belum memikirkan soal itu. Yang pasti saat ini aku masih fokus sama penelitianku."

"Aku tau, Le. Tapi apa kamu gak butuh support system?"

"Aku sudah punya support system terbaik, Tan. Orang tuaku dan juga kamu temanku. Itu sudah cukup, kok."

"Aku cuman pengen liat kamu bahagia aja, Le."

"Ye, emangnya selama ini aku terlihat kurang bahagia apa." Cibir Lea.

Tania terkekeh, "Ya udah, terserah kamu. Apapun keputusan kamu aku bakal dukung kok, Le. Tapi kalau kamu butuh pacar bilang-bilang ke aku, ya. Nanti aku cariin."

"Setelah aku pikir-pikir, kayaknya kamu cocok deh buka jasa biro jodoh."

Tania tertawa lepas mendengar kritikan Lea hingga membuat Lea meniru tawanya.

***

Menurutku part awal lebih cocok di isi dengan obrolan yang ringan-ringan dulu. Makanya di part 1 ini hanya ada obrolan Lea sama Tania. Nanti kalian bakalan nemuin konflik yg menarik. Di baca sampe habis ya, readers<3

Maaf kalo feelnya gk dapet, soalnya masih pemula🙏🏻-_-
Semoga suka ya

Lea Dan Jalan Kenanga(n)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang