Bab 8 - Cantik

110 20 82
                                    

Aku udah keterlaluan, ya? Kenapa cuma gara-gara gitu aja udah ngambek, sih! Ah, tapi gimana, dong? Enggak pengin ngambek pun, badanku ngejauh sendiri, wajahku jadi enggak bersahabat. Aaargh! Pokoknya ini tuh udah di luar kuasaku! Aku enggak bisa ngendaliin diri.

Seorang perempuan terus berperang dengan batinnya sendiri. Ia menelungkupkan wajahnya di antara lipatan tangan di atas meja belajarnya.

Emang jatuh cinta sesulit ini, ya? Padahal besok ada ulangan matematika.

Fawnia segera bangun dan membuka buku matematikanya. Ia bertekad untuk memperbaiki semuanya besok dan tetap fokus pada Matematika untuk hari ini. Namun, selesai mengerjakan satu soal, tangannya berhenti lagi sebab kekasihnya kembali mengganggu konsentrasinya.

Kalau dipikir-pikir, tatapannya Dodon ke Gista itu kayak ... orang yang suka(?) Apa emang dia begitu ke semua orang, ya? Dodon sama Gista kenapa bisa deket banget, ya? Waktu itu pun, mereka pulang bareng. Padahal mereka bukan teman kecil juga, 'kan? Kalau gitu ....

Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya kuat. Ia tidak mau berpikiran negatif untuk saat ini. Ia tidak mau terus berprasangka untuk hubungannya yang baru saja berjalan dua hari ini. Dia tidak mau jadi cewek yang terlalu gegabah.

Pokoknya sekarang Matematika dulu! Besok, deh, besok langsung tanya aja ke Dodon.

**

Tengah hari ditemani terik mentari, kelas MIPA tiga sudah berlari-lari mengelilingi lapangan. Pelajaran di siang hari yang cerah ini adalah PJOK (Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan). Sebagai pemanasan, seluruh siswa diperintahkan untuk berlari mengelilingi lapangan sebanyak 3 kali putaran. Terlihat beberapa siswa mengadakan lomba dadakan untuk selesai lebih dulu. Sementara itu, terdapat juga siswa yang malas-malasan berlari, baru satu putaran sudah terengah-engah dan ingin menyerah saja.

Dodon di sana. Awalnya sangat bersemangat dan berlari sekencang mungkin. Namun, baru setengah putaran kakinya sudah lebih dulu lelah. Alhasil ia jadi berjalan dengan langkah lebar dan napas yang terus memburu. Lagi-lagi matanya mencari keberadaan Gista dan sesuai dugaan, gadis itu sudah selesai satu putaran dan sebentar lagi menyusul Dodon.

Dodon menyerah. Dirinya memang sudah terbiasa terlihat lemah di hadapan Gista dan ia tidak perlu menutupinya lagi. Rencananya untuk bisa berlari mengimbangi Gista pun gagal total.

"Don, duluan!" teriak Gista sambil berlari mundur dan melambaikan tangan ke arah Dodon yang masih mati-matian terus berjalan. Dodon hanya bisa mengangguk dengan napasnya yang tidak sangat tidak sabaran.

Setelah putaran ketiga, akhirnya Dodon bisa merebahkan dirinya. Ia langsung saja tidur telentang di atas rerumputan hijau sambil terus menormalkan napasnya. Saat sedang memandang langit dengan mata sedikit tertutup sebab silau, tiba-tiba saja pandangannya menjadi gelap. Ketika membuka mata, Dodon melihat sebuah botol minum tepat di hadapan matanya yang membuat sinar matahari terhalang.

"Mau minum, Don?"

Pemuda itu segera duduk dan mengambil botol minum yang ditawarkan kepadanya. Dengan ragu-ragu, ia meneguk beberapa air kemudian berucap, "Makasih, Faw."

"Ayo, semuanya kumpul!" perintah Pak Warya selaku guru olahraga yang baru saja sampai di lapangan. Tangannya menenteng sebuah pengeras suara. Setelah seluruh siswanya berkumpul dan berbaris dengan rapi, Pak Warya mulai menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan hari ini. "Selamat pagi. Jadi, hari ini kita akan melakukan senam irama."

Penjelasan panjang lebar mulai diberikan Pak Warya. Hari ini mereka akan belajar beberapa teknik senam irama dan minggu depan diharuskan membuat rangkaian senam mulai dari pemanasan hingga pendinginan. Setelah penjelasan panjang tersebut disampaikan, Pak Warya mulai membagi anak didiknya menjadi beberapa kelompok dan mulai mengajarkan gerakan senam.

**

"Wah, Faw emang bisa apa aja. Gue gampang paham jadinya, Faw."

Mereka sudah dibagi menjadi beberapa kelompok. Pembagian dilakukan dengan membagi rata jumlah laki-laki yang hanya sepuluh anak ke dalam enam kelompok. Setelahnya, dua puluh siswa perempuan dimasukkan ke dalam masing-masing kelompok berurutan sesuai tempat mereka berdiri. Karena itulah, saat ini Fawnia berada dalam satu kelompok bersama Dodon. Sementara itu, Gista bergabung dengan kelompok empat.

Ada perasaan senang yang Fawnia rasakan karena dapat berada dalam satu kelompok lagi bersama Dodon. Namun, berbeda dengan anggota kelompok lainnya. Ina, Mira, dan termasuk Ojan yang tergabung dalam kelompok Dodon mengeluhkan hal tersebut. Pasalnya cuma Dodon yang belum menguasai gerakan dasar yang sebelumnya diajarkan Pak Warya tersebut.

"Bentar lagi istirahat, nih. Ayo, Don, berapa gerakan lagi?" keluh Ina ingin cepat mengakhiri sesi latihan kali ini. Ia iri melihat teman-teman yang lainnya sudah meninggalkan lapangan karena telah selesai menguasai gerakan dasar senam irama.

"Tiga lagi. Duh, sabar, dong! Ini bentar lagi, bentar lagi." Dodon terus berucap sebentar lagi dan berakhir lama.

Ojan yang merasa sudah ahli memilih menidurkan diri di bangku panjang pinggir lapangan sambil terus menonton Dodon yang tengah berusaha keras untuk menguasai gerakan senamnya hari ini.

Dodon sebenarnya sudah kelelahan, tetapi merasa bersalah karena teman-teman kelompoknya sebegitu mendesak agar Dodon bisa menghapal gerakan dasarnya hari ini. Hal ini karena besoknya mereka sudah harus memikirkan variasi serta musik yang akan digunakan dalam senam irama sehingga gerakan-gerakan dasar tersebut wajib dihapalkan Dodon secepatnya.

Ina dan Mira turut meneduh di samping Ojan. "Wah, Faw sama Dodon beneran jadian? Kok bisa, sih? Ih, kukira Dodon dekatnya sama Gista." Ina yang melihat pemandangan di depannya langsung berkomentar.

"Bener. Kayak tiba-tiba banget mereka bisa jadian, padahal deket aja enggak," tambah Mira turut curiga dengan hubungan kedua insan yang masih berlatih senam tersebut.

"Kalian mikir gitu?" Ojan ikut berkomentar dan terjadilah perbincangan tidak bermutu mereka bertiga menggosipkan seberapa anehnya hubungan Dodon dan Fawnia.

**

"Paham, Don?" tanya Fawnia.

"Ah, iya paham, Faw. Tinggal satu gerakan lagi, ya?" Dodon bersemangat untuk segera mengakhiri sesi latihan privatnya bersama Fawnia, terutama saat melihat gadis pengajarnya ini mulai berkeringat dan terlihat kelelahan. "Duh, maaf, ya, Faw. Gara-gara sekelompok sama gue, lo jadi susah sendir--."

"Hush! Ayo, Don, latihan dulu. Kasihan yang lain nungguin." Fawnia memotong ucapan Dodon dan tersenyum. Manis sekali, seakan mengatakan kalau ini bukan apa-apa. Gadis itu tidak keberatan mengajari Dodon berlama-lama, ia hanya tidak mau membuat teman lainnya menunggu lebih lama lagi.

Lima menit setelahnya, Dodon akhirnya berhasil menguasai kesebelas gerakan dasar senam irama yang sudah diajarkan gurunya. "Wah, akhirnya! Makasih banyak, ya, Faw. Aduh, capek banget."

"In, Mir, Jan! Kami udah selesai, kalian duluan aja!" Fawnia sedikit berteriak agar dapat didengar oleh ketiga temannya di pinggir lapangan.

"Oke, makasih, Faw. Kami duluan, ya."

"Wah, capek banget, Faw. Mau ke kantin, Faw? Bareng mereka aja enggak apa-apa. Gue masih pengin di sini, deh, mumpung sepi. Duh, capek ...." Dodon tidak henti-hentinya mengeluh kelelahan. Ia merebahkan dirinya lagi di atas rerumputan hijau dan memandang ke arah langit.

Bukannya pergi, Fawnia ikut duduk di samping Dodon dan turut memandang ke arah langit dengan mata sedikit menyipit. Keduanya sama-sama terdiam merasakan angin semilir yang berembus menyejukkan.

"Loh, kukira lo udah pergi, Faw." Dodon sedikit terkejut menyadari Fawnia masih berada di sampingnya. Ia melihat keringat gadis itu masih mengalir di pelipis, tetapi embusan napas dan raut wajahnya terlihat begitu tenang. "Cantik."

Tunggu Aku Putus [PREORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang