Bab 14 - Main

55 11 14
                                    

"Oh, jadi lo mau ikutan lomba catur, Don?" tanya Bang Angga yang masih fokus membaca selembaran poster dari Fawnia.

"Yang lain juga boleh ikut. Lombanya terbuka buat umum, kok, Bang." Fawnia yang sudah merasa nyaman turut dalam obrolan tersebut.

"Neng Faw dapet lombanya dari mana?" Bang Yoyo yang sudah jinak juga mampu membuat suasana tidak semenakutkan sebelumnya.

"Itu ... temen bapak ada yang suka catur juga. Terus Fawnia minta info lomba dan kebetulan bentar lagi, Bang." Fawnia menjawab lagi dengan sangat nyaman. Setelah beberapa lamanya berada di sini, ia semakin akrab dengan teman-teman Dodon yang ternyata asyik-asyik.

"Ikut aja, Don. Lumayan, loh. Nih, mumpung masih muda, hobinya diasah, Don. Jangan kayak abang-abangmu ini. Angga juga ikut aja. Minggu libur, 'kan?" Mbah Joni sebagai tetua perkumpulan ini turut memberikan masukan. Umurnya sebenarnya belum terlalu tua, tetapi Dodon dan teman-teman terbiasa memanggil dengan sebutan 'Mbah' karena yang paling tua di antara lainnya.

"Mbah ikut juga?" Kali Dodon yang bersuara.

"Enggak! Mending ke kebon aja."

"Ayo latihan dulu, Don!" Pria berkacamata datang dan langsung meletakkan papan catur di atas meja—membuat Fawnia sedikit terkejut. Pria itu mendudukkan diri tepat di samping Fawnia yang membuat gadis itu perlu menggeser duduknya. "Eh, maaf, ya."

"Bang, bang. Gue duduk di situ, deh. Tapi enggak bisa lama. Paling seronde aja, deh." Dodon yang melihat Fawnia merasa tidak nyaman segera berdiri untuk bertukar tempat duduk.

Fawnia tertegun. Lagi-lagi dirinya merasa diperhatikan oleh Dodon. Dodon yang memilih bertukar tempat duduk itu hanya duduk di pinggiran saja, terlihat sekali berusaha agar tidak bersentuhan dengan dirinya. Fawnia merasa sangat tersentuh dengan setiap hal kecil yang diperhatikan oleh Dodon. Setiap hal yang membuat dirinya merasa amat dipedulikan.

"Skak!" Lima belas menit lamanya pertandingan catur sudah berlangsung. Kali ini kuda milik Dodon berhasil men-skak ratu milik lawannya tersebut.

Si pria berkacamata—Toni—tertawa menyadari dirinya sudah dalam kondisi berbahaya. Saat ia menggeser ratunya ke belakang, banteng milik Dodon turut menyerang.

"Skak!"

"Wah, wah ...." Para abang yang turut menonton ikut gemas. Mereka tertawa makin kencang, sedangkan Bang Angga tidak henti-hentinya memberikan saran kepada Toni. "Itu, loh, Ton. Kudanya Dodon dimakan aja sama pion."

Setelah lama berpikir, Toni berniat menuruti saran abangnya tersebut. Saat tangannya sudah mengangkat kuda milik Dodon, ia tersadar sesuatu. "Loh, 'kan, barusan diskak sama banteng!"

"Ya, skakmat!" Dodon bersorak penuh gembira yang diikuti tawa dari teman-temannya. Fawnia yang menyaksikan juga turut tersenyum senang.

"Lah, iya, Ton. Harusnya tadi, tuh, kudanya dimakan duluan sebelum diskak lagi. Ckck, Toni masih pemula banget. Sini sama gue, Don!" Bang Angga sudah duduk menggantikan Toni.

Sementara itu, Toni susah payah menahan amarah. "Sabar, sabar. Padahal yang ngarahin mainnya tadi lo, Bang."

"Duh, Bang. Udah jam segini. Gue mau pulang, deh."

"Oh, iya, anterin nengnya. Jangan ngebut, Don. Hati-hati!" Mbah Joni berkomentar lagi layaknya orang tua.

"Siap, Mbah! Pulang dulu, ya, Bang."

Tiba-tiba saja Toni tertawa menyadari Angga yang sudah ditolak. "Ayo, Bang. Main sama gue akhirnya."

Kedua anak SMA itu menjauh dari kerumunan. Fawnia terlihat bahagia dan melambaikan tangannya untuk pamit. Ia senang bisa akrab dengan teman dari pacarnya.

"Maaf, ya, Faw. Pasti enggak nyaman, ya? Mereka emang suka gitu. Maklum udah lama jomlo, jadi sekalinya liat cewek gitu," canda Dodon yang merasa tidak enak sudah melibatkan Fawnia.

"Enggak apa-apa, Don. Tadinya emang enggak nyaman. Tapi mereka seru, kok, Don. Makasih, Don, udah dibolehin ikut. Oh, iya, kamu paling deket sama Bang Angga, ya?" Fawnia mengambil helm dan menguncinya, menunggu Dodon memutar motor menghadap jalanan.

"Ya, gitu. Kenapa, Faw?"

"Bang Angga keliatan sopan banget, baik, ramah juga. Dia udah kerja, Don?" tanya Fawnia lagi.

Dodon yang sudah siap melajukan motornya memandang ke arah belakang. "Lo tertarik sama Bang Angga? Eh, jangan, deh, Faw. Keliatannya aja baik, tapi dia nyebelin banget. Suka gosip, apa-apa dighibahin. Cerewet juga. Kalo udah deket, sepuluh menit bareng dia berdua aja udah enggak kuat, deh. Berisik banget soalnya. Jangan, deh, Faw." Tanpa dimau mulut Dodon nyerocos sendiri seakan menunjukkan ketidaksukaannya jika Fawnia memilih Bang Angga.

Gadis yang sudah menaiki motor itu terkekeh mendengar jawaban panjang Dodon. "Aku cuma nanya aja, kok, Don."

Setelah menyadari apa yang baru saja dilontarkannya, Dodon salah tingkah sendiri. "Ah, gitu, ya. Em ... ya, udah. Kita berangkat, ya, Faw." Tidak mau malu lagi, pemuda itu menjalankan motornya menuju suatu tempat.

Soalnya aku sukanya sama kamu, Don.

**

"Duh, makanannya lama, ya."

Canggung. Dodon dan Fawnia berhenti di taman kota untuk makan siang. Sayangnya, pesanan yang lama datang itu membuat suasana menjadi kaku.

Keduanya duduk berhadapan. Namun, Dodon jadi bingung sendiri harus menghadapkan wajahnya ke arah mana. Rasa-rasanya ia tidak mampu melihat Fawnia dalam jarak pandang sedekat ini. Ditambah tidak ada pembatas yang membuat matanya bisa bersitatap kapan pun dengan Fawnia. Alhasil Dodon lebih sering menghadap ke bawah dengan segala kecanggungan yang tercipta.

"Don, mau foto enggak?" Fawnia yang sejak tadi mengharapkan hal tersebut akhirnya memberanikan diri juga mengajak Dodon.

Dodon masih memproses perkataan gadis di hadapannya. Sampai ketika tangan gadis itu terangkat dengan ponsel di genggamannya, Dodon ikut melihat ke arah kamera. Satu jepretan berhasil diambil.

"Lagi, ya, Don."

Dodon melihat lagi ke arah kamera ponsel. Ia mengamati raut wajah Fawnia yang terlihat sangat ceria. Beberapa jepret gambar berhasil diambil sampai makanan pesanan keduanya sampai.

"Makasih, ya, Don. Fotonya bagus. Wah, baunya enak. Ayo, makan, Don."

Dodon terdiam dan mulai menyuap makanannya. Setiap kali melihat raut bahagia Fawnia, Dodon mengingat rencana egoisnya sendiri. Ia yang berniat memutuskan hubungan sepihak menjadi ragu dan merasa bersalah tiap kali melihat Fawnia yang bahagia.

"Oh, iya, Don. Jaketmu masih aku pake, Don."

Lamunan Dodon buyar. Ia mengingat hal apa yang membuatnya menawarkan jaket kepada Fawnia. Dodon jadi tergagap sendiri. "Itu ... kembaliin besok aja, Faw. Sekarang pake aja."

Fawnia masih tidak tahu alasannya, tetapi menurut saja dengan perkataan Dodon.

Kedua insan tersebut melanjutkan makan. Keduanya tidak banyak bicara hingga membuat masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Ketika itu juga, Dodon mengingat tujuannya mau pergi berdua bersama Fawnia. Ia ingin menemukan momen melanjutkan percakannya dahulu. "Faw, gue ... masih penasaran. Lo bilang gue mirip cinta pertama lo? Em ...."

Fawnia sedikit terkejut dengan pertanyaan mendadak Dodon. Namun, gadis itu langsung tersenyum dan menjawab pertanyaan Dodon tanpa beban sedikit pun. "Iya, Don. Kamu mau ketemu?"

Tunggu Aku Putus [PREORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang