Hawa dingin di pagi hari, tak memudarkan semangat Anindya untuk membuang beberapa bungkus coklat dari kolong bangku Calvin.
Dalam hati kecilnya, ia sangat menyayangkan makanan enak harus dibuang-buang begitu saja. Jadi, tanpa sepengetahuan sang pemilik. Anindya kadang mengambil satu hingga dua bungkus untuk dibawanya pulang. Dan menikmatinya bersama Bagas, adiknya.
"Sembilan... Sepuluh..."
"Tumben coklatnya sekarang sedikit. Tapi, surat banyak banget !" Ucapnya menghitung beberapa lembar kertas dari penggemar Calvin dan dimasukkan ke dalam kantong kecil yang ia bawa.
Setelah kolong meja Calvin terlihat rapi. Ia segera bergegas menuju belakang sekolah. Tempat sepi yang jarang diinjak oleh siswa.
Konon katanya tempat itu berhantu, terlebih lagi pohon besar yang menjulang tinggi, dan tempat pembuangan sampah pula yang membuat siapapun enggan kemari. Tapi hal tersebut terasa aman bagi Anindya. Karena, agar penggemar Calvin tidak sakit hati dan mengira yang tidak-tidak kepada Anindya, karena telah membuang pemberian mereka.
"Yey, sudah beres semua!" Ucapnya. Berjalan kembali ke kelas.
Namun entah mengapa, baru saja ia beranjak meninggalkan tempat itu. Pandangannya langsung tertuju kepada sebuah bayangan dekat gudang.
Bayangan putih, tapi seperti manusia. Berlari cukup kencang. Namun ia langsung tersadar, mengingat kembali kabar tentang belakang sekolah yang kembali tranding beberapa hari ke belakang.
Membuat Anindya hanya bisa berdoa, segera cepat berjalan menuju kelas.
***
"Nindya... Abis ini pelajaran apa sih?" Tanya Vania ketika guru bahasa Indonesia mereka keluar."Kimia Van! Buku paket dibawa kan? Kalau engga tamat riwayat lo!"
Vania memutar bola matanya. Mengingat ingat apakah buku paket kimia berada di tasnya.
"Ih anjirr...gue bawa engga yah!" Panik Vania. Segera membuka tasnya dan mengecek satu persatu.
Setelah cukup seksama mengecek isi di tasnya. Cukup beruntung kali ini, karena ia membawa buku yang dimaksud Anindya.
"Liat nih!" ucapnya memamerkan buku biru di tangan, sambil tersenyum memperlihatkan semua gigi putihnya.
"Waduh kok gue kalau pelajaran ini selalu takut melulu yah. Udah gurunya menakutkan, pelajarannya juga susah buat otak gue!" letih Vania, membuat Anindya hanya bisa tersenyum. Mengingat saat Vania pernah dimarahi oleh guru kimia karena tidak membawa buku paket.
Membuatnya harus dihukum, berdiri di depan kelas sambil memperhatikan guru kimia mereka mengajar hingga selesai.
"Lo trauma yah, sama kejadian waktu itu?" tanya Anindya cengengesan.
Pipi Vania memerah, malu. "udah deh lo gak usah ingetin kayak begituan lagi napa!?" Ucapnya merengek.
"Duduk siap!" Ucap Bimo ketua kelas mereka, setelah guru kimia masuk dengan tampang mukanya yang agak menyeramkan.
"Sebelum pelajaran dimul-"
Belum saja ia selesai berbicara. Tangan sang guru memberi kode untuk Bimo berhenti, tak melanjutkan bicaranya.
"Oke selamat pagi anak-anak."
"Pag--"
"Gak usah di jawab, cukup membuang waktu." Ucapnya, membuat seisi kelas hening.
"Baiklah karena ibu ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan. Kali ini kalian akan belajar bersama guru honorer di lab untuk praktik uji nyala."
"Ibu mohon kalian tetap mengikuti pelajaran dengan baik walau tidak ada saya. Terlebih lagi untuk Calvin,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika
Teen FictionArunika artinya cahaya matahari ketika pagi hari... Semburat merah bercampur jingga memenuhi langit, terasa indah bukan? Hingga keindahannya membuat orang tak lepas memandanginya. Merasakan kehangatan dari setiap cahaya yang jatuh ke bumi. Pancaran...