Sepuluh

285 43 0
                                    

Fiki tak menyangka, ini pertemuan ke 3, eh bukan, ini pertemuan ke 4 nya dengan gadis bernama 'Ze' itu. Pertemuan pertama gadis itu dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, dan sekarang, gadis itu justru dalam bahaya.

Begitu Fiki turun dari motor, gadis itu menatapnya, kali ini bukan tatapan datar, tapi seperti lelah. Fiki langsung saja melirik lelaki yang sepertinya menjadi sumber permasalahan di sini. Kemudian, cengkraman erat pada lengan gadis itu, juga menyita perhatian nya.

"Lo bisa lepasin tangan dia dulu, ngak? Tangan dia udah merah." Fiki mencoba bicara baik-baik. Bukan pilihan yang tepat untuk dia berlagak sok pahlawan dengan cara langsung memberi bogeman mentah. Fiki tak mau ambil resiko.

Lelaki itu melirik tangan gadis itu, tampak sedikit khawatir namun sisi lainnya membiarkan itu.

"Bukan urusan lo, bro. Lo___" kalimatnya terhenti sejenak, netranya sempat melirik logo seragam Fiki, "SMA Rajawali?" Ia lalu tertawa sinis.

"Anak-anak Rajawali bukan tandingan gue, lo pilih cabut atau mati konyol di sini?"

Fiki meneguk ludah, ia melirik gadis itu kembali yang sekarang semakin cemas. Bukan perihal luka dan sakitnya, ia rasa laki-laki itu benar, Fiki bukan tandingannya, tapi berkelahi bukan satu-satunya jalankan?

Sementara Fiki berpikir mencari cara bagaimana menolong gadis itu, laki-laki berambut merah itu tampak tersenyum miring, ia benar kan?

Ze, gadis yang Fiki kenal sebagai Ze itu kembali mencoba memberontak, ia menendang tulang kering laki-laki itu, sayangnya hanya terhuyung sedikit, dan tak membuat laki-laki itu tumbang. Ze berdecak, jika Fiki tidak bisa melawan, maka Arga akan berbuat sesuka hatinya.

Fiki masih berdiri dua meter dari dua orang itu, menghela napas, ia memasang kuda-kuda. "Lepasin dia, lo bisa lawan gue." Sepertinya hanya ini satu-satunya cara.

"Yakin?" Laki-laki itu tersenyum miring, ia melepaskan tasnya, dengan satu tangan ia membuka resleting tas tersebut dan mengeluarkan sebuah borgol.

Fiki sedikit tercengang, apakah lelaki itu sudah gila? Seniat itu untuk menyakiti gadis yang ia tahan itu?

Setelah memasang borgol pada kedua tangan Ze, ia berhadap langsung dengan Fiki. Fiki meneguk ludah, siap dengan kedua tinjuannya.

"Lo maju dulu, atau gue?"

Fiki menghela napas, ia mencoba untuk tenang,"Maju!"

Dalam satu detik, laki-laki itu melayangkan pukulan, namun syukurnya Fiki dapat menghindar, Fiki mengucap syukur atas itu. Detik berikutnya di susul tendangan, dan berhasil Fiki elakkan.

"Ya, kemampuan bertahan yang cukup baik. Tapi lo ngak akan bisa bertahan lama." Arga kembali memberi serangan, dua pukulan telak mengenai Fiki. Ia tak tinggal diam, memberi satu pukulan yang tak ia duga akan tepat sasaran pada perut Arga.

"Arga, stop! Urusan lo sama gue, bukan sama dia," seru Ze, gadis itu menggerakkan gigi geram, ia tak suka jika harus melibatkan orang lain dalam uruannya.

"Bukannya tadi lo minta tolong sama dia, Bin? Bagus dong, dia mau jadi pahlawan buat lo. Btw, kalian saling kenal?" Arga melirik keduanya bergantian, Ze berdecih saat lelaki itu tersenyum miring padanya.

Arga berdecak saat merasakan saku celananya bergetar, sebuah ponsel yang tersimpan di dalamnya membuatnya terganggu. Segera, ia menjawab panggilan telepon itu.

"Sh*t, lo pada duluan, biar Kenzo yang mimpin, gue ke sana sekarang!"

Entah apa yang terjadi dengan si penelepon itu, Arga langsung saja berlari ke arah motornya, sekilas ia melirik Ze yang merekahkan senyum lega, lalu kepada Fiki yang menatapnya dengan bingung. Setelah memasang helm ia menghidupkan mesin motornya dan melaju meninggalkan dua orang itu serta perseteruan tadi.

FATUM || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang