Enam puluh enam

237 46 8
                                    

Siap?

Udah vote belum? Kalau belum, vote dulu yuk

Happy reading!!!

~~~~~~
Lantunan surat Yasin terdengar, ya di rumah mereka sedang mengadakan tahlilan. Tetangga dan kerabat ikut mendoakan Mamah Fira.

Fajri terduduk di sebelah Denis, temannya itu menyempatkan diri untuk ikut yasinan pada malam ini. Di seberang nya pun terdapat Zavier, ya, ayahnya. Fajri tak melihat pria itu tadinya di pemakaman tapi ternyata pria itu datang ke acara tahlilan pada malam ini.

Entahlah, Fajri merasa juga tidak ada gunanya ia melarang pria itu. Setidaknya ia tau jika ayahnya memiliki sedikit rasa empati walaupun logika Fajri menolak.

"Ji, adek-adek lo ke mana?" Denis berbisik padanya.

Fiki da Zweitson? Ia juga mengkhawatirkan adik-adiknya itu. Kenapa perginya bisa selama ini? Fiki berjanji akan pulang sebelum Maghrib tapi nyatanya sekarang sudah malam. Zweitson juga tidak ada menghubunginya dan memberi info tentang keberadaan Fiki. Sebenarnya pergi ke mana mereka berdua.

"Gue ke belakang dulu,"ucap Fajri kepada Denis.

Ia pergi ke pintu samping rumah yang sedikit jauh dari orang-orang. Niatnya ia akan menelepon Zweitson.

Beberapa kali panggilan tidak ada jawaban, hal itu menimbulkan kerenyitan di keningnya. Kenapa Zweitson tidak menjawab panggilannya? Hatinya semakin gelisah.

Masih dengan telepon yang masih menghubungkan ke Zweitson, Fajri menyipitkan matanya melihat ke arah depan, melihat seseorang yang berjalan ke arahnya.

"Fiki?"

Ia tidak salah tebak, orang itu benar-benar Fiki. Hanya saja, rautnya masih seperti saat ia pergi tadi, senyum ceria di anak itu hilang.

Fiki hendak melewati Fajri begitu saja tapi Fajri menahannya dari samping. Ia perlu menanyai adik bungsunya ini.

"Lo darimana?"

"Bukan urusan lo."

Fajri semakin dibuat terkejut atas respon itu. "Lo kenapa? Daritadi gue liat lo gak ada respon baik sama gue dan Soni. Ngomong kalau ada masalah, Fik."

Fiki menaikkan satu alisnya, ia terkekeh sinis. "Ngomong Bang? Oh iya, semua masalah gue harus gue bagi ke lo berdua tapi lo berdua? Kalian nyembunyiin semuanya dari gue. Segitu gak bergunanya gue, ya?"

"Lo kenapa ngomong gitu?"balas Fajri dengan tatapan tajam, ia semakin merasa ada yang aneh dengan Fiki.

"Hal yang udah ngebahayain keluarga ini kalian simpan sendiri, sampai-sampai gue kayak orang bego gak tau apa-apa. Karena kalian juga semua kejadian ini terjadi, karena sikap sok bisa kalian!!" Fiki meluapkan semuanya, rasa lelah, takut, marah, kecewa bercampur dalam dirinya saat ini. "Gue mungkin emang lebih muda dari kalian, Bang. Tapi seenggaknya gue tau, bagaimana bertindak untuk melindungi orang-orang yang gue sayang, gue gak selemah itu."

Fajri mulai memahami ke mana arah perkataan Fiki, tapi darimana Fiki mengetahui semua ini? Siapa yang memberitahu anak itu?

"Gue gak masalah kalau harus gue yang terluka, tapi kenapa harus Mamah yang jadi korban? Apa yang udah lo lakuin sampai-sampai mereka sebegitu dendamnya, Bang?

Lo tau kan penyebab toko Mamah kebakaran karena apa? Karena orang-orang itu, lo tau kenapa Mamah kembali terganggu kesehatan mentalnya? Itu karena orang-orang itu juga neror Mamah! Mamah bunuh diri gara-gara mereka!"

Fajri terkejut akan itu, ibunya juga mendapatkan teror? Bagaimana bisa? Selama ini ia tak menemukan itu berada di dekat sang ibu atau sengaja disembunyikan?

FATUM || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang