Ekspresi wajah Austine bertambah gelap. Tangannya mengacung tinggi kemudian menampar Raesan keras-keras. Tubuh Raesan terselimuti aliran listrik, energi kosmiknya mengalir keluar seperti air. Raesan terkejang sebentar kemudian ambruk ke tanah, tubuhnya berubah menjadi abu-abu. "Maaf Edlyn. Tapi aku sangat membenci penghuni planet sialan ini. Aku harus melakukannya"
"Kau...berani-beraninya!" aku menghentakkan tubuhku ke depan, tanganku menarik bijih-bijih titanium dan membentuknya menjadi bilah-bilah tipis. Banyak sekali, cukup untuk membunuh Austine dengan sekali serangan. Tapi sebelum aku bisa melontarkan bilah logam itu, aku terdiam. Aku tidak bisa melakukannya, aku tidak bisa membunuh keluargaku.
Tapi Austine berpikiran lain, dia menyeringai lebar. Tubuhnya diselimuti aliran listrik dan dia melompat ke arahku dengan tangan teracung. Tapi tiba-tiba aku bisa melihat kilatan cahaya emas dari sebelahku, di hadapanku, aku bisa melihat pedang Thena melukai kaki Austine dan membuatnya ambruk ke tanah. "Maaf, Edlyn. Jika tidak begini akan ada lebih banyak korban" gumam Thena padaku.
Tubuhku terjatuh sekali lagi ke tanah, aku kehilangan pegangan pada bilah-bilah titanium tadi dan membuat mereka berjatuhan dengan suara keras. Makkari dan Druig bergegas duduk di sampingku, wajah mereka berubah cemas. Thena meninggalkan Austine yang mengerang kesakitan dan berlutut di depanku. Kali ini wajahnya terlihat sedih. "Sepertinya kita tidak bisa melanjutkan misi. Kita kehilangan banyak sekali orang. Kamu tidak akan bisa melakukannya sendirian"
Aku tidak bisa mengatakan apapun. Jujur saja, setelah aku kehilangan keluargaku, dan Austine yang berkhianat. Aku tidak tahu harus melakukan apa lagi. Dan juga penduduk planet ini, mereka yang membuat Austine jadi seperti itu. Atau itu salahku? Aku yang menjauhi Austine terlebih dahulu, karena perlakuan Jarda.
"Ini bukan salah siapa-siapa Edlyn" tiba-tiba Druig berkata sambil merengkuh bahuku.
"Bagaimana kamu tahu? Kamu tidak tahu kejadiannya Druig" balasku dengan getir.
"Karena memang begitulah seharusnya. Semua orang bisa menjadi jahat, dan itu bukan salah siapa-siapa"
Ah ya, Druig, dia selalu berhasil menenangkanku. Aku melemparkan senyum tipis padanya. "Terimakasih" kataku pelan.
"Omong kosong! Jangan terlalu percaya diri Edlyn. Ini semua salahmu!" Austine berteriak marah dari tempatnya. Dengan sisa-sisa tenaganya, dia mengacungkan tangannya ke arahku.
Tapi itu bukan serangannya yang biasa. Aku bisa mendengar suara desingan logam yang menembak dengan cepat, suara desingannya tersedangar seperti lonceng angin yang lembut. Suara yang sangat indah untuk sebuah logam pembunuh. Logam Ether itu menembus dadaku tepat ke jantung. Seketika aku langsung ambruk, Druig menahan tubuhku sebelum jatuh ke tanah. Aku bisa merasakan energi kosmikku mengalir keluar. Yah, sepertinya aku akan mati hari ini.
Druig's POV
"Hei, hei. Lihat aku, bernapaslah" aku berusaha keras mendapatkan perhatian Edlyn.
Sementara manik silvernya yang indah mulai meredup. Aku bisa melihat mulut Edlyn bergerak seperti hendak bicara. Aku menggeleng tegas. Tidak...jika kamu bicara itu artinya kamu akan pergi. Edlyn mengangkat tangannya dengan susah payah dan berhasil meraih pipiku. Aku menggenggam tangannya dan menahannya di sana.
"Maafkan aku Druig"
"Kenapa kamu meminta maaf? Kamu tidak melakukan apapun" balasku dengan suara lirih.
"Karena aku tidak bisa ikut denganmu" kata Edlyn sambil tersenyum. Senyum itu masih sama cerahnya walaupun cahaya kehidupannya mulai meredup. "Aku sudah menemukan rumahku padamu Druig, sayangnya aku tidak bisa tinggal lebih lama. Tapi kamu masih memiliki waktu untuk mencari rumahmu Druig. Carilah rumahmu, alam semesta sangat luas. Itu permintaan pertama dan terakhirku"
"Kenapa itu permintaan terakhir? Kamu tidak akan pergi kan?" Aku bertanya sambil berusaha tertawa. Tapi air mata tetap mulai mengalir.
Edlyn tersenyum untuk terakhir kalinya. Bersamaan dengan itu, aku bisa melihat tetes terakhir energi kosmiknya mengalir keluar dari luka di jantungnya. Tubuh Edlyn perlahan berubah menjadi abu-abu, kemudian manik silver itu tertutup sepenuhnya.
Druig's POV End
Pagi itu, ditengah siraman cahaya matahari pagi yang hangat. Lima nyawa telah melayang. Satu nyawa milik seorang pengkhianat yang mungkin akan terus dibenci walaupun dia sudah mati. Tiga nyawa milik orang-orang yang mati karena kebencian. Satu nyawa milik seseorang yang baru mengenal cinta tetapi harus pergi dengan cepat.
Tiga insan dari tempat jauh. Hari ini harus kembali menjelajah dan berusaha berdamai dengan kejadian pagi itu. Mereka sudah pernah mengalami pengkhianatan, dan pengalaman kedua kalinya tetap saja menyakitkan. Apalagi jika harus kehilangan seseorang. Pagi itu, sambil menimang-nimang sebuah gelang dengan pilinan rumit. Seseorang harus pergi lagi sambil memikul harapan.
The End
.
.
.
.
.
Aakkkk sori endingnya malah gini😭😭🙏🏻. Semoga mengena ya adegan sedihnya hehe. Jujur gak pernah bikin genre begini, hiks.
KAMU SEDANG MEMBACA
C'est la vie [Druig]
FanfictionDisclaimer: Druig x OC Semua karakter Eternals adalah milik Marvel. Semua Original Character dan jalan cerita adalah milik saya. Harap meminta izin apabila hendak menggandakan karya ini. . . . "Hal seindah itu terlalu sayang untuk dijadikan mitos" "...