13. Black Rose

1.2K 205 51
                                    

Happy Reading!
.
.
.


"Ayah, ayah! Aku menemukannya." Gadis itu tersenyum senang sembari menghampiri sang ayah yang sedang kelimpungan mencari kunci mobilnya.

"Di mana kau menemukannya?" Tanya sang ayah kepada anak gadisnya.

Rosé tak menjawab pertanyaan ayahnya. Ia hanya menampilkan deretan giginya sembari tertawa jahil. "Aku menyembunyikannya." Gadis itu mengangkat kunci mobil tersebut sembari menggerakkannya pelan.

"Rosé! Berhenti bermain-main sekarang. Berikan kuncinya kepada ayah." Vincent menatap puterinya tajam sembari menyodorkan telapak tangannya. Dengan tatapannya, pria paruh baya itu meminta Rosé untuk segera memberikan kunci mobilnya.

"Eummm, Tidak." Rosé menggelengkan kepalanya, lalu berlari menjauhi sang ayah. Gadis berambut blonde itu memberikan mimik wajah mengejek ke arah Vincent.

Di umurnya yang menginjak 19 tahun, Rosé memang masih kekanakan. Gadis itu manja juga cengeng terkadang sifat jahilnya selalu membuat Vincent harus meredamkan emosinya.

Setelah kehilangan sang isteri sejak lima belas tahun silam. Vincent berkerja keras mengurus keluarga kecilnya, dari mulai bekerja hingga mengasuh puterinya.

Dari kecil Rosé selalu di manjakan oleh dirinya mau pun sang isteri - Winter. Dia tumbuh dengan penuh kasih sayang, meskipun tanpa sosok ibu lagi di sisinya. Orang-orang di sekitarnya sangat menyayangi dirinya. Itu sebabnya, terkadang gadis itu akan bersifat kekanakan dan menyebalkan seperti ini.

"Ayah harus segera pergi bekerja."

Rosé memberhentikan laju larinya. Ia membalikkan badannya dan berkacak pinggang menatap Vincent. "Ini hari minggu, Ayah."

Pria paruh baya itu menghela nafasnya, "Tetap saja. Ayah harus memeriksa pabrik."

Gadis itu merenggut kesal, kemudian terpaksa berjalan ke arah sang ayah dengan kaki yang di hentakan. "Baiklah. Tapi ayah harus mengabulkan permintaanku."

"Permintaan? Apa?" Vincent ingin mengambil kunci mobil itu, tapi dengan gesit Rosé menjauhkannya. "Rosé." Pria baruh baya itu berucap dengan sedikit penekanan.

"Saat ayah pulang nanti, bawakan aku coklat." Mata Rosé menatap harap ke arah sang ayah. Ia menumpu tangannya di atas dada.

"Hanya itu?" Vincent terkadang heran, kenapa anaknya sangat menyukai makanan manis bernama coklat itu. Rosé sudah berumur cukup dewasa, tapi sifatnya masih seperti anak-anak. Vincent bahkan, selalu mengkhawatirkan anak gadisnya itu.

"Iya. Tapi ayah harus berjanji untuk membawakannya. Dan satu lagi, aku tidak menerima hanya ada satu batang coklat saja." Rosé menampilkan ekspresi merenggutnya sembari menggerakkan jari tangannya ke kanan dan kiri.

Sang ayah terkekeh mendengarnya, "Kau menginginkan berapa? akan ayah bawakan untukmu."

"Sungguh?"

"Tentu saja. Untuk Puteri ayah, apa yang tidak." Vincent mencubit gemas pipi chubby anaknya.

"Aku mau sepuluh!" Rosé mengangkat kedua tangannya dengan jari-jari tangan yang merenggang seakan memberitahu Vincent jika jumlah dari coklat itu sama denga jumlah jarinya.

"Kau tidak boleh terlalu banyak mengonsumsi makanan itu. Ayah akan membawakan dua saja."

"Sepuluh, ayah."

"Dua."

"Ayah!" Rosé merengek sembari menarik tangan kemeja yang di gunakan Vincent. "Aku bisa menyimpannya untuk nanti."

Short Story Rosékook [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang