Permintaan Pertama

1.2K 213 11
                                    

Nakhara side

"Kha, Papa mau minta tolong ke kamu!"

Seumur hidupnya, Nakhara Winarta tidak pernah mendengar seorang Naraka, Papanya, memohon dengan sangat seperti yang baru saja di dengar oleh Nakha barusan.

Tentu saja hal aneh ini langsung membuat mata Nakha yang sebelumnya masih tertutup rapat karena pagi belum menyapa langsung terbuka lebar. Niat hati Nakha untuk mengumpat siapapun yang membuat ponselnya berdering seketika hilang, berganti dengan kekhawatiran yang menjalari seluruh tubuhnya.

Nakhara Winarta. Dia adalah putra tunggal Naraka Winarta dengan Akira Maharani Pramoedya, mempunyai dua orang Kakek di tambah Papa dan Omnya dengan karier militer yang menyilaukan membuat Nakha terpacu untuk mengabdi di jalur yang sama, itulah yang menjelaskan kenapa dirinya sekarang ada di tempatnya bertugas yang jauh dari Ibukota sana.

Usai pendidikan di Akademi Militer Angkatan Darat, Nakha memang berada jauh dari gemerlap kota yang selama ini menjadi tempatnya besar, jauh dari orang tua demi tugas sementara dia adalah anak tunggal laki-laki membuatnya terkadang di landa kekhawatiran yang berlebihan.

Wajar saja jika sekarang jantung Nakha serasa berhenti berdetak mendengar permintaan Papanya. Ayolah, jika sampai ada orang yang menelpon di jam 2.45 dini hari tentu saja hal yang penting, kan?

"Pa.. Papa nggak kenapa-napa, kan? Mama juga sehat, kan? Atau kakek? Kalian semua baik-baik saja, kan? Duuuh, kenapa sih Papa sama Mama dulu nggak punya anak selusin sekalian, jadi Nakha nggak perlu khawatir kalau jauh kayak gini." Bak kereta api Nakha langsung bertanya dengan nada menuntut dan cepat, cemas jika apa yang di khawatirkan benar terjadi.

Namun apa yang di dengar Nakha sebagai jawaban dari Papanya sungguh membuat rahang Nakha ternganga nyaris jatuh dari tempatnya. "Apaan sih kamu ini, anak durhaka! Kamu mau nyumpahin kalau orang tuamu cepat mati!" Reflek Nakha menggeleng, hal bodoh karena tentu saja Papanya di ujung lautan dan Pulau sana tidak akan melihatnya. "Papa mau minta tolong, ntar jam 4.15 tolong jemput Amirah di Bandara. Papa nggak mau tahu ya Kha, selama Amirah ada tugas di tempatmu bertugas dia tanggung jawabmu."

Amirah, kening Nakha berkerut, berusaha menggali ingatan tentang nama yang terasa tidak asing untuknya tersebut, tapi berkali-kali Nakha nyaris sampai di mana dia bisa mengingat sosok bernama Amirah tersebut mendadak saja Nakha tidak memiliki gambaran.

Lalu apa Papanya barusan bilang? Dia harus bertanggungjawab atas Amirah tersebut selama di sini.
Hallo... Tokk.. Tokkk....
Di sini Nakha sudah bertanggungjawab terhadap satu peleton, bahkan Nakha nyaris tidak memiliki waktu untuk mencari kesenangan dirinya sendiri, dan sekarang Papanya memberikan perintah seenak jidatnya.

Duh, Pak Jend.

"Amirah siapa, sih? Males banget dah kalau dapat anak titipan kayak gini!"

Dengusan sebal yang sama menjawab kekesalan Nakha, seketika saat itu Nakha pun tahu jika apa yang di minta Papanya ini juga tidak di sukai pria yang kini bertugas di Mabes Angkatan Darat tersebut.

"Amirah! Anaknya Om Gilang sama Tante Hestia!" Mendengar nama yang begitu akrab di telinganya membuat Nakha bergidik horor, sampai di sini Nakha sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan yang di maksud Papanya di jam pocong ini.

Pertama, sosok yang di bicarakan adalah perempuan.
Kedua, sosok ini adalah teman Papa dan Mamanya.
Ketiga, Nakha di minta bertanggungjawab.
Mendadak memikirkan semua hal tersebut membuat Nakha terasa lemas, dia kembali terbaring pasrah di ranjangnya dan menatap nanar pada langit kamarnya.
Jika saja Nakha sanggup mungkin Nakha lebih memilih membanting ponselnya dari pada harus mendengar ucapan Papanya yang terus terdengar.

"Dia mau jadi guru di tempatmu dinas sana. Jagain dia, Kha. Mamamu yang minta, kamu tahu sendiri kan kalau Baginda Ratu sudah bertitah kita bisa apa?! Jadi pastikan kamu menjaga Amirah segenap jiwa ragamu, nomor dua setelah setelah Negaramu."

Pidato panjang lebar dari Papanya yang begitu memuja Mamanya membuat Nakha meringis, jika sudah menyangkut tentang Mamanya memang Papanya adalah budak cinta. Jadi apa Nakha punya pilihan, "Hembbb, memangnya Nakha boleh bilang keberatan, Pa!"

"Nggak boleh! Jawabannya harus iya sama iya demi keselamatan diri kita sendiri, Kha! Jadi oke ya, Papa bilang ke Mama nih kalau kamu bakal jagain mantu idamannya!"

Tidak menunggu Papanya selesai berbicara Nakha buru-buru mematikan ponselnya, telinga dan kepalanya terasa berdengung dengan segala hal yang baru saja di dengarnya.

Kembali Nakha memejamkan matanya, usianya baru saja menginjak 26 tahun dan Mamanya sudah memburunya untuk menikah, kejadian seperti ini bukan kali pertama.

Setiap ada perempuan yang di lihat Mamanya, tidak peduli perempuan itu menarik di pandangan Nakha atau tidak Mamanya selalu menggoda jika mereka adalah menantu idaman Mamanya.

Tapi kali ini sepertinya Mamanya benar-benar tertarik dengan anaknya Tante Hestia, sampai-sampai harus bersusah payah menitipkan pada Nakha.

Tanpa bisa Nakha cegah, Nakha mendengus kuat, enak saja soal jodoh main di atur, sampai matahari terbit dari barat Nakha tidak akan mau mengikuti tradisi konyol bernama perjodohan. Bodoamat Mamanya mau maksa, ya kali perasaan mau di atur.

Dan bagi Nakha soal siapa pendamping hidupnya haruslah pilihannya sendiri, bukan sekedar hanya ingin membahagiakan orang tuanya. Ayolah, menuruti perjodohan dengan dalih ingin membahagiakan orangtua seperti di series drama itu alasan paling konyol di benak Nakha. Menurut Nakha hal paling rasional adalah orangtua akan bahagia selama anaknya bahagia.
Nakha sangat yakin dengan pemikirannya tersebut, mengingat dia adalah anak tunggal yang begitu di sayangi Mama dan Papanya.

Namun kembali lagi, walaupun Nakha enggan bertanggungjawab dan mengurus anak teman Mamanya tersebut selama dia ada di sini, mana berani Nakha menolak langsung.

Sebab itulah Nakha berharap semoga siapapun yang bernama Amirah tersebut bukan sosok perempuan manja, cengeng, merepotkan, yang akan bergantung kepadanya karena Nakha akan ilfeel di kesempatan pertama.

Yah, kata Papanya dia calon guru, bukan?
Seharusnya seorang guru bersahaja dan mandiri setahu Nakha.

Karena telepon dari Papanya itulah di sini Nakha berada, di dalam mobil 4WD dalam perjalanan menuju Bandara di pagi buta sebelum adzan subuh berkumandang Nakha terus memupuk segala harap semoga wanita yang harus di jaganya tersebut tidak merepotkannya.

Jantung Nakha terasa berdentum berkali-kali lipat menanti di terminal kedatangan domestik tersebut, seandainya Nakha membawa salah satu anggotanya untuk menjadi teman perjalanannya mungkin mereka akan menertawakan wajahnya yang kalut mondar-mandir tidak jelas.

Nakha merasa dia menunggu sudah cukup lama sampai akhirnya dia mendengar pemberitahuan kedatangan dari Jakarta tepat di jam yang di katakan Papanya. Tapi satu hal yang di lupakan oleh Nakha, hal yang fatal untuk seorang penjemput sepertinya, yaitu bagaimana rupa dari sosok bernama Amirah tersebut.

Tidak ingin melakukan hal bodoh lebih jauh lagi Nakha buru-buru meraih ponselnya berniat segera menelpon Papanya, namun baru saja ponselnya terangkat sosok mencolok yang tidak akan pernah ada di benak Nakha sebagai gambaran seorang guru menubruknya dengan keras.

"Nakhara! Miss you so bad!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bittersweet AmirahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang