chapter 1

1K 92 34
                                    

Matahari pagi mulai bersinar membangunkan jaemin dari tidur lelapnya.

Menatap jam lelaki tampan itu memilih bangun dengan sedikit malas, setelah mengumpulkan nyawa jaemin langsung bergegas menuju kamar mandi saat ingat pagi ini
Ia punya janji dengan sahabatnya.

Sebenarnya tak ada yang spesial dengan hidup jaemin, ia merasa hidupnya biasa saja bahkan terkesan monoton, hari-hari yang dilaluinya pun tak ada yang menyenangkan.

Semenjak kedua orang tuanya meninggal jaemin memilih menyewa sebuah kamar apartemen dengan atap kaca, karena sejujurnya ia sangat menyukai keindahan langit, entah kenapa ia merasa tenang dan bahagia hanya karena menatap langit.
Biasanya saat ia merasa lelah, ia akan menatap langit untuk menghilangkan sedikit lelahnya.

Setelah selesai mandi dan berpakaian lengkap, jaemin tampak mondar mandir di kamarnya menyiapkan segala hal yang sekiranya ia butuhkan untuk menemui temannya nanti.

Setelah dirasa cukup lelaki berparas tampan itu mematut dirinya di depan cermin, sempurna, satu kata yang menggambarkan dirinya, yah tak bisa dipungkiri ia memang tampan dan menawan bahkan banyak gadis-gadis dan submisif yang selalu mengejar-ngejarnya, jika dia ingin mungkin dia bisa mengencani mereka satu persatu, namun apalah daya, jaemin bukanlah sosok yang amat ramah dan perduli sekitar, bahkan sikap dingin dan cueknya kerap kali membuat para sahabatnya menghela nafas dan selalu berdoa agar jaemin menemukan seseorang yang bisa mencairkan dirinya.

Setelah merasa puas dengan penampilannya, lelaki yang sebentar lagi berumur 20 tahun itu merapikan barang-barang yang akan ia bawa, namun suara alarm beker mengagetkannya, lelaki itu menatap alarm yang yang terletak nyaman diatas nakas, berdecak kecil, sepertinya ia salah mengatur jam, untung saja ia tak terlambat.

Mematikan alarm, kini malah dering handphonenya yang terdengar memekakkan telinga. Dengan malas ia mengambil handphonenya dan mengangkatnya dengan malas.

"Hn" sapanya datar membuat si penelpon berdecak kesal.

"Ucapkan salam dengan benar bodoh!"

"Jika kau menelpon ku hanya untuk marah-marah lebih baik ku matikan saja."

"Aish anak ini, berhentilah berbicara seperti ...."

Memutar bola matanya malas jaemin langsung memutuskan panggilan membuat orang diseberang sana mengumpat kesal.
Kembali handphonenya berbunyi membuat jaemin berdecak sebal namun tetap mengangkatnya.

"Yak bedebah! Berhenti memutuskan panggilan sepihak, aku belum selesai bicara sialan."

"Jika kau terus mengumpat akan ku matikan lagi."

"Aish iya iya, kata jeno dirumahnya sedang ada tamu, jadi kita ngumpul di cafe biasanya saja."

"Hanya itu?"

"Ya, ngomong-ngomong kau sudah sarapan?"

" .... "

"Jangan terus melewatkan sarapan jaemin, kau bisa sakit nantinya, apa perlu aku kesana untuk menyiapkan sarapan pagi untukmu?"

Memutar bola matanya malas, jaemin mendengus, sahabatnya ini memang amat sangat peka namun juga menyebalkan dan cerewet.

"Sejak kapan seorang Lee haechan begitu perhatian?"

"Aish... Aku serius jaemin, kau bisa sakit jika terus begitu. "

Jaemin tersenyum tipis mendengar dengusan sang sahabat, ia tau haechan hanya khawatir dan terlalu menyayangi sahabatnya, meski kadang menyebalkan jaemin akui haechan itu orang yang amat peka dan perhatian dengan keadaan sekitarnya, jaemin merasa bersyukur bisa mengenal lelaki manis itu dan menjadi sahabatnya.

Angelus CustosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang