Part 01

63 18 5
                                    

Happy Reading

¥¥¥¥

Kenzo membuka kedua kelopak matanya, lalu mengerjapkan kedua matanya. Tubuhnya terasa remuk akibat semalam, papahnya kembali memukuli dirinya karena Kenzo pulang larut malam.

”Sakit banget punggung gue.” ucap Kenzo pelan.

Ia bangkit dari tempat tidur empuk itu, lalu berjalan menuju cermin yang berada di kamar bernuansa abu abu tersebut. Tangan kekarnya membuka baju oblong itu, lalu ia menatap perutnya yang penuh dengan bekas cambukan. Di punggung pun sama, hampir semuanya terkena cambukan dari sang papah. Wajahnya sudah babar belur, tapi ia terus saja tersenyum manis.

”Ngga apa apa, kalo hari ini papah masih belum bisa nerima takdir, pasti nanti papah bisa nerima takdir dan bisa nerima gue lagi.” ucap Kenzo sambil tersenyum manis.

Ia masuk ke dalam kamar mandi. Hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit, Kenzo sudah selesai melaksanakan ritual mandinya dan sudah tampan dengan balutan seragam putih abunya.

Ia menyisir rambutnya, beberapa detik kemudian. Ia menatap sisir yang berada di genggamannya tersebut, alisnya terangkat sebelah.

”R-rambut gue rontok?”

Kenzo menggeleng pelan. ”Bun, kalo misalnya Lino nyusul gapapa, kan? Lino capek banget. Semuanya udah berubah setelah bunda pergi, papah udah ngga sayang sama Lino lagi.” lirih Kenzo pelan.

Ia mengambil bingkai foto bunda tercintanya lalu memeluknya dengan sangat erat. ”Bunda apa kabar? Maafin Lino, gara gara Lino ... Bunda pergi ninggalin papah sama Lino,”

”Lino janji bakal jadi cowok yang sukses, bunda pasti bangga punya anak kayak Lino.” imbuh Kenzo.

Cup

Kenzo tersenyum menatap foto tersebut. ”Lino berangkat ke sekolah dulu ya, Bun. Doain semoga Lino selamat sampe sekolah.”

Ia kembali menyimpan bingkai foto tersebut, lalu mengambil ranselnya. Tak lupa mengambil motor pemberian dari neneknya, motornya ini adalah hadiah saat dirinya menginjak umur 17 tahun. Motor kesayangannya.

Ia berjalan menuju lantai satu, di ruang makan sudah ada adik, papah dan mamahnya. Ia sudah biasa melihat pemandangan itu, tapi tetap saja ia terluka melihat papahnya yang enggan berbicara kepadanya setelah kejadian beberapa tahun yang lalu.

”Pah, Lino berangkat dulu ya.” pamit Kenzo sambil sedikit berteriak.

Damares mendelik menatap putranya. ”Berangkat saja tidak usah berpamitan kepada saya.” ketus Damares sambil terus menatap Kenzo tajam.

Cowok tinggi itu mengangguk. ”Papah semangat ke kantornya, ya!” ucap Kenzo sambil tersenyum manis.

Lidya tersenyum tipis. ”Ken, sini makan dulu. Mamah udah buatin nasi goreng spesial buat anak-anak mamah.” ajak Lidya lembut.

Kenzo menatap mamah tirinya dengan sinis. ”Gak makasih. Karena makanan lo pasti ngga enak,” tukas Kenzo.

Lidya tersenyum miris mendengarnya. Damares mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras seketika. ”Anak tidak punya sopan santun! Lidya mamah kamu, Kenzo!!” sentak Damares.

185 HARI KENZO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang