11. Dia Mengajarkan Sebuah Rasa Syukur
***
Jerdian memarkirkan motornya dihalaman rumah. Dia menatap heran ke ayahnya yang ada di rumah, bukankah seharusnya ayah belum pulang bekerja. Perasaannya was-was seketika, apalagi melihat tong besar yang mengeluarkan asap, seperti ada yang dibakar di dalam sana. Jerdian awalnya berjalan pelan menghampiri ayahnya, namun ketika ayahnya mengangkat sebuah lukisan yang tadi di sembunyikan dibelakang punggungnya, membuat Jerdian sontak berlari. Berniat untuk merebut lukisan itu dari tangan ayahnya. Namun, naas, lukisan itu sudah masuk ke dalam kobaran api.
"AYAH NGAPAIN?" teriak Jerdian. Tubuhnya terasa lemas ketika ia melihat ke dalam isi tong itu dan terdapat banyak karya seninya yang sebagian mungkin sudah jadi arang.
"Itu akibatnya kalo kamu selalu nentang ayah. Emang apa hebatnya jadi seniman? Apa untungnya semua lukisan dan tulisan yang kamu buat?"
Aura Jerdian kali ini benar-benar menyeramkan, lengan yang mengepal kuat membuat urat-urat tangannya muncul, seolah bisa menghancurkan apa saja dengan sekali hantaman, jangan lupakan mata tajam Jerdian yang bisa menusuk siapapun tanpa aba-aba, namun sang ayah —Jemian, seolah tidak takut melihat aura mencekam dari salah satu putranya itu.
Tanpa mempedulikan ucapan sang ayah, Jerdian menarik selang air dari depan rumahnya. Mematikan kobaran api yang semakin besar. Ia mencoba untuk menyelamatkan barang-barangnya di dalam sana. Bahkan, cowok yang masih membawa tas sekolahnya itu tidak mengeluh kepanasan.
Jerdian mengambil satu-persatu barangnya, ketika api mulai padam. Ayahnya benar-benar keterlaluan. Bahkan, sebuah alat musik yang berupa suling, berniat dibakar olehnya. Hanya sedikit benda yang tersisa, yang bisa dia selamatkan, meskipun beberapa lembar buku sudah hangus. Setelah rampung dengan kegiatannya, Jerdian kembali menuju motornya. Ia akan pergi, dan tak ingin masuk ke dalam rumah. Bisa-bisa ia mengamuk di dalam sana. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah ketenangan untuk meredam emosinya.
"Mau kemana kamu?" teriak Jemian.
"Ayah udah lakuin apa yang ayah mau, sekarang giliran Jerdian, lakuin apa yang Jerdian mau."
Percakapan antara dua orang keras kepala itu benar-benar singkat namun membuat ketegangan yang luar biasa. Jerdian melajukan motornya dengan kecepatan. Banyak orang yang mengira jika naik motor dengan kencang saat sedang marah itu bisa sedikit melegakan, dan Jerdian percaya itu. Amarahnya terasa menguap seiring dengan terpaan angin kencang yang mengenai wajahnya.
Setengah jam hanya berjalan tanpa arah, akhirnya cowok yang masih mengenakan seragam SMA itu memarkirkan motornya di jembatan Gandaria. Tempat yang menjadi salah satu favoritenya ketika pikirannya sedang kalut.
Jerdian berdiri dengan menumpukan tangannya di tembok pembatas. Menghirup udara segar sambil mendengarkan deru angin dan juga beberapa suara kendaraan yang lewat. Berkali-kali, Jerdian berusaha menekan ego nya untuk tidak melampui batas sebagai anak, tapi ayahnya itu selalu saja berusaha melukai hati kecilnya.
"Cih, apanya yang terbaik? Bukannya terbaik, malah tertekan ini mah," gumam Jerdian.
Jerdian melihat ke bawah, air yang tenang itu sesekali bergerak kecil. Otak buruknya tiba-tiba meracuni dirinya agar loncat ke bawah. Tapi, dia segera menepis itu. Sekeras apa pun dia coba bertahan, nyatanya dia hanya makhluk biasa yang kadang kala ingin menyerah. Menyerah pada dunia.
"Hai." Jerdian menoleh ketika merasa ada yang menyapa dirinya. Di hadapannya, Andrea berdiri sambil menenteng sebuah plastik, sepertinya ia habis dari mini market.
Andrea ikut berdiri di samping Jerdian, memandang gedung pencakar langit dengan lampu yang masih menyala di hadapannya. "Kok akhir-akhir ini kita sering ketemu ya. Lo juandra atau jer—"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Sisi (Open Pre Order)
Novela JuvenilJerdian dan Juandra, si kembar yang berlomba-lomba untuk menutupi lukanya masing-masing. Terlihat saling ingin menjatuhkan, padahal mereka saling sayang. Mereka hanya tak tau bagaimana caranya menunjukkan rasa sayang seperti orang pada umumnya. Mamp...