Second

73 13 3
                                    

Berjalan dengan hati-hati ini pukul tujuh lewat dua puluh menit. Sangat terlambat. Mata ku berbinar saat melihat pundak seseorang yang ku kenal dari kejauhan. Telat satu jam pun tidak masalah kalau ada teman nya.

"Tumben," ucap nya.

Aku menyengir seraya mengikuti pergerakan nya mengeluarkan buku dan menyelipkan tas di post satpam. Ini licik tapi sesekali tidak apa-apa kan?

"Kok lo ngikutin gue?"

"Emang kenapa si pelit banget!"

Ia hanya membawa sebuah buku yang diselundupan kedalam jaket sedangkan di tangan ku terdapat tiga buah buku tulis dan paket serta mukena. Terdengar decakan kesal bersamaan dengan tatapan sinis nya.

"Bloon lo mah, sini!" ucap nya menarik buku di tangan ku lalu dimasukan kedalam jaket.

Sedikit melongo tersadar aku sebodoh itu. Dari pada repot-repot mengeluarkan isi tas lebih baik bawa semua saja kan? Dan akan sangat ketara jika aku ikut menyeludupkan nya di balik seragam. Dasar bodoh.

Menyeimbangkan langkah lebar nya dengan jantung berdetak. Tangan ku meremas mukena dalam pelukan dengan kepala menunduk. Menyembunyikan seburat merah di pipi.

Koridor sekolah sepi membuat ku tenang sebelum sampai di meja piket. Rasanya jantung ku turun ke perut saat melihat tatapan nyalang dari seberang sana. Masih terlalu pagi untuk sakit jantung.

"Bara apa itu di dalam jaket mu?"

"Buku," sahut nya jujur. Bohong pun rasanya mustahil dengan jaket yang menggembung ke depan.

"Sini."

"Sebentar saya taruh dulu buku nya di kelas," sahut nya lagi.

Aku bingung kenapa cuma Bara yang di panggil. Ia mengisyaratkan untuk mengikutinya. Sampai di depan kelas, Bara mengeluarkan buku dari jaket nya.

"Titip buku, gue nemuin Bu Santi dulu."

"Ngapain?"

"Di hukumlah," sahut nya enteng.

"Gue ikut."

"Yang di panggil cuma gue, lo masuk aja sana sebelum guru piket liat."

Ia pergi dengan santai meninggalkan ku yang lagi-lagi melongo.

There's really nothing special right? It's hard. Then let me not fall too deep again. It's hurt.

"Lo nggak bawa nama gue?" tanya ku seraya memberikan buku nya.

Kepala nya menggeleng pelan menatap ku sebal. Melipat lengan seragam seraya bersandar di pintu kelas. "Lo takut?" tanya nya balik.

"Enggak, justru kaget ada manusia baik kaya lo."

"Ngepel doang," sahut nya santai.

"Tapi nggak semua orang mau disalahin!"

"Jiya, anggep aja hari itu lo lagi hoki dan gue nggak mau ngerusak hari lo. Jangan suka sama-samain orang. Gue Muhammad Bara beda dari orang yang lo kenal lainnya."

"Makasih Bara."

Bara terkekeh seraya mengelus puncak kepala ku.

"Bangsat lo bisa diem nggak si."

Aku kembali ke rumah dengan hati yang riang. Tidak bisa di pungkiri sekedar sentuhan kecil sangat berpengaruh, sepanjang hari aku menebar senyum tanpa beban. Jatuh cinta memang se-aneh itu.

"Bin! Oh my good, do u know what happened today? Bara give 'puk-puk' on my head. Ya Allah i hope isn't a dream!" heboh ku.

Berbeda dengan aku, Si Mahkluk berbulu ini hanya memasang wajah kesal lantaran tidur nya terganggu.

"I hope your still here, banyak hal yang aku lalui belakangan ini dan aku mau kamu yang pertama tahu."

Lagi-lagi aku harus mengeluarkan cairan bening ini membasahi selimut dan bantal. Tangan ku mencari sesuatu tapi tidak ada. Kemana pergi nya bulu halus itu? Aku rindu.

Sejauh ini aku selalu berfikir "bagaimana kalau ia pergi?" dan ini jawabannya. Aku retak bila disentuh akan hancur lebur pertahanan ini.

"Tolong jangan salah paham. Aku nangis bukan karena Bara tapi kamu. Bukan masalah besar tentang pacar Bara, perasaan dan hati ku. Hal menyedihkan itu kamu," keluh ku pada tembok.

Kembali menjadi Jiyana satu tahun yang lalu. Menangis tersendu-sendu dengan berceloteh kepada tembok dan benda mati di kamar. Aku tidak ingin merepotkan siapa pun atas rasa sedih ini.

Tangis ku terhenti saat mendengar suara gaduh di atap tapi tak lama kemudian aku terdiam dan kembali menangis. Biasanya aku dengan sigap ke balkon berbekal sapu. Anak nakal itu selalu melarikan diri saat malam tiba dan berkelahi. Badan ku lemas, itu bukan Subin. Jiyana ... terimalah kenyataan bahwa makhluk berbulu kesayangan mu sudah terkubur di halaman belakang.

Note :
Aku kasih gambar sebagai pembatas past and present.

1 May 2022
Jellysa

I've lostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang