9

782 108 16
                                    

Keknya gara2 plot tadi aku jadi semangat nulis chapter baru anjay
Sebelum baca chapter ini tolong baca lagi dari awal cerita ya wkwkw bukan maksud menyusahkan takutnya lupa sama alur terus tbtb dikasih plot kan kaget.








Sean panik ia mengguncangkan Taehyung yang masih melamun sejak beberapa detik lalu. Pandangannya kosong, sudah jelas bahwa sang putra terlampau kaget.

"Taehyung Eo-eomma akan menjelaskan semuanya. Ayo kita temui Hyungmu, dia butuh penanganan."

Sean langsung menarik tangan Taehyung namun ia tetap bergeming tampa suara.

"Taehyung dengar Eomma! Kau adalah anakku, dan adik Seokjin. Tidak ada alasan apapun yang bisa membantah hal itu."

Taehyung perlahan menoleh menatap Sean sambil menggeleng pelan.

"Aku bukan bagian dari keluarga ini."

Deg

Sean berdesir, ia langsung memeluknya erat mengusap kepala Taehyung walau sang empu tidak menbalas.

"Sayang.. tidak, kau adalah keluarga Eomma kau anak bungsuku satu-satunya. Eomma mohon jangan seperti ini, ayo kita temui Hyungmu."

Ia diambang kebimbangan, kondisi Seokjin perlu penanganan segera namun Taehyung juga dalam kondisi terpuruk. Akan berbahaya jika ia meninggalkannya.

"Eomma mohon, Nak. Maafkan Eomma, Eomma janji akan menjelaskan semuanya, Seokjin butuh kita Nak."

Taehyung menggeleng ia meraih tangan Sean, menggenggamnya erat "Eomma, cepat tangani Seokjin. Tidak usah memikirkan Taehyung."

"Tidak! Kau adalah anakku juga. Eomma akan selalu memikirkanmu."

"Pergilah, Eomma. Aku ingin sendiri dulu."

"T-tapi--"

"Aku mohon.."

Suara Taehyung yang lirih membuatnya ikut terluka. Anaknya butuh waktu namun entah mengapa Sean merasa takut meninggalkannya. Ia mengambil alat medis disana. Sebelum pergi Sean mencium kening Taehyung sambil mengusap rambutnya.

"Tetaplah disini. Eomma akan kembali ne?"

Taehyung tersenyum arti. Ia mengangguk dan menatap kepergian Sean yang berlari keluar menuju kamar Hyungnya.

Ia tersenyum simpul meremas kertas tadi. Kenyataan pahit yang memalukan baginya, berada di keluarga asing dan menuntut mereka untuk menyayanginya. Perasaan Taehyung sekarang, ia kecewa dan merasa egois pada Seokjin. Mengingat ia sering melukai hati Kakaknya. Membuat Taehyung semakin malu.

Kakinya beranjak keluar dengan lemas. Ia berjalan melewati kamar Seokjin, namun tanpa sadar kakinya berhenti lalu mundur. Pintu kamar itu terbuka lebar, menampilkan Sean yang kini menangani Seokjin dengan cepat. Ia bisa melihat dada sang Hyung yang naik turun tidak beraturan, Sean bahkan menangis sambil memasang infus dan masker oksigen disana.

Taehyung mundur selangkah. Air matanya menetes kala ingatannya kembali ketika Seokjin begitu menyayanginya, sedangkan ia selalu menolak kehadiran sang kakak. Justru Seokjin adalah sosok yang mengangkatnya, membawa Taehyung kedalam keluarganya yang hangat.






...







Seokjin mengerjap perlahan. Rasa sakit di dada yang sudah ia tahan sejak kemarin kini timbul semakin menusuk. Matanya masih memburam dengan sensasi berputar yang mengganggu. Ia melihat sekeliling, ini bukan tempat terakhir ia berada. Seingatnya ia masih berada di padang rumput, menikmati sepoian angin yang menggiringnya melupakan rasa sakit sekujur tubuhnya.

"Jin? Bagaimana perasaanmu? Apa masih sakit?"

Ia menoleh kala Sean begitu dekat mengelus surainya lembut. Seokjin ingin mengucapkan sesuatu namun masker oksigennya begitu mengganggu. Dengan kasar ia melepas benda itu membuat Sean panik.

"Kau masih membutuhkannya, jangan di lepas ne?"

Seokjin menggeleng kuat, tangannya menahan Sean untuk memasangkan alat itu kembali. Seokjin yang keras kepala mulai membuatnya repot.

"T-Taehyungh.."

Suara lemah juga mengi keluar dari bibir Seokjin. Sang adik adalah orang yang pertama kali ia cari ketika terbangun. Ia selalu menanyakannya pada Sean bagaimanapun kondisinya. Seolah mendesak Sean agar berkata sebenarnya.

"Seokjin istirahat dulu. Biar Eomma beri obat tidur."

Sean hendak mengambil injeksi tapi Seokjin tiba-tiba terbangun membuatnya kaget lagi.

"Taehyung, dimana?"

Kini Seokjin bertanya dengan nada tegas. Sean tak kuasa, ia menangis bersimpuh diatas ranjang Seokjin.

"Eomma? Ada apa? Kenapa Eomma menangis?" Sekejap ia langsung melupakan semua sensasi ngilu tubuhnya, kemudian mengelus pundak sang Eomma khawatir.

"Maafkan Eomma. Eomma gagal, eomma membiarkannya pergi."

Sean begitu terkejut ketika ia hendak kembali pada Taehyung namun sang anak tidak ada disana. Ia pergi tanpa jejak bahkan tidak membawa barang apapun dari rumah.

Seokjin meremas dadanya, sakit bak ditusuk benda tajam langsung terasa. Ia bahkan menahan erangan yang akan keluar dari mulutnya.

"Taehyung, telah mengetahui semuanya."

Seokjin melotot. Ia terbatuk kuat sambil memukul dadanya yang sesak.

Tidak mungkin

Ini belum waktunya

Taehyung tidak boleh mengetahuinya sebelum waktunya tiba.

Berbagai asumsi dalam pikirannya menguasai Seokjin. Ia mencabut asal infus yang tertancap dipunggung tangannya yang kini mengeluarkan darah encer. Seokjin mengangkat bahu Sean agar duduk tegap.

"Maafkan Eomma.. hiks.."

"Tidak Eomma. Jangan minta maaf, aku akan membawa Taehyung kembali."

Seokjin langsung berdiri sembari mengancingkan kemeja baju yang terbuka. Sean terlalu sedih, ia bahkan membiarkan Seokjin pergi padahal ia tahu Seokjin dalam keadaan kritis.















To be continued...

AMERTA (Taejin Brothership)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang