A 𝗴𝗼𝗹𝗱𝗲𝗻 boy. A walking 𝗰𝗵𝗮𝗼𝘀.
Abithar Ashe Arabim? 𝘩𝘪𝘨𝘩-𝘤𝘭𝘢𝘴𝘴, 𝘩𝘪𝘨𝘩-𝘢𝘤𝘩𝘪𝘦𝘷𝘦𝘳, 𝘩𝘪𝘨𝘩 𝘴𝘵𝘢𝘯𝘥𝘢𝘳𝘥𝘴.
Kalkulatif, disiplin, dan selalu satu langkah di depan-Dia bisa ngerjain soal olimpiade sambil meeting bisni...
Dan Buenos bukan sekadar sekolah elit. Ini tempat para high achievers, future leaders, dan anak-anak orang penting yang hidupnya sudah diatur sejak dini. Kurikulum mereka berat, ekspektasi lebih tinggi dari gedung utama, dan tekanan? Jangan ditanya. Di sini, nama besar lebih dulu dikenal sebelum orangnya.
Nama dia Jemie Amourine Dasha. Sebut saja Jema. Gadis cerewet dengan mood swing yang bisa berubah lebih cepat dari perubahan musim itu kini duduk di kelas 10. Hampir satu bulan setelah masa perkenalan, semuanya terasa menyenangkan—dia kira bisa ikut tiga ekstrakurikuler yang diinginkan sekaligus. Tapi apa boleh buat, saat kakaknya sangat-sangat mengharapkan Jemie masuk karate yang bahkan tak pernah ada dalam bayangannya?
Ya, baiklah, tentu saja tidak masalah.
Yang Jemie permasalahkan adalah mental dan jantungnya ketika harus menghadapi sang senior yang bikin goyah prinsip ‘tidak mau pacaran’.
Abithar Ashe Arabim. Lahir dengan segalanya—nama besar, otak brilian, dan wajah yang bikin resah. Rasionalitas adalah bahasanya, kesempurnaan adalah standarnya. Dingin, nyaris tak tersentuh. Terlalu mustahil untuk digapai. Tipe yang selalu tenang, tajam, dan terlalu sibuk untuk peduli pada hal remeh. Si berprestasi dan menawan, si sukses dan mandiri.
Mereka berlawanan—yang satu serba hitung-hitungan, satunya lagi serba spontan. Yang satu menilai segalanya dengan logika, yang satunya sering kali melawan logika. Tapi yang ironis? Semesta justru lebih dulu mempertemukan tatapan mereka sebelum mereka sendiri menyadarinya.
Abithar itu terlalu tidak terbaca bagi Jemie yang. Sampai gadis tersebut tidak menyadari bahwa dia yang ‘dibaca’ oleh Abithar.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.