Ferdaane Van Coulge

21 0 0
                                    

"Hai, Eletra bukan? Senang bertemu denganmu..."

Suatu pertemuan yang tak pernah aku bayangkan. Tak pernah terbayangkan olehku betapa pertemuan itu adalah kebetulan paling beruntung yang pernah aku dapatkan. Batu yang telah kau lempar ke danau tidak akan pernah muncul ke permukaan lagi. Dia hanya akan tenggelam, meninggalkan semuanya sejak menembus permukaan air.

Batu itu adalah aku. Tepat ketika Daan memilih untuk lupa akan semua tentangku. Aku pergi, menjadi sosok Azusa yang mengikhlaskan Takeshi dalam film Forget Me Not. Dia adalah Romeoku, meski aku tidak terlahir sebagai Juliette.

Siapa Daan? Ferdaane Van Coulge, pria Belanda yang kutemui di New York sore itu, ketika dia yang tengah kesulitan mencari taksi datang menghampiriku, bertanya dimana ia bisa menunggu bus terdekat. Dia menebak namaku dari sebuah nama yang tertulis di cangkir kopiku, sebelum akhirnya ada banyak kenangan yang diciptakan untuk ia lupakan. Kau tau, menciptakan kenangan sangatlah mudah. Kini aku mati-matian menghapusnya seorang diri.

Lalu ingatanku beranjak ke masa dimana Daan tidak lagi ingat akan apapun tentangku, ketika dokter yang merawatnya hanya bisa menggeleng dan memintaku untuk bersabar karena seperempat ingatan Daan tak akan pernah mungkin kembali.

Butuh waktu yang lama untukku berhenti membenci tuhan, tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa Daan melupakanku sedangkan masih ada banyak ingatan lainnya yang lebih layak ia lupakan.

Daan dibawa pulang ke Belanda, bersama ibu dan ayahnya. Mereka merawat Daan dengan penuh perhatian karena tidak ingin kehilangan putra mereka satu-satunya. Bagaimana denganku? Aku sebagai sosok satu-satunya yang ia lupakan, memilih untuk berhenti bekerja di New York dan membawa semua penghasilanku ke Belanda.

Itu keputusan yang berat, tetapi aku masih yakin bahwa Daan pasti bisa mengingatku. Jika tidak hari ini, mungkin besok, atau lusa, atau mungkin suatu hari nanti, aku akan tetap sabar. Dia akan jatuh cinta lagi, Daan akan menebak namaku dari cangkir kopi yang kupesan, pasti.

Namun Amsterdam tidak mau melakukan hal yang New York lakukan, ia tidak memiliki ingatan apapun tentang aku dan Daan.

Daan menyambutku dengan baik, sebagaimana kita menyambut orang baru untuk datang. Itu jelas membuatku sadar bahwa Daan benar-benar melupakanku, sama sekali tidak mengingatku, aku tak sedih. Demi tuhan aku akan ada dimana ia berada, membuatnya ingat akan bagian terpenting dalam hidupnya.

Daan pernah berjanji padaku dulu, di New York.

"Jika salah satu dari kita akan dijemput terlebih dahulu, berjanjilah untuk tidak saling melupakan. Aku tak akan melupakanmu, karena separuh ingatanku adalah tentangmu padahal pertemuan kita hanya seperempat dari usiaku."

Namun suatu waktu, kudapati Daan datang padaku, tersenyum bahagia dan memeluk erat. Aku terkesiap, merasakan jantungku berdebar begitu kencang. Mataku kaku menatap ke udara yang kosong, aku masih mematung.

"Wanita yang selama ini kucari. Aku menemukannya." Ucap Daan dengan lega.

Aku mencoba mempercayai itu dengan senyuman. "Kau ingat..?"

"Iya. Aku ingat. Teman masa kecilku, Grisse!" Ucapnya antusias. "Dia masih di kota ini..."

Ternyata ingatan Daan terhenti tepat ketika usianya dua puluh satu tahun, tiga perempat usianya sampai sekarang. Dia jelas tidak mengingatku, kami belum bertemu di saat itu. Grisse adalah wanita yang membuatnya memilih untuk tinggal di New York. Wanita itu yang membuat Daan ingin menyendiri ke negara tempatku tinggal.

Daan...hanya mengingat Grisse tanpa ingat apa yang wanita itu telah lakukan padanya. Daan, dia hanya melupakan aku. Begitupun, aku tak merasa sengsara, aku akan mengulangi semuanya, memulai perkenalanku dengan Daan dari awal. Daan tidak meninggalkanku, dia masih bersamaku.

Sekali BacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang