.
.
.
"Berikan aku pelayananmu malam ini, maka akan kulepaskan dirimu. Aku ingin mendengar-"
Satu detik jantungnya berhenti berdetak. Suara baritone yang sangat asing terdengar- seperti memberi harapan sekaligus pilihan itu berhenti berbicara saat ia memotong ucapannya.
"S-siapa kau..?"
tanya wanita itu lirih, meski tak ada jawaban.Beberapa menit ia merasakan sunyi meski suara berisik dari banyaknya manusia di sana tetap tertangkap telinga. Laki-laki itu diam, membuat si wanita penasaran.
"T-tuan.. Tolong aku. Aku mohon.." lirihnya lagi. Bulir air mata mulai merembes dari kain hitam yang menutupi netranya, membasahi pipi putih porselen dan bibir merah yang wanita tersebut miliki.
"Tuan Lee, acara pelelangan sudah akan dimulai. Mari saya antarkan anda ke tempat semula."
"Ya."
--
Suara yang lain tertangkap pendengaran sang wanita.
Namun fokus wanita itu masih mencari sumber suara pertama yang memberinya setitik harapan."Well- sampai jumpa, Kenari."
ucap Jeno seraya mengusap bibir bawah wanita itu sebelum benar-benar pergi."Tuan!"
Sang wanita memekik keras. Lagi, baritone itu terdengar-- namun kali ini adalah salam perpisahan. Hanyalah satu yang ia ingat, sebuah nama yang tanpa sengaja disebut oleh seseorang lainnya. Lee.
Kenari dan Lee. Dua kata yang terputar di kepala sang wanita. Wanita itu mengingat jelas. Panggilan lelaki tersebut terhadapnya dan sebuah nama yang membuat sosok itu pergi.
Getar. Tubuhnya bergetar lagi. Wanita itu ingin berteriak dan menangis keras menuntut bebas. Namun pada akhirnya ia tahu hal itu akan kalah, terlebih saat beberapa orang membawa jeruji tersebut entah kemana.
Yang didengar adalah suara riuh tepukan tangan. Sorak yang sangat antusias ditambah suara seorang pria yang terus menerus mengoceh dengan mic, menyulut para manusia agar memperebutkan tingginya harga.
Si wanita masih setia di balik jeruji perak. Sebuah kotak besar yang ditutupi kain hitam dari luar, membuat peluh menetes membasahi kening wanita itu. Gerah.
Bahkan kini gaunnya yang tipis menerawang sudah lepek lantaran basah dengan rasa engap yang menyiksa. Kedua kakinya mulai pegal karena berdiri sepanjang hari sejak kemarin, pastilah betis cantik itu sudah membengkak dan tak kuat menopang beban tubuh andaikata tak ada rantai yang membelenggu kedua tangan si wanita dari atas.
"Baik, para hadirin sekalian! Ini adalah lukisan kuno bersejarah peninggalan dinasti China. Pemiliknya adalah salah satu orang tersohor di Beijing, Luo Yi."
Lagi-lagi suara itu terdengar. MC acara pelelangan itu adalah seorang pria bertubuh gempal yang memakai dasi kupu-kupu. Berdiri diatas panggung dengan dua orang wanita berpakaian seksi yang mendampinginya--memegangi barang pelelangan yang mereka tawarkan.
"Harga awal barang ini adalah 30 dolar!" kembali ia berbicara, memulai start bagi para penikmat acara.
"32!"
"33,5!"
"43!"
Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan, suara bising yang sangat ia benci. Namun, mau tak mau dirinya akan bernasib sama seperti barang tersebut cepat atau lambat.
Dadanya terus berdebar, ketakutan hingga tak sengaja menggigit bibirnya hingga sedikit menimbulkan luka baru.
Jeno Lee mengenakan kemeja putih dengan celana hitam, terkesan sederhana jika dibanding orang orang yang tengah hadir di sini. Mereka memakai jas kualitas terbaik bahkan ada pula yang berlapiskan emas hanya untuk menarik banyak perhatian dan rasa segan.
Penampilan yang 'sederhana' milik Jeno itu justru membuatnya menarik banyak perhatian orang lain.
Banyak barang telah dikeluarkan dan dilelang dengan harga harga yang tak bisa dibilang murah. Sebagian karena memang seorang kolektor, dan sebagiannya lagi hanya untuk menaikkan derajat mereka di kelas sosial, dan sisanya memang memiliki tujuan khusus, tentu saja.
Malam semakin larut namun suasana malah bertambah ramai. Jeno masih setia duduk di bangkunya dengan obsidian kelam yang menatap tajam kearah podium di mana mereka tengah melakukan pelelangan. Wajahnya yang selalu ramah dengan balutan kurva melengkung hingga matanya menyipit kini menghilang sejenak lantaran rasa bosan.
"Dibalik jeruji besi ini adalah sesuatu yang kalian tunggu tunggu sedari tadi! Sesuatu yang akan membuat mata lelah kalian menjadi segar kembali!"
Begitu kalimat MC itu selesai, beberapa orang masuk sembari mendorong sebuah kerangka besi yang besar. Semua orang bertanya tanya apa kiranya barang penutup malam ini? Hewan liar langka atau sesuatu yang lebih menakjubkan lagi?
Mereka memberikan fokusnya pada kerangka besi berbalut kain hitam tersebut. Kesunyian seketika menjalar kemana-mana sementara sang MC nampak tersenyum puas melihat banyak orang yang penasaran di sana.
Kemudian, pria itu segera berjalan mendekat ke arah kerangka, hingga tangannya yang pendek memegang kain yang menutupinya.
Sedetik kemudian, kain hitam itu pun terbuka.
"WAAAH!!"
Sorakan dari banyaknya orang bergabung dalam satu suara. Tiap iris mata orang orang disana seakan membulat saat tahu ada sosok wanita di dalam sangkar. Hasrat untuk memiliki membuat banyak orang segera menawar dengan harga tertinggi.
Wanita yang anggun sebelumnya kini nampak begitu erotis dengan pakaian menerawang- membentuk tiap lekukan tubuhnya dengan jelas.
"Kenari."
Jeno Lee berdesis lirih.
Penampilan itu bahkan lebih parah dari perkiraan Jeno sendiri.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑲𝒂𝒏𝒂𝒓𝒊𝒆𝒔 | Jeno-Karina
FanficSeluruh penghuni mansion tidak ada yang mengetahui dari mana wanita itu berasal. Kecantikannya membuat Jeno Lee terpikat sehingga rela menghabiskan milyaran uang untuk membelinya. Benar, ia dibeli dengan harga tinggi yang menurut Jeno tidaklah sebe...