Self devotion.

1.1K 148 9
                                    

.

.

.

”Kau tahu, pria bisa menjadi bodoh karena dua hal.”

”Apa itu, brother?”

”Cinta dan wanita.”

Jeno Lee meneguk champagne miliknya hingga tandas. Entah mengapa telinganya sedikit panas mendengar topik obrolan teman-temannya saat itu. Bisa-bisanya mereka membahas hal yang menurutnya sangat tidak berguna.

Sebuah kurva melengkung, menghiasi wajah rupawan milik Jeno— namun itu adalah senyum sinis, pertanda bahwa ia tak suka. Pria itu memanggil seorang staff cassino untuk menukar kembali chipsnya dengan sejumlah uang sebelum membayar seluruh tagihan termasuk biaya minuman yang mereka pesan.

       ”Haha, benar. Tetapi wanita menjadi pintar karena dua hal. Kau tahu apa?”

       ”Pria dan harta.”

       ”Bung, kau lihat. Tuan Lee kita pernah bodoh karena cinta dan wanita.”

       ”Ssstt.. Sudah, jangan mencibirnya. Kalian tidak tahu nikmatnya bercinta ala Jeno Lee, ppft.”

Jeno segera beranjak dari tempatnya. Ia merasa urusannya di Lebanon saat itu sudah usai sehingga mengharuskannya untuk kembali bertolak ke Praha. Lagipula untuk apa berlama-lama dengan sekumpulan manusia beracun itu? Pikirnya.

Ia kalah banyak malam ini. Jeno tahu bahwa para pecundang itu telah curang saat mereka memasang taruhan. Apalagi jika berjudi di atas sebuah perjanjian? Beruntunglah, hanya tiga buah mobil sport keluaran terbaru miliknya yang menjadi incaran. 

Baru saja ia merapikan tuxedo, sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya. Tanpa sengaja Jeno melihat isi galeri, di sana ada potret Kenari saat pertama kali mereka bertemu. Sewaktu wanita itu masih di dalam sangkarnya.

Jeno memandanginya cukup lama hingga kemudian secara mendadak di dalam hati Jeno muncul perasaan rindu yang muncul secara tiba-tiba.

Kira-kira apa yang tengah dilakukan oleh Kenari di kediamannya?

Apakah wanita itu makan dengan teratur?

Bagaimana dengan luka lebam di sekujur tubuh serta wajah wanita itu?

Banyak pertanyaan terlontar yang memenuhi isi kepala seorang Jeno Lee yang ia sendiri tak menemukan jawabannya. 

     ”Baiklah, sudah cukup membuang-buang waktunya.”

ucap Jeno sembari menghisap cerutunya dalam-dalam.


Ketiga orang lainnya yang masih berada di tempat itu menatap Jeno dengan perasaan sedikit tidak rela. Sumber uang mereka ingin kembali ke Eropa dan belum tentu pria itu akan kembali lagi ke tempat ini—— mengingat setumpuk pekerjaan yang begitu menyita waktu dan diri. 

      ”Kapan kau akan mengunjungi kami lagi, Brother?”

tanya salah satu diantaranya.

     ”Nanti ketika upacara pemakaman mu, ppft.”

    

𝑲𝒂𝒏𝒂𝒓𝒊𝒆𝒔 | Jeno-KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang