The man adores.

1K 137 1
                                    

.

.

.


Murni. Satu kata yang mewakili seluruh imajinasi saat sebuah wajah tertangkap jelas oleh netra. Keindahan dan kecantikan yang hakiki membuat Jeno Lee tidak sanggup lagi bahkan hanya untuk sekedar berkata.

Kenari cantiknya terlelap. Tubuh lelah itu meringkuk pada sebuah ranjang singgasana milik Jeno. Berbalut gaun tidur satin putih gading, tubuhnya yang penuh luka lebam dapat terlihat dengan jelas.

Padahal ia hanyalah seorang wanita yang tak berarti apapun-- setidaknya ia akan dianggap penting bagi Jeno jika memiliki sebuah hubungan meski terselubung.
Tetapi pengecualian dengan Kenari, pria itu bahkan tidak ingin meninggalkannya barang sedetik pun.

"T-tuan.."

"Hm?"

Pandangan mereka bertemu, Jeno menghentikan aktivitas tangannya yang sedari tadi mengompres luka di beberapa tubuh wanita itu.

"Kenapa Tuan menolong saya?"

sebuah tanya keluar. Membuat Jeno diam sejenak lalu memeras handuk kecil yang masih berada di tangannya.

"Menolongmu? Untuk apa?"

Wanita yang dipanggil Kenari itu menggigit bibir bawah. Jeno seakan tak mengakui perbuatan baiknya. Yang membuatnya sedikit merasa tidak enak, sehingga ia bingung harus merespons pria itu bagaimana.

"Aku sama sekali tidak menolong mu, tetapi membeli mu. Ingat selalu ini di dalam pikiran mu, Kenari."
elak Jeno.

Ia ingat, pria yang memanggilnya Kenari saat dirinya terkurung di dalam nestapa yang ayahnya buat. Lelah jiwa dan fisiknya membuat wanita itu merasa tak berarti. Bahkan ia sedikit takut karena Jeno menginginkan pelayanannya saat itu-- tentu saja tubuhnya.

Namun nyatanya, yang pria itu lakukan malah merawatnya. Kenari tak pernah merasa tersentuh seperti ini. Ia merasa hakikat dan jati dirinya sebagai manusia masih tersisa. Meski ucapan Jeno sedikit menohok-- membuatnya tersadar akan sebuah realita.

"Bukankah Tuan menginginkan tubuh saya?"

Rupanya ia adalah wanita yang spontan. Hal tersebut sontak membuat Jeno memfokuskan atensinya secara penuh pada wanita itu.

Tangannya mencengkeram lembut dagu Kenari lalu ia tersenyum penuh arti.

Jemari lain Jeno membelai sisi wajahnya penuh kehati-hatian, sejurus kemudian ia mengecup pelipis wanita itu tanpa ada perasaan ragu, sedikit pun.

"Apakah pinggulmu sakit?
Apa ada bekas darah di sini, atau setidaknya bekas sperma yang mengering? I know you're still a virgin."

Wajah Kenari merah padam. Bisa-bisanya pria yang berada di hadapannya ini begitu frontal dan vulgar. Ia malu setengah mati karena tak biasa. Kenari adalah wanita baik-baik dan cukup terpelajar-- setidaknya dulu sebelum nasib buruk menimpa dirinya yang dijual oleh ayahnya sendiri.

"Aku risih dengan tubuhmu yang penuh luka itu. Menutupi kecantikanmu saja,"

Usai berkata seperti itu Jeno melenggang pergi, tangannya baru akan mencapai knop pintu ruangan namun beberapa pelayan wanita terlanjur masuk dan membungkuk hormat. Tak lupa dengan sebuah troli yang didorong oleh salah satu dari mereka. Kenari tahu, isinya adalah sepaket sarapan.

"Jangan lupa oleskan obat di tubuhnya,"

"Baik, Tuan."

Jeno Lee benar-benar menghilang dibalik pintu. Namun jejak kehangatannya masih terasa begitu telapak tangan Kenari menyentuh sisi ranjang.

Seperti sebuah mimpi belaka, ia akan menjadi milik seorang pria baik hati yang kaya dan mendapat perlakuan yang begitu istimewa, mengingat dirinya beberapa waktu yang lalu menjadi wanita yang tak ada harganya.

Tentu, apalagi jika bukan karena kecantikan?

Jeno sangat menyukai hal yang ada di dalam sosok Kenari itu. Burung cantik yang ia dapatkan bukan untuk sebuah kepuasan. Namun menjadi objek pengingat diri bahwa dunia masih memiliki sesuatu yang bisa dinikmati.


Ya.. Kecantikan Kenari.

.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝑲𝒂𝒏𝒂𝒓𝒊𝒆𝒔 | Jeno-KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang