***
Waktu berlalu begitu cepat. Semua seserahan terlihat begitu indah nan elegan dengan gradasi warna emas dan maroon. Tapi yang lebih indah diantara semua adalah pemudanya yang sangat tampan dan berwibawa. Bukan hanya itu dia juga sopan, rendah hati, dan besar hati. Apa yang lebih indah dari sifatnya yang baik? Beruntungnya Hilya memiliki calon imam yang nyaris sempurna dambaan semua kaum Hawa.
"Pak kyai apa kita berangkat sekarang?" tanya Ujang supir pribadi kyai Faaz.
"Apa semua persiapan sudah rampung Umi?" tanya kyai Faaz pada istrinya.
"Alhamdulillah semuanya sudah rampung Bi. Kalau bisa kita berangkat sekarang ya.. keburu matahari naik." pinta nyai Rosnah.
"Ujang, kita berangkat sekarang ya... Apa barang-barang seserahan sudah dimobil semua?" tanya kyai Faaz.
"Iya kyai semua barang seserahan dan keperluan lainnya sudah dimobil semua." jawab Ujang lalu membuka pintu mobil.
"Nak Abyaz sebelum berangkat kita berdo'a dulu, semoga acara khitbah ini dilancarkan oleh Allah SWT." ujar kyai Faaz.
"Amiin ya Rabb... Ya Allah dzat yang maha kuasa. Mudahkan dan lancarkan segala urusan kami. "Robbanaa ‘aatinaa miladunka rohmatan, wahayyi’ lanaa min amrinaa rosyadaa."
Rombongan kyai Faaz tiba di rumah bu Islah tepat pukul 11:30.
Saat mobil Toyota Innova silver memasuki pekarangan rumah. Semua keluarga wanita mulai berdiri menyambut kedatangan mereka dengan penuh kehangatan.Nyai Rosnah berpelukan dengan bu Islah begitupun Fatin. Sementara Fardan mencium punggung tangan kyai Faaz lalu memeluk Gus Abyaz penuh kehangatan. Dua keluarga kini bertemu untuk menjalankan niat yang baik menyatukan dua hati menjadi satu dalam menyempurnakan agama.
"Nak Abyaz, apakah Ananda siap menghkitbah Hilya dengan segala kerelaan hati? Apakah Ananda ridho menghkitbah atau meminang Hilya dengan segala kekurangannya?" nada bu Islah terdengar getir dan berat.
"Bismillah... Insyaallah dengan kerelaan hati Abyaz ridho menghkitbah dek Hilya di saksikan oleh Allah SWT beserta malaikat-malaikatnya. Demi Allah Abyaz ridho lillahi ta'ala." suara Abyaz terdengar bergetar hebat. Air mata yang dia tahan keluar dengan sendirinya.
Fatin yang ikut menyaksikan pun meneteskan air mata. Ada perasaan haru saat Gus Abyaz mengucapkan ridho lillahi ta'ala. Bukan hanya Fatin beberapa kerabat yang hadir ikut berkaca-kaca menyaksikan khitbah yang begitu sakral.
"Nak Abyaz setelah hari ini sampai pernikahan dan seumur hidup. Bunda titipkan Hilya pada nak Abyaz untuk menjaganya dalam kebaikan. Apabila ada kesalahan yang dia lakukan tolong tegur dan perbaiki apa yang seharusnya." Bu Islah menyeka air matanya dengan tisu saat dia titipkan putri semata wayangnya pada lelaki asing yang insyaallah akan menjadi imam-nya.
"Terimakasih Bunda, insyaallah Abyaz akan selalu menjaga, melindungi, dan mencintai dek Hilya seperti Rasulullah Saw memuliakan istri-istrinya." jawab Gus Abyaz dengan tegas dan penuh keyakinan.
"Gus... Dalam pernikahan pasti ada yang dinamakan dengan perselisihan antara suami istri. Tapi saya berharap jadikan itu bumbu dalam bingkai keharmonisan. Meskipun Gus lebih tahu. Saya sebagai kakak dari Hilya hanya bisa menyampaikan ini." jelas Fardan.
"Insyaallah Kak, Abyaz akan belajar menjadi imam yang baik untuk dek Hilya." jawabnya sopan.
"Dek Fatin..."
"Iya Mas...""Tolong hubungi penjaga asrama putri untuk bicara dengan Hilya." Fatin mengangguk dengan cepat lalu menghubungi nomor penjaga sesuai dengan apa yang suaminya katakan.
Setelah terdengar suara seseorang dari balik telpon Fatin langsung menyerahkan ponselnya pada Fardan.
"Assalamualaikum Ustadzah... Apa bisa bicara dengan Hilya dari kelas tiga Aliah? Saya Fardan kakaknya."
"Waalaikum salam... Boleh pak Fardan, tolong tunggu sebentar ya. Kami panggil Hilya dulu."
Selang beberapa menit Fardan langsung mendapati suara Hilya.
"Assalamualaikum... Ada apa kak, tumben telpon. Semuanya baik-baik saja kan Kak? Bunda gimana apa dia sehat?" Tanya Hilya dengan rasa khawatir karena jarang sekali kakaknya telpon selain hari Jum'at kecuali ada suatu hal mendesak yang terjadi.
"Alhamdulillah semuanya sehat dan baik. Hilya__ kak Fardan kan pernah bilang ada yang ingin menghkitbahmu dan sekarang calonnya sudah di sini di kediaman kita. Kamu bicara ya... Terima lamarannya."
"Hah! Secepat ini Kak?!"
"Bukankah niat yang baik harus disegerakan? Lebih cepat kan lebih baik." jawab Fardan.
"Tapi Hilya ngak bisa terima Kak!" tolaknya dengan cepat.
"Kenapa ngak bisa? Apa karena alasan cinta?"
"Hilya kan masih muda, masih status santri. Meskipun Hilya lulus enam bulan lagi tapi tetap saja Hilya ngak mau nikah! Dan satu lagi Hilya ingin kuliah!"
"Hilya usia kamu sudah delapan belas tahun sudah cocok untuk nikah. Kak Fatin keluar dari pesantren langsung nikah sama Kak Fardan. Saat itu usianya sama kayak kamu." jelas Fardan dengan nada sedikit naik. "Dan untuk kuliah, calon mu sudah sepakat untuk tidak menghalangi study mu malah akan mendukungmu." sambung Fardan lagi.
Hilya mengkerut. Seketika alisnya terangkat ke atas, sementara bibirnya sengaja dia manyunkan.
"Hilya tolong terima lamarannya kak Fardan mohon."
"Kakak aneh ya! Kalau kak Fardan ingin terima lamarannya! Terus buat apa Hilya memutuskan?!"
"Hilya kak Fardan mohon jangan ucapkan kata yang tidak sopan. Ingat kamu itu santri faham ilmu agama."
"Hilya memang santri kak, tapi Hilya juga berhak memutuskan apa yang terbaik untuk Hilya!" jelasnya dengan raut wajah kesal. "Kenapa sih kak Fardan selalu memutuskan masadepan Hilya tanpa persetujuan dari Hilya?!"
"Karena kak Fardan yakin dia lelaki yang baik yang mampu menyempurnakan separuh agamamu. Sekarang kamu ngobrol langsung dengan orangnya."
"Tapi Kak.. Hilya ngak mau dan ngak bisa!"
"Istighfar Hilya tenangkan hatimu. Segala Sesuatu yang terjadi dalam hidup kita sudah tertulis jauh sebelum kita diciptakan. Kak Fardan mohon bicara dengan sopan. Karena seseorang bisa dilihat perangainya dari ucapannya yang baik." jelas Fardan.
"Assalamualaikum Hilya Aku datang kerumahmu untuk menyampaikan sebuah pesan. Pesan mendalam yang bertujuan untuk menjalankan sunnah Rasul yang begitu mulia. Menuangkan perasaan dan cinta dengan semestinya. Serta menuangkan rindu menjadi sebesar-besarnya pahala. Maafkan Aku karena Aku hanya bisa mencintaimu seperti ini, karena Aku tidak tahu cara lain untuk mencintai."
Hilya seakan terhipnotis mendengar perkataan Gus Abyaz yang sangat indah. Lidahnya kelu sementara membuatnya tidak bisa berkata apa-apa. Meskipun belum bertatap muka sekalipun tapi dari bicaranya yang sopan membuatnya terkagum sesaat.
"Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, jadilah pendamping hidupku Hilya. Aku akan menjagamu dengan baik lebih baik dari Aku menjaga diriku sendiri."
Mendengar ucapan Abyaz kali ini Hilya tidak kuasa menahan air matanya. Tangisnya pecah hingga suara isakannya terdengar dari balik telpon. Setelah sedikit tenang Hilya akhirnya bersuara untuk menjawab lamaran Gus Abyaz. Inilah saat-saat yang paling mendebarkan dalam hidup Gus Abyaz. Ketika menunggu jawaban dari wanita yang sangat dia inginkan menjadi pendamping hidupnya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA HILYA
Romance(Proses Revisi) Hilya seorang santri Wati di Pesantren El-Banat Bogor. Kecantikannya yang natural membuat namanya populer bukan hanya di kalangan santriwan tapi sampai di luar pesantren. Suatu ketika tanpa sepengetahuannya dia dilamar ustad muda lew...