1. Insiden

97 13 16
                                    

"Inilah kehidupan, penuh dengan lika-liku yang sangat mengerikan. Namun, sebagai manusia hanya bisa mengikuti garis takdir yang diberikan."

-3 bulan yang lalu-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-3 bulan yang lalu-

Arshaka menerima telepon yang berdering dari loker di ruang ganti tempat ia berlomba. Ia bergegas mengangkatnya setelah menatap nama yang tertera dalam layar ponsel. Lengkungan sempurna terbit di bibirnya kala mendengar suara seorang ayah dari ponsel yang ada di genggamannya.

"Arshaka ...." Suara itu terdengar lirih dari sambungan telepon yang menyala. Seketika wajah Arshaka yang tadinya sumringah luntur tergantikan dengan kekhawatiran.

"Papa? Papa baik-baik aja 'kan?" tanya Arshaka, tentu dengan nada khawatir.

"Mama kamu ...." Arshaka mendengar Werdianto -ayah Arshaka- terisak kecil, hatinya seakan ikut merasakan kesedihan itu. Namun, entah ia belum tahu apa yang membuat hatinya sedikit cemas, apalagi mendengar kata 'mama' keluar dari bibir Wedianto.

"Mama kenapa, Pa? Kalian berdua baik-baik aja 'kan?" tanya Arshaka lirih untuk menyakinkan ayahnya untuk mengatakan tak terjadi apa-apa.

"M-mama kamu, kecelakaan, Ka." Dari ujung sana terdengar terbata-bata. Dada Arshaka semakin bergemuruh tak tenang. "M-mama k-kamu, k-kritis." Setelah mengatakan itu, sambung terputus begitu saja, bahkan Arshaka sudah memanggil-manggil Werdianto beberapa kali, tetapi tak ada sahutan sama sekali.

"Pa? Papa? Hallo?" Tubuhnya melemas, ponsel yang ia genggam erat kini terjatuh terbentur kerasnya lantai.

Arshaka menyenderkan kepalanya di tembok, air mata hampir menetes dari pelupuknya. Namun, segera ia hapus karena seseorang memasuki ruangan.

"Shaka, ngapain masih diam di situ? Ayo, kita sudah dipanggil," ucapnya. Arshaka mengangguk dan mengikuti langkah orang itu.

Para kontestan berjejer memasuki arena perlombaan kejuaraan renang nasional dengan tubuh masih dibaluti oleh jaket abu-abu yang diberikan dari cabang olahraga renang tingkat nasional. Wajah Arshaka tampak pucat, mungkin karena mengetahui kondisi ibunya saat ini. Hatinya tak tenang, bahkan kakinya terasa lemas untuk melangkah ke arah papan loncatan di depannya.

Banyaknya penonton bersorak-sorak menyemangati para atlet renang yang masih mempersiapkan diri. Dua host telah mengeluarkan suara yang terdengar dari toa berwarna putih besar yang terdapat pada empat sudut ruangan.

"Baik. Mohon untuk para kontestan pada perlombaan renang dua ratus meter pria mempersiapkan diri, di balok start masing-masing!" Salah satu host mengucapakan beberapa kalimat.

Para atlet renang mulai melepaskan jaketnya menyisakan celana renang dan tubuh atletis tanpa dibaluti oleh apa pun. Suara penonton semakin mengeras di saat perlombaan segera dimulai. Inilah yang ditunggu-tunggu, untuk mengetahui siapakah pemenang kejuaraan renang tingkat nasional.

Kisah Cinta ArshakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang