Tidak Haruto kira masa remaja akan semelelahkan ini, terlebih pemuda jangkung itu duduk di bangku terakhir sekolah menengah atas, selangkah lagi untuk melepas status siswa dan bertransformasi jadi mahasiswa.
Jeongwoo bilang hidup itu monoton, kalau dilihat-lihat isinya belajar saja. Jeongwoo bersabda bahwa wajahnya sudah mirip seperti buku.
Jungwon juga, didaftarkan untuk ikut belajar tambahan nyaris setiap hari, membuat kadar kegantengannya agak berkurang karena kehadiran kantung mata.
Tapi Haruto senang menjalaninya. Dia sebangku dengan May yang siap membantunya, May pintar dalam semua hal, Haruto jadi kagum padanya.
Haruto menikmati pekerjaan baru sebagai teknisi di kelas, bahasa yang terlampau keren untuk orang yang sering disuruh-suruh menghidupkan proyektor di kelas.
Haruto sibuk dengan dunianya sendiri.
Dia punya Jeongwoo dan Jungwon untuk dijemput setiap hari Senin dan Kamis, dari tempat les yang terletak di jalan setapak, membuat mereka harus boncengan bertiga; tak patut ditiru meski helm melekat di kepala.
Mereka sibuk berbicara tentang sekolah hingga lupa kalau satu sama lain punya perasaan.
"Laper..." Keluh Jeongwoo dengan wajah tertekuk, mengelus perutnya yang ia majukan ke depan.
"Iya, lagi di jalan." Ucap Jungwon menunjuk ponselnya.
Tidak ada yang memasak hari ini, mereka bertiga sudah pergi dari rumah ke rumah, tidak ada apapun di bawah tudung saji.
Padahal yang berdua ingin segera makan setelah disiksa pelajaran olahraga di jam pertama dan kalkulus di jam terakhir.
Haruto sudah tertidur di karpet kamar Jungwon. Menggelepar begitu saja setelah empunya kamar menghidupkan pendingin ruangan.
Setelah ditelepon pengemudi pesan antar makanan, Jungwon semangat turun ke bawah.
"Udah ada yang bayar, Dek." Ucap pengemudi pesan antar makanan.
"Lho? Saya bayarnya cash, Pak." Sanggah Jungwon.
"Iya, tadi di sana ada yang bayar. Dia tunjukin bukti, kayaknya dekat banget sama adek, jadi saya percaya."
"Oh... orangnya kayak gimana, Pak?"
"Lupa, Dek..."
Alhasil Jungwon menatap makanan di tangannya dengan tatapan penuh selidik.
"Guys, kira-kira siapa ya yang bayarin makanan kita?" Tanya Jungwon sesampainya ia di kamar.
Jeongwoo yang sedang membangunkan Haruto meracau, "May kali."
"May kenapa?" Sahut Haruto setengah melayang.
"Gak, ngasal aja gue." Jawab Jeongwoo.
"Heh, serius! Ini gimana? Ada yang bayarin makanan kita." Protes Jungwon.
"Ya, syukur dong?" Jawab Jeongwoo.
"Iya, yaudah, syukurin aja..." Balas Haruto mulai membuka plastik makanannya, dibantu melipatnya oleh Jeongwoo.
Jungwon yang dikalahkan dengan rasa lapar hanya bisa memajukan bibirnya kesal.
Tidak ada percakapan berarti setelah masing-masing sudah memegang makan dan minum.
"Hai, teman-teman... teman-teman?!"
Haruto memandang secarik kertas yang ia temukan saat hendak membuang sampah.
"Waduh... udah habis... gimana?" Tanya Jeongwoo menatap piring yang sudah bersih dari makanannya.
"Tuh, kan!" Seru Jungwon.
"Y-yaudah... berdoa aja..." Ucap Haruto.
Ketiganya memutuskan untuk tidur di rumah Jungwon karena ketakutan.
"Baru permulaan, teman-teman..."
"HARUTO JANGAN BISIK-BISIK DI TELINGA GUE, GELI!"
"AKU GAK BISIK-BISIK, SUMPAH!"
"TIDUR!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ellipse
FanficMasa remaja belum usai, dendam masih terserai. [Congruous : Book II]