Elang, kata yang akan mengingatkanku dengan satu nama. Dara, sang elang dengan tatapan tajamnya. Aku menyebutnya demikian bukan hanya karena tatapan tajamnya. Bagiku, Dara orang yang sangat menggambarkan sosok elang.
Hidupnya yang memiliki tujuan terlihat dari kehidupannya yang teratur seolah Ia benar-benar elang yang memburu satu mangsa. Ia memiliki kehidupan yang sempurna dengan ekonomi lebih dari cukup, kasih sayang orang tua, kecantikan fisik maupun rohaninya, dan tak lupa dengan kepintaran di atas rata-ratanya. Bagai elang bersayap besar dan terbang paling tinggi daripada yang lain.
Namun, Aku melupakan bahwa elang yang terbang tinggi tak pernah meminta bantuan kepada kawannya yang lain. Elang terbang tinggi dengan sayapnya sendiri. Terbang tinggi berarti semakin besar angin yang perlu ia terjang. Badai telah menjadi kawannya ketika terbang. Dara pun juga begitu. Sang elang dengan kemampuan terbang tingginya dan badai yang menemaninya.
Pagi itu saat pertama kali aku melihat sang slang dengan badainya. Sang elang yang menangis sendirian di bawah rindangnya pohon dengan daun berguguran. Angin yang berembus kencang menambah hawa dingin seolah ikut sedih bersama sang elang. Aku tak berani mendekat, bersikap pengecut seperti biasanya.
Dua tahun ternyata tak cukup membuatku paham tentang dirinya. Sang elang yang setiap semester mendapat ranking satu paralel. Sang elang dari keluarga harmonis dan kaya yang membuat iri semua orang di sekolah, termasuk aku. Sang elang dengan tatapan tajam pada mata cantiknya dan senyum yang setiap hari menyapa. Semua itu berbeda dengan yang kulihat sekarang. Sang elang yang melawan badainya sendirian.
Lima menit berlalu dengan suara tangisan lirih Sang elang. Kemudian seseorang mendekatinya, tentu itu bukanlah diriku. Dia Lolita, kawan sang elang.
"Ta, aku tak menyangka kau akan sejahat ini padaku," ujar sang elang lirih.
Lolita hanya diam, tapi senyum miringnya menggambarkan situasi macam apa yang ada di sekitar mereka.
"Kau masih kenal parfumku? padahal aku sudah menggantinya, loh."
Kalimat Lolita terasa aneh bagiku. Sedekat itukah mereka hingga sang elang mengingat aroma parfum Lolita.
"Bukan parfum, tapi cara jalanmu masih sama seperti biasanya."
Aku tersentak dengan balasan sang elang kepada Lolita. Sang elang mendongak menatap Lolita yang berdiri di depannya. Tatapan biasa, bukan tatapan tajam. Lolita tak pernah mendapat tatapan tajam seperti yang sang elang berikan kepada orang lain, termasuk aku.
Lolita tertawa kencang. Tawa yang terdengar mengejek lawan bicaranya. Kemudian ia tiba-tiba diam, menatap balik sang elang. Tatapan kebencian.
"Sebenarnya, aku benci dirimu. Hidupku menjadi susah karena kau. Semua perhatian hanya ada padamu, bahkan ayah dan ibuku juga. Padahal kau bukan siapa-siapa bagi mereka, tapi kenapa kau mendapat perhatian mereka lebih daripada aku sendiri?"
"Aku minta maaf, Ta. Maaf sudah menyusahkanmu selama ini. Aku tak akan melakukannya lagi. Tapi please, bantu aku menjelaskan ini semua ke teman-teman," pinta sang elang.
"Terlambat, Ra. Aku tak mau mencoreng namaku dengan membantumu. Lagipula itu fakta, jika ada yang membencimu itu bukan salahku."
Lolita berjalan pergi meninggalkan sang elang dengan badainya. Badai yang dibawa Lolita.
Rintik hujan perlahan mengenai wajahku. Aku mendongak sebentar, melihat mendung yang sudah menutupi langit cerah tadi. Sejak kapan mendung ini datang? Aku beralih menatap sang elang yang masih duduk di sana. Tiada tangis, hanya ada sunyi dan suara rintik hujan yang makin deras.
Badai tak pernah datang tiba-tiba. Pasti ada mendung yang terlebih dulu menyapa. Ada angin dan hujan yang bekerja sama. Juga gemuruh dan petir sebagai pelengkapnya. Jika begitu, artinya badai sang elang baru dimulai. Bisakah sang elang melewatinya?
![](https://img.wattpad.com/cover/309081504-288-k108487.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Elang
Teen FictionElang, Sang pemilik mata tajam, Gesit dan lincah terbang, Memangsa mangsanya. Terbangnya paling tinggi, Berteman badai setiap hari, Walau begitu ia terus menyendiri. Berbeda dengan sosok elang biasanya, 'elang' ini tak suka sendiri. Mendamba pertem...